Islam Dinilai Bisa Jadi Instrumen Diplomasi Indonesia

Dunia Islam berharap dengan peran Indonesia.

Republika/Musiron
Umat muslim (ilustras)
Rep: Fuji Eka Permana Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Spanyol, Muhammad Najib, menyampaikan bahwa Islam bisa menjadi instrumen diplomasi Indonesia di tingkat global sekarang dan mendatang. Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber Seminar Nasional Moderasi Indonesia Untuk Dunia bertema "Peran Strategis Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam Mendukung Kepemimpinan Indonesia di Tingkat Global" yang digelar Amanat Institute dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Baca Juga

Najib mengatakan, wajah Islam Indonesia yang ramah, moderat, toleran, wasathiyah dan rahmatan lil alamin sudah dikenal di masyarakat internasional. Dalam situasi Timur Tengah yang terus bergolak menambah harapan dunia Islam terhadap peran Indonesia yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia.

"Saya kadang-kadang menggunakan kata-kata sarkas bahwa dunia Arab saat ini di samping tidak lagi memberikan wajah Islam yang membanggakan karena konflik internal yang tidak berkesudahan dan konflik di antara bangsa Arab sendiri, jangan dilupakan bahwa bangsa Arab telah menyumbangkan jutaan pengungsi yang sebagian kemudian mencari perlindungan ke Eropa dan negara barat yang lainnya," kata Najib saat Seminar Nasional Moderasi Indonesia Untuk Dunia, Senin (15/11).

Menurutnya, apa yang terjadi di dunia Arab memilukan dan memalukan. Sementara ini wajah Islam di pentas global identik dengan wajah Muslim Arab. Maka Indonesia harus menggesernya dan mengubahnya sehingga wajah Islam Indonesia ikut mewarnai wajah Islam di tingkat global.

Sehubungan dengan itu, ia menegaskan harapannya bahwa sekarang dan kedepannya umat Islam Indonesia harus aktif dan tidak lagi pasif. Umat Islam Indonesia harus high-profile tidak lagi low-profile. Umat Islam Indonesia harus ofensif, tidak lagi defensif.

 

 

Najib mengatakan, dengan terpilihnya Presiden Jokowi sebagai ketua atau Presidensi G20, ini memberikan momentum bagi Indonesia untuk tampil ke depan. Untuk menyelamatkan citra dunia Islam di masyarakat global.

"Sebagai Duta Besar Indonesia di Spanyol, di samping tugas utama saya menjaga hubungan baik di antara dua negara dan meningkatkan neraca perdagangan atau ekonomi, sebagaimana yang dicanangkan oleh pemerintah, maka saya sudah menyusun dua program, dua program ini sebenarnya adalah terjemahan dari agenda Pimpinan Pusat Muhammadiyah yaitu internasionalisasi Muhammadiyah dan yang kedua mengenalkan Islam berkemajuan di panggung global," ujarnya. 

Ia menerangkan, dua program tersebut yang pertama adalah dialog lintas iman (interfaith dialogue). Kedua, membentuk organisasi diaspora Muslim Indonesia. Dialog lintas iman dimaksudkan sebagai sarana untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat non Muslim khususnya di Spanyol.

"Dan harapan saya (dua program) ini akan merembet ke seluruh kawasan Uni Eropa," ujarnya.

 

 

Di seminar yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan, penghargaan yang tinggi kepada UMY atas dukungan dan kesediaannya untuk bersama-sama Kemenko Perekonomian menyiapkan Presidensi G20 di Indonesia tahun depan.

Menurutnya, Presidensi G20 memiliki dua arti penting. Pertama, sebagai sarana sosialisasi dari peluang dan aspirasi Presidensi G20 Indonesia terhadap dunia. Kedua, memberikan masukan kepada pemerintah untuk memaksimalkan manfaat Presidensi Indonesia bagi masyarakat. 

"G20 adalah forum koordinasi kebijakan yang lahir sebagai respon terhadap krisis di tahun 1998 dan 1999 yang merepresentasikan 85 persen PDB dunia, dan 75 persen perdagangan dunia, dan 80 persen investasi global, serta dua per tiga dari populasi penduduk," ujarnya.

Airlangga mengatakan, Indonesia menjadi bagian G20 sejak awal karena negara G7 melihat bahwa upaya penyelesaian krisis tidak akan efektif tanpa keterlibatan negara ekonomi berkembang yang terdampak akibat krisis tersebut. Menjadi Presidensi G20 adalah kehormatan sekaligus harapan bagi pemerintah untuk turut andil mencari exit policy dari Pandemi Covid-19.

 

 

 
Berita Terpopuler