Tiga Komoditas Naik Jelang Nataru 

Warga diminta mewaspadai kenaikan harga minyak goreng, cabai, dan telur.

ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Peternak memanen telur ayam di salah satu peternakan di kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (15/11). Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan pemantauan perkembangan bahan pokok jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Rep: Arie Lukihardianti Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, Arie Lukihardianti, Iit Septyaningsih

Baca Juga

BANDUNG -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan pemantauan perkembangan bahan pokok jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Menteri Perdagangan M Lutfhi mengatakan, ada tiga komoditas yang diprediksi mengalami kenaikan.

Kemendag dalam hal ini Dirjen Perdagangan Dalam Negeri berkoordinasi dengan 34 kepala dinas perindustrian dan perdagangan memastikan beberapa hal terkait kebutuhan barang pokok dan penting menjelang Nataru. “Kita memastikan stoknya dan harganya terjangkau,” ujar M Lutfhi, usai Rapat Koordinasi Nasional Stabilisasi Harga dan Ketersediaan Barang Kebutuhan Pokok di Hotel Preanger, Bandung, Senin (15/11).

Menurut Lutfhi, perkembangan harga bahan pokok jelang Nataru kali ini terpengaruh oleh perubahan iklim seperti cabai merah. Ini juga dipengaruhi oleh perkembangan komoditas yang dipengaruhi oleh kondisi global seperti minyak goreng dan kedelai.  

Pedagang menunjukkan cabai yang dijual di Pasar Tradisional Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/11/2021). Berdasarkan data Pusat Infomasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) di pasar tradisonal Indonesia harga rata-rata cabai keriting naik Rp 1.600 menjadi Rp 40.800 per kilogram (kg), begitu juga dengan harga cabai merah besar naik Rp1.250 menjadi Rp 36.550 per kg. - (Antara/Yulius Satria Wijaya)

“Contoh minyak goreng. Minyak goreng ini sekarang ini sudah mencapai level Rp 16.000 hingga Rp 17.000 untuk kemasan sederhana karena harga CPO (crude palm oil),” katanya.

Selain minyak goreng, kata dia, komoditas lain yang naik adalah telur ayam ras dan cabai merah. Untuk telur ayam ras, sebelumnya turun drastis kini harganya naik. Namun, kenaikan ini menurutnya masih wajar mengingat ongkos dari petelur mencapai Rp 19.000-Rp 21.000. 

“Jadi harga yang wajar Rp 24.000, jadi kita mesti memaklumi bahwa kita harus hidup berdampingan dan kita harus memprotect petani telur ini,” katanya.

Komoditas lain yang naik, kata dia, adalah cabai. Menjelang Nataru, harganya terpantau sudah naik 15 persen karena ini musim penghujan. Pengaruh cuaca ini otomatis membuat harga cabai naik, dan akan bergerak normal. Namun di sejumlah daerah, pihaknya mendapat laporan jika stok di satu daerah aman hingga 1,5 bulan untuk kebutuhan Nataru. 

“Jadi cabai ini masalahnya dari siklus cuaca, yang biasanya kering dan basah mempengaruhi dari harga cabai,” katanya.

 

Sementara menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag RI Oka Nurwan, kenaikan harga minyak goreng paling tinggi ada di komoditas minyak curah. Oka mengatakan, distribusi 11 juta liter dengan harga Rp 14.000 akan diriingi oleh edukasi pada publik bahwa kenaikan CPO internasional berpengaruh pada harga minyak curah. 

“Karena umurnya sangat pendek, itu tergantung dengan CPO internasional, jadi harganya tergantung,” katanya.

Kebutuhan minyak goreng di Indonesia per bulan, mencapai 410.000 ton per bulan. Jumlah ini diserap untuk minyak goreng kemasan, curah rumah tangga dan industri.

“Yang digelontorkan (11 juta liter) ini sedikit tapi itu biasanya  kemasan sederhana 5 persen dari 410.000. Tapi ini masih sedikit tapi makanya disampaikan tidak bisa di borong, kalau di borong harganya murah diguntingin jadi minyak curah dijual jadi Rp 16.000,” katanya.

Pedagang menyusun minyak goreng curah yang telah dibungkus di pasar raya Padang, Sumatera Barat, Rabu (10/11/2021). Pedagang mengatakan harga minyak goreng curah mengalami kenaikan yang cukup tinggi dari harga Rp13.000 menjadi Rp18.000 per kilogram akibat kurangnya pasokan. - (ANTARA/Muhammad Arif Pribadi)

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Moh Arifin Soedjayana, pihaknya masih menunggu distribusi minyak goreng dari Kementerian Perdagangan. Penyaluran rencananya akan melibatkan Aprindo. “Kita menunggu alokasi Jabar berapa untuk dialokasikan ke kabupaten/kota,” katanya.

Harga minyak goreng di Jabar sendiri, kata dia, terpantau Rp 17.000 per liter. Cabai merah ada kenaikan tapi tidak terpantau tinggi. Menurutnya dalam rapat koordinasi tersebut setiap daerah menyampaikan kondisi dan pantauan harga jelang Nataru. “Di provinsi lain masih wajar, minyak goreng Rp 17.000 di kita,” katanya.

Arifin berharap, adanya alokasi minyak goreng tersebut bisa menekan harga hingga Rp 14.000. Karena, kenaikan ini bukan datang dari pedagang, tapi karena harga CPO yang tinggi. Sementara untuk cabai, pihaknya bersama Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Holtikultura sudah melakukan koordinasi.

“Di sentra produksi sama kesulitan karena musim hujan, terus kami berkoordinasi dengan sektor hulu, di Jabar cukup banyak cabai. Untuk telur juga masih taraf wajar, minyak saja yang tinggi sampai Rp 17.000,” paparnya.

 

Disperindag Jabar sendiri, kata dia, terus memantau perkembangan harga di lima pasar rakyat setiap hari. Menurutnya informasi fluktuasi dibuka pihaknya pada masyarakat lewat informasi di sosial media. “Saat ibu-ibu ke pasar sudah tahu. Kita juga memantau hujan dan bencana, kita sudah rapat sama Dishub dan Satgas Pangan agar tidak ada hambatan distribusi,” katanya.

 
Berita Terpopuler