Menag: Moderasi Beragama Modal Besar Indonesia

Banyak negara yang iri karena tidak mampu mengelola keragamannya seperti Indonesia.

dok. Pendis Kemenag
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
Rep: Fuji Eka Permana Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, menyampaikan, moderasi beragama sejatinya menjadi modal yang besar bagi bangsa Indonesia yang ditakdirkan majemuk. Bangsa Indonesia tentu patut bangga karena keragaman yang kompleks di bangsa ini bisa dikelola dengan baik.

Baca Juga

"Salah satu faktor penting (kemajemukan ini dapat dikelola baik) karena peran kelompok-kelompok sipil yang moderat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama," kata Menag saat menjadi narasumber Seminar Nasional Moderasi Indonesia Untuk Dunia bertema "Peran Strategis Muhammadiyah dan Aisyiyah dalam Mendukung Kepemimpinan Indonesia di Tingkat Global" pada Senin (15/11). 

Menurut Menag, banyak negara yang iri karena tidak mampu mengelola keragamannya seperti Indonesia. Dua hari yang lalu Kementerian Agama (Kemenag) menerima tamu dari Kongres Amerika Serikat (AS) yang secara eksplisit menyatakan bahwa mereka benar-benar ingin meniru bagaimana Indonesia mengelola keragaman.

Menag mengingatkan, meski demikian tentu bangsa Indonesia tidak boleh lengah di era disrupsi multidimensi dewasa ini. Di era sekarang banyak terjadi perubahan radikal dalam semua aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam kehidupan keagamaan.

"Kemajuan teknologi informasi 4.0 telah banyak merubah referensi umat dalam mencari pengetahuan agama, tentu hal ini bukan semata karena ada pergeseran otoritas keagamaan, namun di saat yang sama kita khawatirkan ada pendangkalan dalam beragama," ujar Menag dalam seminar nasional yang digelar Amanat Institute dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

 

 

Menag mengatakan, dengan dangkalnya sumber pengetahuan agama itu, akan muncul pembacaan tekstual terutama dalam memahami ayat-ayat suci yang disertai dengan fanatisme berlebihan. Sehingga seringkali mengarah kepada eksklusivisme dan ekstrimisme bahkan tindakan-tindakan terorisme.

"Pada posisi ini saya kira moderasi beragama menemukan urgensi untuk terus disampaikan dan diinternalisasikan ke dalam masyarakat umat beragama," jelasnya.

Menag mengatakan, moderasi beragama sesungguhnya adalah penguatan cara pandang, sikap dan praktek beragama dalam kehidupan bersama. Dengan cara mengaktualisasikan substansi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum. Berlandaskan prinsip yang adil, berimbang dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan bersama.

Di seminar yang sama, mewakili Presiden Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, tantangan utama bangsa Indonesia saat ini adalah globalisasi dan kehadiran revolusi industri 4.0. Teknologi digital telah menerobos masuk jauh ke ranah pribadi, menghadirkan segala Informasi yang tidak terbendung. Maka nilai-nilai budaya dan sosial menjadi terancam.

"Persoalan lain adalah mentalitas yang belum terbangun sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, kita juga menghadapi ancaman perubahan situasi geopolitik global, meluasnya peran dan kekuatan pertahanan dan pengaruh negara-negara asing," ujarnya.

 

 

Muhadjir mengatakan, dari segi internal ada potensi ancaman yang disebabkan oleh sistem pengawasan yang tidak berjalan dengan efektif. Untuk merespon tantangan ini, pemerintah beserta segenap masyarakat Indonesia harus bersatu padu menguatkan iklim nasional dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

"Dengan semangat yang sama, pemerintah telah mencanangkan gerakan revolusi mental sebagai upaya akselerasi pembangunan karakter bangsa Indonesia agar segera tercipta bangsa yang berintegritas, etos kerja kuat, dan memiliki jiwa gotong royong yang luhur, untuk mewujudkan kemajuan bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian berlandaskan Pancasila," jelasnya.

 
Berita Terpopuler