Hotovely, Dubes yang Mimpi Kibar Bendera Israel di Al Aqsa

Kehadiran Hotovely saat diskusi di London School of Economicy tuai protes.

Kedubes Israel di Inggris.
Dubes Israel untuk Inggrsi Tjipi Hotovely.
Rep: Dwina Agustin Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sosok Duta Besar Israel untuk Inggris Tzipi Hotovely menarik perhatian publik usai pergi dengan pengamanan ketat dari London School of Economics pada Selasa (9/11) malam. Kehadirannya di kampus itu mendatangkan protes mahasiswa dan aktivis Pro-Palestina yang menyorot jejak dan pandangan politiknya yang radikal.

Anggota Asosiasi Pengacara Israel ini terpilih sebagai anggota Knesset di partai Likud Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada 2008. Kemudian menjadi wakil menteri luar negeri pada 2015.

Baca Juga

Hotovely telah lama disebut sebagaii suara ideologis dari  Partai Likud. Dia memimpin kampanye untuk melatih diplomat Israel untuk membela pemukiman Israel, mencela undang-undang yang menghentikan penahanan ilegal pengungsi Afrika, dan mengatakan mimpinya adalah melihat bendera Israel berkibar di atas Temple Mount.

Pada Oktober 2015, saat meningkatnya ketegangan di Temple Mount, Hotovely mengatakan kepada Knesset TV bahwa impiannya adalah melihat bendera Israel berkibar di atas Temple Mount. Pandangannya memicu ketegangan dengan Muslim karena mengklaim Kompleks Al- Aqsa tersebut sebagai tempat paling suci bagi orang Yahudi.

Ketika menjadi wakil menteri luar negeri pada 2015, Hotovely mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Israel harus fokus pada kebenaran, bukan hanya pada kecerdasan. "Penting untuk mengatakan [bahwa] tanah ini milik kita. Semua itu milik kita. Kami tidak datang ke sini untuk meminta maaf untuk itu," ujarnya seperti dilansir dari Haaretz.

Hotovely pun menghadiri protes pada 2016 yang menyerukan Israel untuk memperluas kedaulatannya atas permukiman di wilayah Yerusalem. Desakan ini setelah UNESCO gagal mengakui hubungan Yerusalem dengan orang-orang Yahudi.

"Ada pertempuran internasional atas Yerusalem. Beberapa orang berpikir bahwa jawaban kepada UNESCO [yang mengeluarkan resolusi tahun lalu yang mengabaikan hubungan Yahudi dengan Temple Mount] harus dibatasi pada bagian hubungan masyarakat. Tetapi ada jawaban yang lebih kuat kedaulatan. Kedaulatan atas Ma'aleh Adumim adalah pernyataan bahwa Yerusalem akan tetap bersatu," kata Hotovely.

Selain masalah Palestina dan klaim keunggulan Israel, Hotovely pun pernah menyinggung tentang pengungsi Afrika. Dalam putusan September 2017, pengadilan tinggi Israel melarang penahanan tak terbatas terhadap pengungsi Afrika tanpa pengadilan.

Sebagai tanggapan, Hotovely menjelaskan bahwa masalah ada pada keputusan itu sendiri. Pengadilan Tinggi menyetujui perjanjian yang dibuat Kementerian Luar Negeri dengan negara-negara yang bersedia menerima pengungsi.

"Itu sepenuhnya menyetujui gagasan bahwa negara berdaulat dapat memutuskan siapa yang akan tinggal di wilayahnya dan siapa yang tidak, dan bahwa negara bagian dapat mendeportasi orang ke negara bagian ketiga. Di mana masalahnya? Pengadilan Tinggi merampas satu-satunya alat yang membantu kami mendeportasi mereka: penahanan," kata Hotovely saat itu.

 

 

 

Hotovely pun percaya bahwa kelompok seperti Breaking the Silence atau B'Tselem adalah musuh negara. Pada April 2017, dia menyebut anggota kelompok itu orang-orang yang tidak etis dan penjahat perang. "Perang kita adil, dan dalam semua perang ini kita menghadapi satu musuh yang disebut Hamas dan musuh kedua yaitu organisasi-organisasi itu," kata Hotovely merujuk organisasi non-pemerintah Israel.

Bahkan Hotovely pernah menyerang komunitas Yahudi di Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah wawancara dengan berita i24 pada 2017, Hotovely mengatakan bahwa keretakan yang berkembang antara Yahudi AS dan Israel adalah karena kehidupan yang nyaman komunitas Yahudi Amerika.

Komunitas Yahudi AS dinilai tidak tahu rasanya diserang oleh roket. "Orang-orang yang tidak pernah mengirim anak-anak mereka untuk berjuang untuk negara mereka, kebanyakan orang Yahudi tidak memiliki anak-anak yang bertugas sebagai tentara, pergi ke Marinir, pergi ke Afghanistan, atau ke Irak. Kebanyakan dari mereka memiliki kehidupan yang cukup nyaman. Mereka tidak merasakan bagaimana rasanya diserang oleh roket, dan saya pikir bagian dari itu adalah untuk benar-benar mengalami apa yang Israel hadapi setiap hari," katanya.

Dalam wawancara tersebut, Hotovely juga menyerang orang-orang Yahudi AS di atas Tembok Barat atau Tembok Ratapan. Dia mengatakan bahwa mereka tidak benar-benar mengunjungi tempat suci yang menjadi pusat perdebatan sengit antara Israel dan Yahudi dunia mengenai penciptaan ruang berdianon-Ortodoks.

"Alasannya kosong, kalau tanya saya, bukan karena mereka tidak suka penataan [saat ini]. Alasan kosongnya adalah karena kebanyakan orang-orang itu bahkan tidak tertarik [pergi] ke Kotel," katanya merujuk pada Tembok Ratapan.

 
Menuai protes
 
Hotovely menuai protes saat kehadirannya di gedung London School of Economics (LSE) pada Selasa (9/11) malam. Sempat beredar kabar, dubes Israel itu ditolak dan terpaksa dievakuasi.
 
Namun mahasiswa yang mengorganisir protes terhadap partisipasi Duta Besar Israel untuk Inggris Tzipi Hotovely di kampus mambantah kabar bahwa sang dubes keluar akibat ancaman. Menurut mahasiwa, dubes itu karena waktu keterlibatannya telah berakhir sehingga meninggalkan gedung London School of Economics (LSE) pada Selasa (9/11) malam.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan penyelenggara LSE untuk Palestina pada Rabu (10/11), mengatakan protes itu adalah demonstrasi solidaritas yang luar biasa dengan Palestina.

 
Hotovely mengaku tidak akan terintimidasi. "Saya akan terus berbagi cerita Israel dan mengadakan dialog terbuka dengan semua bagian masyarakat Inggris," tulisnya di Twitter.
 
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengecam insiden itu. "Perlakuan terhadap Duta Besar Israel Tzipi Hotovely tadi malam dan upaya untuk membungkamnya tidak dapat diterima," ujarnya. "Kami di Inggris percaya pada kebebasan berbicara," tambahnya.

Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel juga mengutuk insiden tersebut. "Jijik dengan perlakuan Duta Besar Israel di LSE tadi malam,” tulisnya di Twitter.

"Saya akan terus melakukan segala kemungkinan untuk menjaga komunitas Yahudi aman dari intimidasi, pelecehan & pelecehan. Polisi mendapat dukungan penuh saya dalam menyelidiki insiden mengerikan ini," ujarnya.

 

 

 

 
Berita Terpopuler