Bank Digital Pacu Pertumbuhan Ekonomi Syariah

Masyarakat semakin terbiasa menggunakan ponsel untuk membuka rekening bank.

aamslametrusydiana.blogspot.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Novita Intan

Baca Juga

JAKARTA -- Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo meyakini kehadiran bank digital yang kini makin marak akan semakin memacu pertumbuhan ekonomi syariah di Tanah Air. Menurut Ventje, penggunaan kanal distribusi digital bagi perbankan merupakan tren yang kini tidak bisa dihindari lagi. 

Masyarakat juga semakin terbiasa menggunakan ponsel untuk membuka rekening bank dan melakukan berbagai transaksi digital."Ini memunculkan kesempatan yang luar biasa bagi perbankan syariah untuk mengejar pertumbuhan market share-nya, terutama bagi bank-bank syariah yang belum sempat memiliki distribution channel tradisional yang luas," ujar Ventje dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Dunia perbankan syariah kini semakin ramai dengan kehadiran bank syariah berbasis digital. Selain Bank Aladin Syariah yang telah mendeklarasikan menjadi bank digital syariah pertama, beberapa bank lain baik digital maupun konvensional mulai menyediakan layanan keuangan syariah secara digital.

Menanggapi fenomena tersebut, Sekretaris Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Jaih Mubarok mengatakan, saat ini industri keuangan syariah semakin berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi yang memudahkan masyarakat dalam bertransaksi, termasuk bank syariah yang melayani nasabah secara digital.

"Kemajuan ini patut disyukuri dan lahirnya bank digital syariah mudah-mudahan memicu semakin tumbuhnya ekonomi umat serta meningkatnya kepatuhan kepada nilai dan ketentuan syariah," ujar Jaih.

Jaih menyampaikan, saat ini layanan perbankan syariah hanya ditemukan di kota-kota besar karena masih terbatasnya sarana transaksi seperti terbatasnya kantor cabang, cabang pembantu, kantor kas, hingga Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Dengan berkembangnya bank digital syariah, lanjutnya, keterbatasan tersebut dapat diatasi karena transaksi dapat dilakukan secara digital yang memudahkan nasabah maupun pihak bank dalam bertransaksi.

"Karena pada bank digital syariah dapat dilakukan transaksi secara digital yang memudahkan nasabah dan bank dalam melakukan transaksi. Mudah dari segi cara, waktu, maupun dari segi tempat transaksi, termasuk transaksi tanpa kertas bahkan tanpa kartu," kata Jaih.

Dengan hadirnya bank digital syariah, Jaih menilai para pelaku usaha termasuk para bankir dapat memanfaatkan teknologi informasi yang memudahkan transaksi, sehingga peluang berkembangnya ekonomi dan keuangan syariah bisa jadi semakin besar.

"Dan terbentuk silaturrahim bisnis antara lembaga keuangan syariah dengan institusi-institusi bisnis lainnya, termasuk industri makanan dan fesyen halal, yang akan membuat semakin kuatnya ekonomi umat Islam dan masyarakat Indonesia," ujar Jaih.

Kendati demikian, Jaih mengingatkan, perlu tetap diperhatikan dan dipahami risiko-risiko dari transaksi digital, terutama terkait stabilitas kekuatan jaringan internet, risiko operasional, serta risiko-risiko lain termasuk bentuk kecurangan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab."Mudah-mudahan risiko-risiko transaksi secara digital di bank syariah dapat dimitigasi secara maksimal, sehingga peluangnya untuk berkembang semakin besar," kata Jaih.

 

Kebocoran data nasabah

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pandemi Covid-19 mendorong perbankan melakukan transformasi digital. Adapun sejumlah tantangan besar masih membayangi industri perbankan, mulai dari kebocoran data nasabah dan serangan siber. 

Senior Executive Analyst OJK Roberto Akyuwen mengatakan ada beberapa tantangan yang harus diperhatikan perbankan dalam melakukan transformasi seperti risiko perlindungan dan pertukaran data pribadi, risiko strategis investasi bidang IT, dan risiko serangan siber.

“Kemudian kesiapan organisasi, risiko kebocoran data nasabah, penyalahgunaan teknologi, risiko penggunaan pihak ketiga (outsourcing), infrastruktur jaringan komunikasi, kemudian ada regulatory framework yang dalam beberapa konteks mungkin dianggap belum sepenuhnya kondusif,” ujarnya saat InfobankTalkNews Hyper Automation: Customer Expectation Outlook in Post Covid-19 Era Rabu (10/11) malam.

Guna mengantisipasi risiko-risiko tersebut, regulator telah menerbitkan master plan sektor jasa keuangan Indonesia 2021-2025. Roberto menyebut dalam akselerasi transformasi digital, OJK bersama dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara paralel menerbitkan kebijakan-kebijakan high level, mid level, dan technical level.

“Selain ada upaya penguatan daya tahan dan daya saing, dan juga pengembangan ekosistemnya, semua diubah agar lebih efisien, terkoneksi, nasabah bisa mendapatkan apa saja hanya dengan satu-dua pencet, anytime and anywhere,” katanya.

Dari master plan tersebut, lanjut Roberto, kemudian diturunkan menjadi roadmap. Selanjutnya, blueprint atau cetak biru transformasi digital perbankan yang berisikan lima aspek yang perlu diperhatikan saksama dalam rangka transformasi digital perbankan.

“Pertama, it’s about data, kemudian mengenai teknologinya, kemudian juga ada manajemen risiko yang senantiasa kami pantau, dan yang terakhir tatanan institusi,” ucapnya.

 

 
Berita Terpopuler