Krisis Afghanistan: Munculnya Pengemis Roti

Pengemis roti di depan toko roti di Afghanistan semakin meningkat.

Pixabay
Roti tawar (ilustrasi)
Rep: Mabruroh Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Afghanistan mulai merasakan dampak krisis ekonomi yang dialami negaranya. Ekonomi negara telah menderita selama 42 tahun terakhir, dimulai dengan invasi negara oleh bekas Uni Soviet pada 1979, yang memicu perang satu dekade oleh kelompok mujahidin Afghanistan, diikuti oleh perang 20 tahun antara AS dan Taliban, yang pemerintahannya digulingkan setelah serangan 9/11.

Baca Juga

Karena lebih dari empat dekade ketidakstabilan politik dan ekonomi, negara yang kekurangan uang itu sekarang berada dalam  krisis ekonomi yang dahsyat. Banyak penduduknya yang telah menjual aset, mengemis roti bahkan menjual anak mereka dengan kedok pernikahan dini untuk bertahan hidup. 

PBB memperkirakan bahwa sekitar 22,8 juta orang atau lebih dari setengah penduduk Afghanistan akan menghadapi masalah pangan yang parah.

Pengemis roti di depan toko roti di Afghanistan semakin meningkat seiring dengan kemerosotan ekonomi dan meningkatnya pengangguran. Mereka dengan setia menunggu belas kasihan penjual roti maupun pembeli yang mau membagi roti yang mereka beli.

Salah satunya Shekiba Sukur telah menunggu berjam-jam di luar sebuah toko roti di Kabul. Dia mengantre dengan lebih dari selusin wanita bercadar, menunggu seseorang yang cukup murah hati untuk membelikan rotinya.

"Saya menunggu di sini selama tiga jam setiap hari untuk mendapatkan roti," kata Sukur dilansir dari Anadolu Agency, Selasa (9/11).

Sukur mengaku harus menjadi tulang punggung keluarga, setelah suaminya cacat. Setiap hari ia harus memberi makan 11 orang di rumahnya."Saya mengantre untuk 11 potong roti, karena keluarga tidak punya apa-apa untuk dimakan di rumah," kata Sukur.

Roti itu hanya akan dimakan pada malam hari. Sedangkan untuk sarapan, keluarganya hanya bisa meminum teh tanpa roti di rumahnya yang hanya sebuah tenda.

Hal senada juga diungkapkan oleh Farida Shahzade, seorang janda yang ikut mengantre di depan toko roti. Farida hanyalah seorang juru masak di sekolah di dekat rumahnya, namun upahnya sebagai juru masak tidak cukup untuk membayar sewa dan kebutuhan sekolah anak-anaknya.

"Saya tinggal di Kabul. Saya memiliki enam anak, dan tidak memiliki suami," kata Shahzade kepada Anadolu Agency.

Matinullah Safiyi, seorang pembuat roti di kota itu, mengatakan jumlah orang yang menunggu roti di depan toko rotinya semakin meningkat dari hari ke hari.

 

Dia memberikan sekitar 50 sampai 60 roti kepada orang-orang yang mengantre untuk mendapatkan rotinya itu. Apa yang terjadi di depan toko rotinya ini, menurut Safiyi mencerminkan situasi saat ini di Afghanistan. 

"Jumlah orang-orang ini telah meningkat selama tiga bulan terakhir," ungkapnya.

Namun demikian salah seorang pembeli roti, Mava Niyazi, menyangkal menyebut mereka sebagai pengemis. Menurutnya situasi yang terjadi itu adalah dampak dari pengambil alihan kekuasaan Afghanistan oleh Taliban.

 

"Orang-orang yang mengantre roti bukanlah pengemis. Dengan pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, banyak orang kehilangan pekerjaan. Mereka yang bekerja tidak dibayar," ujarnya.

 
Berita Terpopuler