Isyarat Luhut Tes PCR Kembali Wajib dan Bantahan Berbisnis

Menurut Luhut, sedang dikaji penerapan kembali aturan tes PCR untuk tekan mobilitas.

Antara/Rosa Panggabean
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Tren kenaikan kasus positif Covid-19 terjadi di 43 kabupaten/kota di Jawa-Bali selama sepekan terakhir. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun meminta masyarakat mulai meningkatkakan kewaspadaannya.

Baca Juga

“Terdapat tren kenaikan kasus di Jawa Bali, utamanya terjadi pada 43 kabupaten kota dari 128 kabupaten kota atau 33,6 persen dalam tujuh hari terakhir ini,” ujar Luhut saat konferensi pers usai ratas evaluasi PPKM di Istana, Senin (8/11).

Pemerintah pun akan mengumpulkan ke-43 kabupaten kota di Jawa Bali tersebut untuk melakukan intervensi pencegahan kenaikan kasus yang lebih tinggi. Ia menegaskan, penerapan PPKM masih terus diterapkan an telah memberikan dampak positif.

Hal ini terlihat dari situasi pandemi Covid-19 yang terus terjaga pada kondisi yang rendah. Selain itu, kasus konfirmasi di Jawa Bali juga terus mengalami penurunan hingga 99 persen dari puncak kasus kedua.

“Rt Indonesia dan Jawa Bali juga masih berada di bawah 1, mengindikasikan terkendalinya pandemi Covid-19. Rt di Jawa tetap pada angka 0,93 sementara di Bali pada angka 0,97. Jadi Bali juga semakin membaik,” ungkap Luhut.

Luhut menyampaikan, kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang terus mengalami perubahan disebabkan karena beberapa hal. Yakni dengan mempertimbangkan perubahan perilaku Covid-19, pergerakan masyarakat, serta kenaikan kasus.

“Jangan teman-teman berpikir ini kita tidak konsisten tetapi kita menghitung pergerakan manusia dan kenaikan kasus. Jadi memutuskan ini seperti operasi militer kita melihat dengan cermat. Jadi jangan ada pikiran ke mana-mana, ini kok berubah-ubah,” ujar Luhut.

Luhut mengibaratkan kebijakan penanganan Covid-19 di Indonesia saat ini menggunakan metode ilmu pengetahuan dan seni (science and art). Oleh karena itu, ia meminta publik tak menganggap pemerintah tidak konsisten dalam mengambil kebijakan.

"Kita sedang mengevaluasi apakah akan ada penahanan mobilitas penduduk dengan penerapan kembali PCR, (hal itu) sedang kami kaji. Jangan teman-teman berpikir ini tidak konsisten tapi kita menghitung pergerakan manusia dan kenaikan kasus. Ini sekarang seperti 'science and art," kata Luhut.

Baca juga : MUI Sulsel Dukung Edaran Sholat Tepat Waktu ASN

Ia mengatakan, perubahan perilaku Covid-19 seperti kemunculan varian Delta AY.4.2 di Malaysia harus diwaspadai, termasuk melalui penyesuaian kebijakan untuk mencegah peningkatan kasus kembali. Luhut menyebut, varian Delta AY.4.2 ini lebih ganas daripada varian sebelumnya.

Varian Delta AY.4.2 inilah yang menjadi salah satu penyebab kenaikan kasus harian di beberapa negara di Eropa, khususnya di Inggris. Karena itu, Luhut tak menutup kemungkinan pemerintah akan kembali memperpanjang masa karantina pelaku perjalanan dari luar negeri menjadi tujuh hari untuk mencegah penularan yang lebih luas akibat varian Delta AY.4.2.

“Sekali lagi saya ingatkan, jangan ada pikiran kita tidak konsisten. Ini tadi kita strategi kita, taktik kita akan selalu bahwa bermuara pada bagaimana perilaku daripada Covid-19 ini,” ucap dia.

Seperti diketahui, per 2 November 2021, diberlakukan adendum Surat Edaran Nomor 20 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam adendum tersebut menyatakan warga negara asing (WNA) maupun warga negara Indonesia (WNI) yang masuk ke Indonesia diwajibkan melakukan tes PCR ulang serta melakukan karantina selama 5x24 jam bagi mereka yang baru menerima vaksin dosis pertama atau 3x24 jam bagi mereka yang sudah menerima dosis lengkap.

Dengan berlakunya adendum tersebut maka Surat Edaran No 20/2021, Surat Edaran No 18/2021, Addendum Surat Edaran Nomor 18 tahun 2021, dan Addendum Kedua Surat Edaran No.18 Tahun 2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dalam aturan sebelumnya diwajibkan karantina 8x24 jam dan 5x24 jam bagi pelaku perjalanan internasional.

Pada 1 November 2021, Pemerintah kembali mengubah aturan perjalanan bagi penumpang moda transportasi udara di wilayah Jawa dan Bali yang sebelumnya diwajibkan untuk menunjukan hasil negatif tes PCR. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat mengumumkan perubahan aturan menyampaikan, para pelaku perjalanan menggunakan transportasi pesawat di Jawa dan Bali kini cukup berbekal hasil tes antigen.

“Untuk perjalanan akan ada perubahan yaitu untuk wilayah Jawa dan Bali, perjalanan udara tidak lagi mengharuskan, menggunakan tes PCR tetapi cukup menggunakan tes antigen. Sama dengan yang diberlakukan untuk wilayah luar Jawa non Bali, sesuai dengan usulan dari Bapak Mendagri,” ujar Muhadjir saat konferensi pers evaluasi PPKM melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Senin (1/11).

Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah mewajibkan calon penumpang pesawat untuk menunjukan hasil negatif tes PCR di seluruh daerah baik di Jawa Bali dan luar Jawa Bali. Namun kemudian, pemerintah merevisi aturannya dan mengizinkan penumpang pesawat di luar Jawa dan Bali menggunakan tes antigen.

Pemerintah pun juga sempat berencana untuk menggunakan tes PCR di semua moda transportasi yang ada secara bertahap. Kendati demikian, kewajiban untuk menggunakan tes PCR di moda transportasi udara ini menuai berbagai kritikan dari masyarakat karena dinilai memberatkan bagi para penumpang. Aturan wajib tes PCR juga sempat menuai polemik dugaan kepentingan bisnis tes PCR yang kemudian menyeret Luhut.

Pekan lalu, Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, menjelaskan tidak ada maksud bisnis dalam keterlibatan sejumlah pebisnis, termasuk Luhut, yang mendirikan Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) Lab pada  2020. Keterkaitan Luhut dengan GSI Lab lantaran dua perusahaan yang terafiliasi dengannya yakni PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi, ikut mengantongi saham di GSI.

"Tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga test PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," katanya Jodi, Selasa (2/11).

Jodi mengungkapkan, awal mula pendirian GSI di mana kala itu Luhut diajak teman-teman dari Grup Indika, Adaro, Northstar, yang berinisiatif untuk membantu menyediakan tes Covid-19 dengan kapasitas tes yang besar. Dahulu, hal tersebut menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi.

"Jadi total kalau tidak salah ada sembilan pemegang saham di situ. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di

Sesuai namanya, GSI atau Genomik Solidaritas Indonesia merupakan aksi kewirausahaan sosial. Jodi pun memastikan hingga saat ini, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham.

"Saya lihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan test swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan, kalau tidak salah lebih dari 60 ribu tes yang sudah dilakukan untuk kepentingan tersebut, termasuk juga membantu di Wisma Atlet," katanya.

Jodi menegaskan kebijakan tes PCR diberlakukan untuk mengantisipasi kenaikan kasus Covid-19, terutama pada periode Natal dan Tahun Baru. Belajar dari pengalaman di negara lain yang mengalami lonjakan kasus yang signifikan, Indonesia harus terus mengetatkan 3M, 3T (testing, tracing, treatment) untuk bisa mengimbangi relaksasi aktivitas masyarakat.

"Sangat disayangkan upaya framing seperti ini. Ini berpotensi menyebabkan para pihak yang ingin membantu jika terjadi krisis berikir dua kali. Ini akan membuat pihak-pihak yang ingin tulus membantu dalam masa krisis (jadi) enggan," kata Jodi.

In Picture: Tes PCR Bagi Undangan VVIP Peparnas Papua

Petugas medis Labkesda Papua mengambil sampel untuk tes usap RT Polymerase Chain Reaction (PCR) kepada Nia Zulkarnaen Sihasale (kiri) di Swiss-Bellhotel Jayapura, Papua, Jumat (5/11/2021). Tamu undangan VVIP diwajibkan swab PCR COVID-19 sebelum menghadiri seremoni pembukaan Peparnas XVI Papua. - (ANTARA/Indrayadi TH)

 

Pada hari ini, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menanggapi adanya usulan agar tes PCR digratiskan bagi masyarakat umum. Namun, ia mengatakan bahwa hal tersebut sulit terealisasi karena tidak adanya anggaran.

"Memang anggarannya tidak ada di kita pak sekarang, jadi untuk tahun ini agak sulit. Karena kita tidak memiliki anggaran untuk itu," ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (8/11).

Tes PCR gratis, kata Budi, hanya ada dilakukan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Namun, hal itu hanya berlaku bagi masyarakat yang berstatus kontak erat dan suspek Covid-19.

"Itu sudah digratiskan untuk yang suspek dan kontak erat. Jadi testing PCR yang sifatnya epidemiologis yang dilakukan di puskesmas itu memang ditanggung oleh negara," ujar Budi.

Adapun Presiden Joko Widodo sudah meminta Kementerian Kesehatan untuk mengkaji kembali ihwal tarif tes PCR untuk masyarakat. Pekan depan, hasil kajian tersebut akan disampaikan dalam rapat dengan Jokowi.

"Ini yang sedang dibahas, minggu depan kami diminta masukan ke Bapak Presiden," ujar Budi.

Diketahui, Kemenkes berupaya mengevaluasi tarif tes swab RT-PCR secara berkala untuk menutup kepentingan bisnis yang bisa merugikan masyarakat. Penentuan harga PCR dilakukan Kemenkes bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Saya tegaskan sekali lagi, dalam menentukan harga RT-PCR, Kementerian Kesehatan (Dirjen Yankes) tidak berdiri sendiri, tetapi dilakukan bersama dengan BPKP. Proses evaluasi harga ini tentunya dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi dalam siaran persnya, Ahad (7/11).

Nadia menerangkan, Kemenkes dan BPKP  sudah mengevaluasi tarif tes RT-PCR sebanyak tiga kali. Pertama, pada 5 Oktober 2020, ditetapkan pemeriksaan RT-PCR Rp 900 ribu.

Kedua, pada 16 Agustus 2021, ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp 495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali serta Rp 525 ribu untuk wilayah lainnya. Terakhir pada 27 Oktober, ditetapkan tarif Rp 275 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, dan Rp 300 ribu untuk wilayah lainnya.

Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan bahwa langkah pemerintah untuk menentukan harga tes PCR. Bahkan, saat ini harga tes PCR di Indonesia merupakan yang termurah dibandingkan negara lain, seperti Malaysia dan Singapura.

"Menurut kami harga tes PCR di Indonesia ini adalah yang termurah kalau kita bandingkan dengan tetangga, seperti Thailand, Malaysia, Singapura," ujar Honesti dalam rapat dengar pendapat umum (RDP) dengan Komisi VI DPR, Selasa (9/11).

Bahkan, harga tes PCR di Indonesia lebih murah ketimbang Uni Emirate Arab (UEA). Ia sendiri yakin, harga tes PCR akan semakin murah ke depannya karena semakin banyaknya suplai atas tes.

"Saya berkeyakinan dengan semakin banyak suplai dalam negeri, mungkin harga ini bisa kita turunkan sampai level tertentu," ujar Honesti.

Bahaya swab test Covid-19 mandiri di rumah. - (Republika)

 
Berita Terpopuler