Iran Diduga Dalangi Percobaan Pembunuhan PM Irak

Perdana Menteri Irak mengaku sudah tahu siapa yang mendalangi percobaan pembunuhannya

EPA
Perdana Menteri Irak Mustafa al-Khadimi mengaku sudah tahu siapa yang mendalangi percobaan pembunuhannya. Ilustrasi.
Rep: Rizky Jaramaya/Kamran Dikarma/Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Dewan Keamanan PBB mengecam keras upaya pembunuhan Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi. Mereka meminta para pelaku yang terlibat aksi tersebut diadili.

“Anggota Dewan Keamanan menggarisbawahi perlunya meminta pertanggungjawaban pelaku, penyelenggara, penyandang dana, dan sponsor aksi terorisme tercela ini dan membawa mereka ke pengadilan," kata Dewan Keamanan dalam sebuah pernyataan pada Senin (8/11), dikutip dari laman Al Arabiya.

Dewan Keamanan PBB meminta semua negara bekerja sama secara aktif dengan pemerintah Irak dan semua otoritas terkait lainnya. “Anggota Dewan Keamanan menegaskan bahwa setiap tindakan terorisme adalah kriminal dan tidak dapat dibenarkan, terlepas dari motivasi mereka, di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun yang melakukannya,” katanya.

Kediaman Mustafa al-Kadhimi, yang berada di Zona Hijau, Baghdad, menjadi sasaran serangan drone bersenjata pada Sabtu (6/11) malam. Terdapat tiga drone yang dikerahkan. Dua di antaranya berhasil ditembak jatuh pasukan keamanan, sementara yang ketiga menghantam kediaman al-Kadhimi.

Al-Kadhimi berhasil selamat dan tak mengalami cedera apa pun. Namun enam anggota pasukan pengawal al-Kadhimi mengalami luka-luka. Kantor Perdana Menteri Irak pada Ahad (7/11) merilis video yang menunjukkan al-Kadhimi memimpin pertemuan dengan komandan keamanan tinggi guna membahas insiden penyerangan itu.

Setelah pertemuan itu, al-Kadhimi mengungkapkan dia telah mengetahui aktor yang mendalangi percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Ia menyatakan akan mengungkap dan memburu mereka. “Kami akan mengejar mereka yang melakukan kejahatan kemarin, kami mengenal mereka dengan baik dan kami akan mengekspose mereka,” ujarnya.

Serangan yang menargetkan rumah al-Kadhimi merupakan yang pertama sejak dia berkuasa pada Mei 2020. Aksi penyerangan itu terjadi ketika partai-partai politik di Irak tengah terlibat pertikaian tentang siapa yang akan menjalankan pemerintahan berikutnya setelah pemilu digelar bulan lalu.

Baca Juga

Pejabat keamanan Irak dan sumber yang berbicara dengan syarat anonim pada Senin (8/11) mengatakan kelompok milisi yang didukung Iran berada di balik serangan drone yang menargetkan Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi. Sumber itu menyebut drone dan bahan peledak yang digunakan dalam serangan itu adalah buatan Iran.

Pejabat keamanan Irak mengatakan kelompok Kataib Hezbollah dan Asaib Ahl al-Haq diduga kuat melakukan serangan tersebut. Salah satu sumber milisi menuturkan Kataib Hezbollah terlibat dan dia tidak dapat mengonfirmasi peran Asaib. Namun kelompok tersebut tidak dapat dimintai komentar.

Seorang juru bicara panglima angkatan bersenjata mengatakan situasi keamanan di wilayah Zona Hijau pascaserangan telah stabil. Zona Hijau merupakan wilayah yang menampung tempat tinggal perdana menteri, gedung-gedung pemerintah, dan kedutaan asing. Sejauh ini, tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Presiden Barham Salih mengutuk serangan drone itu. Dia menyebut serangan tersebut sebagai tindakan kejahatan yang keji terhadap Irak. “Kami tidak dapat menerima bahwa Irak akan terseret ke dalam kekacauan dan kudeta terhadap sistem konstitusionalnya,” kata Salih.

Ulama Muslim Syiah, Moqtada al-Sadr, menyebut serangan itu sebagai tindakan teroris yang ingin mengacaukan stabilitas Irak. "Serangan itu bertujuan untuk mengembalikan Irak ke keadaan kacau agar dapat dikendalikan oleh pasukan non-negara," ujarnya.

Foto yang diterbitkan oleh kantor berita INA menunjukkan kerusakan pada beberapa bagian kediaman perdana menteri. Selain itu, kendaraan SUV diparkir di garasi juga mengalami kerusakan.

Seorang pejabat keamanan yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan sejumlah puing dari pesawat tak berawak yang bermuatan bahan peledak telah diambil oleh pasukan keamanan untuk diselidiki. Menurutnya masih terlalu dini untuk mengidentifikasi pelaku serangan.

“Masih terlalu dini untuk mengatakan siapa yang melakukan serangan itu. Kami sedang memeriksa laporan intelijen dan menunggu hasil penyelidikan awal untuk menentukan pelaku," kata pejabat tersebut.

Sebelumnya, Kepala Pasukan Quds Iran Brigadir Jenderal Esmail Ghaani tiba di Baghdad pada Ahad (7/11). Dia bertemu dengan Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi yang kediamannya diserang pada hari yang sama.

Stasiun TV pro-Iran, al-Mayadeen, melaporkan jalannya pertemuan pada Senin (8/11) dengan mengutip sumber anonim. Televisi itu menyebut Ghaani mendesak agar tindakan apa pun yang mengancam keamanan Irak tidak dilakukan. Hal itu ia sampaikan selama pertemuannya dengan al-Kadhimi dan tokoh Irak lainnya.

Dia menekankan perlunya memenuhi tuntutan rakyat dan pengunjuk rasa secara legal. Pernyataan ini mengacu pada pendukung milisi yang didukung Iran yang memperebutkan hasil pemilihan bulan lalu.

Pasukan Quds, yang dipimpin Ghaani, adalah lengan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran yang mengendalikan milisi sekutunya di luar negeri, termasuk di Irak. Mengutip pejabat keamanan Irak dan sumber yang dekat dengan milisi yang didukung Iran, Reuters melaporkan serangan terhadap al-Kadhimi dilakukan oleh setidaknya satu kelompok milisi yang didukung Iran menggunakan drone dan bahan peledak buatan Iran.

 
Berita Terpopuler