Lirik Eropa, IDI Peringatkan Potensi Kebangkitan Covid-19

Eropa dan Asia Tengah sedang mengalami lonjakan kasus Covid-19.

Max Pixel
Covid 19 (ilustrasi). Kebangkitan kasus Covid-19 di Eropa terjadi setelah beberapa negara mencabut pembatasan dan menanggalkan pemakaian masker.
Rep: Rizky Suryarandika, Idealisa Masyrafina Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban memperingatkan masyarakat supaya tak menganggap enteng Covid-19. Ia mengkhawatirkan potensi kebangkitan Covid-19 di Tanah Air, seperti yang sedang terjadi di Eropa.

Prof Zubairi memantau peningkatan penderita Covid-19 di Benua Biru. Fenomena ini terjadi karena dilandasi sejumlah faktor, salah satunya diduga lantaran menganggap remeh Covid-19 dengan tak lagi memakai masker.

"Kebangkitan Covid-19 Eropa karena beberapa (negara) cabut pembatasan dan lepas masker," kata Prof Zubairi di akun Twitter resminya yang dikutip Republika.co.id pada Senin (8/11).

Prof Zubairi juga mencermati, sebagian penduduk di negara Eropa justru menolak vaksin. Padahal, pasokan vaksin Covid-19 di sana sudah terjamin.

"Vaksin tersedia, tapi banyak penolakan," ujar Prof Zubairi.

Lebih lanjut, Prof Zubairi mengingatkan masyarakat agar mengikuti vaksinasi Covid-19 hingga tuntas. Ia mengingatkan bahwa tingkat vaksinasi turut memengaruhi kebangkitan Covid-19 di suatu negara.

"Di 13 dari 45 negara, kasus meningkat dua kali. Kematian di atas 1.000 per hari di Rusia. Negara yang kasus dan kematiannya tinggi ada di peringkat bawah vaksinasi," ucap Prof Zubairi.

Baca Juga

Kekhawatiran Prof Zubairi soal kebangkitan Covid-19 di Tanah Air bukan tanpa alasan. Kasus Covid-19 mulai menunjukkan peningkatan menuju angka seribu kasus per hari sejak akhir Oktober.

Rinciannya, terdapat sekitar 600-700 kasus dari 27-30 Oktober. Pada 31 Oktober, jumlah kasus sempat turun jadi 500-an, namun angkanya kembali melonjak hingga 801 kasus pada 3 November dan turun di kisaran 400-an kasus pada 7 November.

"Berlebihan untuk saling ingatkan lebih baik ketimbang sembrono dan kembali ke situasi kelam seperti Agustus silam," kata Prof Zubairi seraya mengajak masyarakat terus mematuhi protokol kesehatan agar Indonesia terhindar dari kebangkitan Covid-19.

Sementara itu, pada Jumat (5/11), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, Eropa dan Asia Tengah sekali lagi berada di pusat pandemi Covid-19. Organisasi itu menyebut kemungkinan 500 ribu kematian tambahan sebelum 1 Februari 2022.

Direktur Regional Eropa WHO Dr Hans Kluge mengatakan, peningkatan 55 persen dalam kasus Covid-19 baru selama empat pekan terakhir di wilayah tersebut disebabkan oleh tingkat vaksinasi yang rendah. Tindakan pencegahan yang minim juga menjadi dalangnya.
 
"Eropa dan Asia Tengah menyumbang 59 persen dari kasus global dan 48 persen dari kematian yang dilaporkan," ujar Dr Kluge dalam konferensi pers dilansir di Euronews, Jumat (5/11).
 
Musim dingin yang membuat orang-orang yang berkumpul di tempat tertutup yang terbatas serta penggunaan masker yang rendah di tengah ancaman varian delta juga berkontribusi terhadap lonjakan tersebut. Para ahli WHO mengatakan, di seluruh wilayah ada variasi besar dalam penyerapan vaksin Covid-19.

Sekitar satu miliar dosis vaksin telah diberikan di wilayah tersebut. Namun, hanya sekitar 47 persen orang di wilayah tersebut yang sepenuhnya divaksinasi.
 
"Meskipun ada delapan negara di kawasan yang telah memvaksinasi 70 persen dari populasi mereka, angkanya tetap di bawah 10 persen," kata Kluge.

Kluge menekankan pentingnya pencegahan seperti pemakaian masker di Eropa. Jika Eropa dan Asia Tengah memiliki 95 persen orang yang memakai masker, menurut Kluge, mereka dapat menyelamatkan hingga 188 ribu jiwa dari setengah juta yang bisa hilang sebelum Februari 2022.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

Kluge juga membela penggunaan Covid-19 pass. Menurut dia, itu justru merupakan alat menuju kebebasan individu alih-alih sesuatu yang membatasi kebebasan.
 
"Penularan tinggi di banyak negara di kawasan Eropa, tidak hanya di satu negara," kata Dr Catherine Smallwood dari tim darurat WHO.

 
Berita Terpopuler