Arsene Wenger: Invincible Muat Kisah Rivalitas vs Ferguson

Arsene Wenger dan Sir Alex Fegruson bersaing dalam memperebutkan trofi di Inggris.

EPA-EFE/NIGEL RODDIS
Alex Ferguson (kanan) memeluk Arsene Wenger. Film Arsene Wenger: Invicible yang akan rilis pada 11 November juga membahas rivalitas Wenger dengan mantan pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson.
Rep: Eko Supriyadi Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film yang mengangkat kiprah Arsene Wenger saat bersama Arsenal akhirnya akan segera rilis. Seperti judulnya, Arsene Wenger: Invincible adalah film potret Wenger, dengan fokus khusus ditempatkan pada musim terkenal saat Arsenal tak terkalahkan pada musim 2003-04.

Baca Juga

Manajer Prancis itu mempersembahkan tiga gelar Liga Premier dan tujuh Piala FA di London utara, serta merevolusi permainan Arsenal. Wenger menjadi satu tokoh yang paling dikenal dalam sepak bola dan prestasinya selama menjadi manajer Arsenal telah mengukir namanya ke dalam sejarah sepak bola Inggris.

Noah Media, grup di balik film dokumenter Finding Jack Charlton dan Bobby Robson: More than a Manager menjadikannya sebagai subjek film dokumenter baru yang akan dirilis pada 11 November 2021.

Menurut situs resminya, film dokumenter itu "melihat Wenger secara jujur merefleksikan era revolusionernya di Arsenal dan gejolak emosional dan pribadi yang mengelilingi kepergiannya yang kontroversial setelah 22 tahun."

Selain kisah Wenger, film dokumenter itu memuat kesaksian dari Sir Alex Ferguson, manajer legendaris Manchester United yang menjadi sosok antagonis selama kiprah Wenger. Juga testimoni dari para pemain Arsenal yang pernah dilatih Wenger.

Rivalitas sengit

Wenger dan Ferguson sering kali bertikai selama 17 tahun sebagai lawan di Liga Primer Inggris. United di bawah Ferguson merupakan kekuatan dominan dalam sepak bola Inggris, ketika Arsenal merekrut Wenger sebagai manajer pada 1996. Wenger datang dari klub Jepang Nagoya Grampus dan tidak terkenal di Inggris.

Namun Wenger langsung jadi sosok yang disegani di Inggris. Arsenal memenangkan Liga Inggris dan Piala FA pada musim 1997/98. Keberhasilan the Gunners pun meningkatkan tensi persaingan dengan MU. Setan Merah merespons memenangkan treble pada musim 1998/99.

Meski kesuksesan MU terus berlanjut setelah itu, Ferguson tahu kalau Arsenal merupakan ancaman bagi timnya. "Anda selalu melihat ke kaca spion untuk melihat siapa yang datang dari belakang Anda, dan ketika Anda melihat seseorang, Anda meningkatkan kecepatan," kata Ferguson, dalam cuplikan film Arsene Wenger: Invincible, dikutip dari Express, Senin (8/11).

Ferguson mengatakan, saat itu Arsenal terus mengejar MU dengan skuad yang berkualitas untuk melampaui timnya. Baik Wenger dan Ferguson menyoroti pertandingan semifinal Piala FA pada April 199 di Villa Park, yang dinilai sebagai titik balik persaingan kedua klub.

Saat itu, tendangan penalti Dennis Bergkamp pada menit 90 digagalkan Peter Schmeichel, dan 10 pemain United membalikan keadaan menjadi 2-1 pada injury time melalui gol solo brilian Ryan Giggs. Kekalahan itu jadi pukulan pahit bagi Arsenal, yang pada saat itu mengejar dua trofi. Sebaliknya, United kemudian merebut gelar Liga Inggris, serta mengalahkan Bayern Muenchen pada final Liga Champions sebulan kemudian.

Wenger dan Ferguson kerap saling perang kata-kata di media hingga di pinggir lapangan. Keduanya selalu mendominasi berita utama. "Itu menjadi racun untuk sementara waktu," kata Ferguson.

Di sisi lain, Wenger menyebut Ferguson merupakan sosok yang dominan di sepak bola Inggris. Sampai-sampai pers dan wasit takut padanya. Karena itulah, Wenger berusaha untuk menunjukkan cara bermain sepak bola dari orang luar Inggris. Ferguson dinilainya sangat agresif, terutama setelah pertandingan.

"Ketika Anda berjuang untuk menang, Anda adalah dua singa. Satu-satunya keinginan Anda adalah memakan singa yang melawan Anda. Saya tidak takut pada siapa pun di sepak bola," kata Wenger.

Bentrokan paling terkenal antara MU dan Arsenal terjadi pada September 2003, ketika dua tim bertemu di Old Trafford. Patrick Vieira diusir keluar lapangan karena menendang Ruud van Nistelrooy. Saat itu MU bertekad mengakhiri laju tak terkalahkan Arsenal. United punya peluang tersebut, ketika pelanggaran Martin Keown kepada Diego Forlan, memberikan penalti yang dieksekusi Van Nistelrooy. Namun upaya penyerang Belanda itu membentur mistar gawang. 

Usai wasit meniup peluit akhir pertandingan yang berakhir 0-0, situasi makin liar dan agresif, saat para pemain Arsenal, yang dipimpin Keown, merayakan hasil tersebut di depan muka Van Nistelrooy. Arsenal kemudian didenda 175 ribu poundsterling karena gagal mengontrol pemain mereka.

Ferguson mengungkapkan kalau pertandingan tersebut terus menghantuinya. Ia menyatakan kalau persaingan kedua klub membuat mereka harus saling mengalahkan satu sama lain. Ferguson menyatakan baik dirinya maupun pemain tidak boleh meninggalkan karakter di ruang ganti, dan harus dibawa ke lapangan. "Arsenal harus bersaing dengan itu, dan mereka melakukannya dengan sangat baik," kata Ferguson.

Wenger tahu betapa pentingnya hasil imbang tanpa gol tersebut. Ia memuji kualitas perjuangan pada pemainnya yang melampaui ekspektasi. Ia menegaskan, saat pergi ke markas MU, tidak boleh kalah jika ingin menjadi juara. Bahkan Wenger mengakui tak pernah melupakan wajah bahagia pemain MU ketika mengalahkan timnya. Kekalahan itu sangat menyakitkan, bagi dirinya yang seorang perfeksionis dan menuntut banyak pada diri sendiri. 

"Saya menyukainya karena sepak bola lebih kasar. Tantangannya lebih berat. Itu adalah pertanyaan 'Anda atau saya'," ujarnya. 

Rivalitas keduanya berakhir setelah Ferguson pensiun pada 2013. Wenger menyusul keluar Arsenal pada 2018. Ia meninggalkan klub setelah tak mampu menjadikan Arsenal pesaing juara walaupun masih bisa finis di papan atas. 

Banyak yang menganggap strategi Wenger sudah tak relevan. Namun yang tak bisa dibantah, Wenger punya dana belanja pemain yang terbatas di saat klub-klub lain bisa jor-joran membeli pemain yang diinginkan. Meskipun belakangan gagal menghadirkan trofi, Wenger membuat neraca keuangan Arsenal stabil sehingga mampu membangun Stadion Emirates berkat kebijakan transfernya yang tak merekrut pemain bintang.

 
Berita Terpopuler