Palestina Sambut Konsensus Hak Menentukan Nasib Sendiri

Sebanyak 158 negara anggota PBB dukung Palestina tentukan nasib sendiri.

Antara/Moch Asim
Bendera Palestina. Komite III Majelis Umum PBB memberikan dukungannya bagi pemenuhan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri.
Rep: Ali Mansur Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina menyambut baik konsensus Komite III Majelis Umum PBB tentang Hak Rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Menurut siaran pers Kementerian Luar Negeri Palestina, 158 negara anggota PBB memberikan dukungan terhadap konsensus tersebut.

Sebanyak 10 negara tidak memberikan suara dan enam negara tak memberikan persetujuan dalam konsensus tersebut. Dalam keterangan pers, Palestina disebutkan menyambut baik suara yang mendukung konsensus tersebut.

"Bahwa hak untuk menentukan nasib sendiri adalah dasar dari semua hak, terutama bagi rakyat Palestina, yang menderita di bawah pendudukan jangka panjang Israel," kata Kementerian Luar Neger Palestina, dikutip dari The Siasat Daily, Sabtu (6/11).

Baca Juga

Israel selama ini menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah pada Juni 1967. Wilayah Palestina tersebut telah dikuasai Israel sejak itu.

Sementara itu, Palestina telah mencari penentuan nasib sendiri dalam upaya untuk mendirikan negara terpisah di perbatasan. Palestina masih berjuang menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negaranya.

Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk Palestina. Ia menyatakan dukungan tersebut saat bertemu dengan Perdana Menteri Palestina Mohammad Ibrahim Shtayyeh di sela KTT Pemimpin Dunia COP26, di Scottish Event Campus, Glasgow Skotlandia, Senin, (1/11) waktu setempat.

Jokowi mengatakan, Indonesia terus mendukung perjuangan Palestina menjadi negara yang merdeka dann berdaulat penuh. Indonesia mendukung Palestina untuk dapat menentukan nasibnya sendiri dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negaranya.

Deklarasi Balfour

Palestina telah menuntut permintaan maaf Inggris atas Deklarasi Balfour. Deklarasi yang dikeluarkan pada 2 November 1917 itu berisi janji Inggris untuk mendirikan “rumah nasional” bagi orang-orang Yahudi di Palestina.

Pernyataan tersebut datang dalam bentuk surat dari Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour yang ditujukan kepada tokoh komunitas Yahudi Inggris Lionel Walter Rothschild. Pernyataan dibuat selama Perang Dunia I (1914-1918) dan dimasukkan dalam persyaratan mandat Inggris untuk Palestina setelah pembubaran Kekaisaran Ottoman.

Deklarasi Balfour bermula pada 1897 dan pendirian organisasi zionis di Swiss oleh Theodore Herzl. Organisasi itu berusaha mewujudkan aspirasi politik zionisme, rumah bagi orang-orang Yahudi di Palestina.

Beberapa tahun kemudian, zionis politik mulai mendorong migrasi lebih lanjut ke Palestina dengan harapan Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat akan mendukungnya. Dikutip Middle East Eye, Perdana Menteri Inggris David Lloyd George adalah orang Kristen Evangelis Welsh dan salah satu dari sekelompok politisi Kristen yang taat.

Welsh menganggap pendirian tanah air Yahudi sebagai pemenuhan nubuatan alkitabiah, yakni bahwa orang-orang yang telah lama teraniaya akan dapat kembali dari pengasingan ke Tanah Air mereka. Pada 1914, Pemimpin Zionis Chaim Weizmann melakukan kontak dengan Rothschild dan mulai melobi anggota pemerintah Inggris. Setahun kemudian, kabinet Inggris untuk pertama kalinya membahas gagasan tanah air bagi orang Yahudi di Palestina.

Pengakuan terhadap kemerdekaan Palestina
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Palestina mengatakan, akan ada upaya diplomatik untuk mendapatkan permintaan maaf Inggris kepada rakyat Palestina. Dilansir Wafa News, Senin (1/11), dalam sebuah pernyataan, Penasihat Politik Menteri Luar Negeri Palestina Ahmed Al-Deek mengatakan permintaan maaf Inggris adalah bagian integral dari pengakuan Inggris atas tanggung jawabnya atas Deklarasi Balfour.

Deklarasi berumur 104 thaun ini berdampak pada perpindahan dan kerusakan yang dialami rakyat Palestina. Al-Deek menyerukan Inggris untuk mengambil inisiatif untuk mengakui negara Palestina sebagai bagian lain dari kompensasi atas dosa dan agresi yang dilakukan terhadap rakyat, termasuk penderitaan dan ketidakadilan sejarah yang masih berlangsung.

Al-Deek mengatakan bahwa pengakuan Inggris terhadap negara Palestina akan menjadi awal untuk memperbaiki jalannya Deklarasi Balfour yang tidak adil. Pengakuan tersebut akan membantu dan memberdayakan rakyat Palestina untuk mendapatkan hak-hak nasional mereka yang adil dan sah, termasuk hak untuk kembali, menentukan nasib sendiri.

 
Berita Terpopuler