Pemerintah Tetapkan Tarif PCR Jawa-Bali Rp 275 Ribu

Pemerintah menetapkan tarif PCR Jawa-Bali Rp 275 Ribu

ANTARA/Wahdi Septiawan
Warga menjalani tes usap polymerase chain reaction (PCR) COVID-19.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menetapkan tarif pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), harga tarif real time PCR untuk Jawa-Bali menjadi Rp275 ribu. Sementara untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp300 ribu per Rabu (27/10) hari ini.

Baca Juga

"Dari hasil evaluasi kami sepakati batas tarif tertinggi pemeriksaan real time PCR diturunkan menjadi Rp275 ribu daerah Jawa Bali serta Rp300 ribu luar Jawa dan bali," kata Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir dalam konferensi pers secara daring, Rabu (27/10).

Kadir meminta agar semua fasilitas kesehatan, rumah sakit dan fasilitas lainnya dapat mematuhi batasan tertinggi tarif PCR tersebut. Selain itu, hasil RT PCR dengan tarif tersebut haeus dikeluarkan dengan durasi maksimal 1x24 jam dari pemeriksaan swab real time PCR.

"Kami juga meminta ke Dinas Kesehatan baik di Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melakukan pembinaam dan pengawasan dasar tarif tertinggi ini," tegas Kadir.

Nantinya, sambung Kadir, evaluasi pcr akan ditinjau berkala. Terakhir penetapan harga PCR diperbaharui pada Agustus lalu, yakni Rp 495 ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta Rp 525 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali.

Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, maka harga Test RT PCR di Indonesia termurah kedua setelah negara Vietnam.

Adapun daftar harga Test PCR di ASEAN sebagai berikut

Thailand pada kisaran harga Rp. 1.300.000 – Rp 2.800.000,-

Singapura pada harga Rp. 1.600.000,-

Filipina pada kisaran harga Rp. 437.000 – Rp. 1.500.000,-

Malaysia pada harga Rp. 510.000

Vietnam pada harga Rp. 460.000

 

 

Presiden Jokowi menginstruksikan agar harga tes PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu. Selain itu, tes PCR ini juga diminta agar dapat berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat.

Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat konferensi pers usai rapat terbatas evaluasi PPKM, Senin (25/10). “Mengenai hal ini, arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu dan berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat,” ujar Luhut. 

Luhut mengaku menerima berbagai kritikan dan masukan dari masyarakat terkait kebijakan penggunaan tes PCR untuk transportasi udara. Ia menjelaskan, kewajiban penggunaan PCR ini diberlakukan untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata.

“Meski kasus saat ini sudah sangat rendah, belajar dari pengalaman negara lain, kita tetap memperkuat 3T 3M supaya kasus tidak kembali menguat terutama menghadapi periode Natal dan Tahun Baru,” ujar Luhut.

Selain itu, kebijakan penggunaan PCR tes ini juga diberlakukan dengan mempertimbangkan risiko penyebaran kasus yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan mobilitas penduduk yang semakin tinggi dalam beberapa minggu terakhir ini. Ia pun meminta agar seluruh pihak belajar dari pengalaman di banyak negara dalam menerapkan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan. Kasus di banyak negara tersebut kemudian meningkat drastis meskipun tingkat vaksinasinya juga jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. 

“Contohnya seperti di Inggris, Belanda, Singapura, dan beberapa negara Eropa lainnya,” tambah dia.

 

 

Karena itu, Luhut meminta masyarakat agar tak emosional dalam menanggapi kebijakan penggunaan tes PCR ini. Ia berjanji akan memberikan penjelasan kepada masyarakat jika terdapat kebijakan yang masih belum dapat dipahami.

Lebih lanjut, ia menyebut secara bertahap penggunaan tes PCR ini juga akan diterapkan pada transportasi lainnya untuk mengantisipasi kenaikan kasus di periode Natal dan Tahun Baru. Luhut menjelaskan, selama periode Natal dan Tahun Baru tahun lalu, meskipun penerbangan ke Bali sudah disyaratkan menggunakan tes PCR, namun mobilitas masyarakat tetap meningkat sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan kasus.

“Mobilitas di Bali saat ini sudah sama dengan Natal dan Tahun Baru tahun lalu, dan akan terus meningkat sampai akhir tahun ini sehingga meningkatkan risiko kenaikan kasus,” jelas Luhut.

 

 

 
Berita Terpopuler