Ilmuwan Temukan Planet Mengorbit Bintang Mati

Ilmuwan berasumsi mungkin saja ada planet bisa bertahan saat matahari hancur.

Sciencepic
Bintang katai putih (ilustrasi).
Rep: Kiki Sakinah Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan mengumumkan temuan pertama planet yang mengorbit bintang katai (bintang yang telah mati). Temuan tersebut disebut menunjukkan bahwa beberapa bagian dunia dalam tata surya kita kemungkinan akan bertahan dari kematian dahsyat matahari sekitar lima miliar tahun dari sekarang.

Baca Juga

Planet yang baru ditemukan itu merupakan raksasa gas seukuran sekitar 40 persen lebih besar dari Jupiter, dan bintang induknya, yang mengorbit dengan kecepatan sangat tinggi di dekat pusat galaksi Bima Sakti.

Planet yang mengorbit di sekitar bintang katai putih yang jauh itu secara tidak sengaja ditemukan selama peristiwa pelensaan mikro gravitasi pada 2010. Namun, untuk waktu yang lama, para astronom tidak tahu apa yang mereka lihat.

Penelitian tentang penemuan planet pertama yang mengorbit di bintang katai ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature pada 13 Oktober 2021.

Pelensaan mikro gravitasi terjadi ketika dua bintang pada jarak yang berbeda dari Bumi untuk sementara sejajar dari perspektif kita. Gravitasi bintang di latar depan bertindak seperti lensa dan memperbesar cahaya dari bintang latar belakang. Jika sebuah planet mengorbit bintang di latar depan, cahaya yang diperbesar akan melengkung sebentar saat planet itu berputar dengan cepat di depan bintang tersebut.

"Untuk mendeteksi suatu objek melalui pelensaan mikro gravitasi, Anda hanya bergantung pada massa objek; Anda tidak memerlukan cahaya yang datang darinya. Kita bisa melihat bahwa ada sebuah objek sekitar setengah massa matahari dengan planet bermassa Jupiter yang mengorbit," kata profesor astrofisika di University of Tasmania di Australia dan direktur Institute of Astrophysics di Paris, Jean-Philippe Beaulieu, kepada Space, dilansir Sabtu (16/10).

Beaulieu juga merupakan rekan penulis makalah baru yang merinci penemuan tersebut. Pada saat itu, para ilmuwan mengira itu hanyalah planet ekstrasurya lain. Beaulieu mengatakan penemuan itu menarik tetapi sama sekali tidak unik.

Akan tetapi, para astronom ingin mempelajari lebih lanjut tentang sistem tersebut dan memutuskan untuk mempelajarinya dengan salah satu teleskop W. M. Keck di Hawaii. Yang mengejutkan mereka, mereka tidak bisa melihat apa-apa.

"Karena objek memiliki setengah massa matahari, teleskop Keck, salah satu teleskop terbaik dari jenisnya, harus dapat mendeteksinya. Tetapi tidak menemukan apa-apa," kata Beaulieu.

Para ilmuwan menyimpulkan bahwa benda misterius yang mengelilingi satu-satunya planet yang mengorbit pastilah lubang hitam atau katai putih, sisa redup bintang yang kehabisan bahan bakar di intinya dan runtuh menjadi bola pendingin superpadat seukuran Bumi.

"Ketika kami melihat rentang massa, itu tipikal populasi katai putih yang kita kenal di galaksi kita," lanjutnya.

Penemuan planet ekstrasurya yang acak tiba-tiba berubah menjadi masalah penting. Sebab, tidak ada katai putih yang ditemukan sebelumnya dengan sebuah planet di orbitnya. Para ilmuwan juga telah berspekulasi selama bertahun-tahun apakah planet bahkan bisa ada di sekitar katai putih.

Para ilmuwan menilai bukan bintang katai putih yang menjadi masalah bagi kelangsungan hidup sebuah planet. Namun, fase raksasa merah sebelumnya, sebuah tahap dalam kehidupan sebagian besar bintang yang membakar hidrogen menjadi helium di intinya 

Saat bintang membakar semua hidrogen di intinya, lapisan luarnya mulai runtuh ke dalam, yang untuk sementara meningkatkan suhu di dalam inti, memungkinkan helium melebur menjadi karbon. Proses ini menghasilkan dorongan luar yang kuat yang memperluas selubung asli bintang beberapa kali. Begitu matahari mencapai fase raksasa merah, kata Beaulieu, Bumi tiba-tiba akan berada di bagian dalam matahari dengan suhu ribuan derajat di permukaannya.

"Tidak akan ada yang tersisa dari Bumi. Tetapi sesuatu seperti Jupiter, yang lebih jauh, bisa bertahan. Beberapa lapisan luarnya akan meledak, tetapi cukup besar untuk bertahan," kata Beaulieu.

Sebelumnya, pemodelan komputer menyarankan bahwa ini mungkin terjadi. Akan tetapi penemuan baru akhirnya memberikan bukti kuat bahwa beberapa planet dapat mempertahankan fase raksana mereka bintang mereka.

Beaulieu berharap dalam waktu dekat, tim mungkin benar-benar dapat melihat katai putih mereka dengan bantuan Teleskop Luar Angkasa Hubble atau Teleskop James Webb yang akan datang, observatorium luar angkasa terbesar yang pernah dibangun. Observatorium ini baru saja disiapkan untuk diluncurkan di Pelabuhan antariksa Eropa di Kourou, Guyana Prancis.

"Kami berharap kami tidak hanya dapat mendeteksinya tetapi juga mengukur luminositas (terangnya cahaya) dan suhunya. Setelah kami memilikinya, kami akan dapat mengetahui usia katai putih dan itu akan memberi tahu kami usia keseluruhan sistem tersebut," tambah Beaulieu.

Seorang ilmuwan peneliti senior di University of Maryland dan Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard milik NASA, yang juga merupakan salah satu penulis makalah baru ini, David Bennett, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dugaan terbaik umat manusia adalah menghuni beberapa bulan Jupiter atau Saturnus.

 

"Jika manusia ingin pindah ke bulan Jupiter atau Saturnus sebelum matahari menggoreng Bumi selama fase super raksasa merahnya, kita akan tetap berada di orbit mengelilingi matahari, meskipun kita tidak akan dapat mengandalkan panas dari matahari sebagai katai putih untuk waktu yang sangat lama," kata Bennett.

 
Berita Terpopuler