Ulama Aljazair Bantah Klaim Macron Soal Ottoman

Macron mengatakan kehadiran Ottoman di Aljazair sama dengan penjajahan.

AP/Thanassis Stavrakis
Ulama Aljazair Bantah Klaim Macron Soal Ottoman. Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, ALJIR -- Asosiasi Ulama Muslim Aljazair menolak klaim Presiden Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini bahwa kehadiran Ottoman (Utsmaniyah) di Aljazair sama dengan penjajahan. Bantahan itu disampaikan oleh ketua asosiasi tersebut, Abdul-Razzaq Qassoum, dalam sebuah kolom surat kabar Al-Basair, Senin (11/10).

Baca Juga

Surat kabar tersebut berafiliasi dengan asosiasi ulama Aljazair ini. "Ottoman (Utsmaniyah) tidak datang ke Aljazair sebagai penjajah kolonial, melainkan (mereka datang) atas undangan Aljazair untuk membantu mereka mengalahkan agresi Tentara Salib Spanyol," kata Qassoum, dilansir di Anadolu Agency, Selasa (12/10).

Ketegangan meningkat antara Prancis dan Aljazair atas pernyataan Macron tentang masa lalu kolonial di negara Afrika Utara itu. Dalam upaya mengurangi sakit dari masa lalu kolonialnya yang mengerikan, Macron mengklaim bahwa di Aljazair ada kolonisasi sebelum pemerintahan kolonial Prancis di negara itu. 

Pernyataan Macron menyinggung pada kehadiran Utsmaniyah di Aljazair antara 1514 dan 1830. Menurut Qassoum, Ottoman, tidak seperti Prancis, tidak membunuh orang Aljazair, menghancurkan tanah mereka atau menjarah kekayaan mereka.

"Orang Aljazair memiliki banyak kekayaan (di bawah Ottoman)," ujar cendekiawan Aljazair itu.

Dia juga menekankan Ottoman tidak memaksakan bahasa mereka pada orang Aljazair atau melawan keyakinan mereka. Sebaliknya, kata Qassoum, pasukan kolonial Prancis membawa 'tragedi' ke Aljazair dan kesengsaraan bagi rakyatnya.

 

"Mereka (Utsmaniyah) tidak melawan keyakinan kami, bahkan Madzhab kami (mazhab hukum Islam) pun tidak," lanjutnya.

Sebelumnya pada akhir September lalu, Macron menyatakan negara Aljazair tidak ada sebelum pemerintahan kolonial Prancis dan bahwa kolonisasi lain mendahului Prancis di negara itu. Pernyataan Macron itu sontak memicu banyak kecaman di Aljazair.

Presiden Aljazair Abdelmedjid Tebboune mengutuk pernyataan Macron sebagai penghinaan yang tidak dapat diterima kepada para pejuang yang telah syahid. Ia juga memanggil Duta Besar negaranya untuk Prancis Antar Daoud untuk konsultasi dan menutup wilayah udara untuk pesawat militer Prancis yang digunakan terakhir dalam operasi anti-terornya di Sahel.

Dalam wawancara yang disiarkan televisi pada Ahad (10/10), Tebboune menceritakan laporan resmi tentang pembantaian Prancis terhadap hampir 4.000 jamaah selama era kolonial 1830-1962. Ribuan jamaah tersebut terbunuh ketika mereka melakukan aksi duduk di dalam Masjid Ottoman yang disebut Ketchaoua dalam upaya menghentikannya agar tidak diubah menjadi gereja.

Aljazair merupakan contoh terbaru dan paling berdarah dari sejarah kolonial Prancis di benua Afrika. Sekitar 1,5 juta orang Aljazair terbunuh dan jutaan lainnya mengungsi dalam perjuangan selama delapan tahun untuk kemerdekaan yang dimulai pada 1954.

Prancis juga telah melakukan genosida budaya terhadap Aljazair sejak 1830, menghancurkan sejarah Ottoman berusia 300 tahun di Aljazair dan identitas lokalnya sendiri, dan juga mengubah banyak monumen budaya dan agama di negara tersebut. Namun, Paris tidak pernah secara resmi meminta maaf kepada Aljazair sebagai sebuah negara atas kebijakan kolonialnya.

 

https://www.aa.com.tr/en/world/algerian-muslim-scholars-refute-macron-s-claims-on-ottomans/2389123

 
Berita Terpopuler