Jerman Bangun Pabrik Bahan Bakar Sintetis untuk Jet
E-kerosene disebut-sebut sebagai bahan bakar masa depan yang ramah iklim
REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman pada hari Senin (5/10) meluncurkan pabrik komersial pertama di dunia untuk membuat minyak tanah sintetis (e-kerosene). E-kerosene disebut-sebut sebagai bahan bakar masa depan yang ramah iklim untuk penerbangan.
Penerbangan saat ini menyumbang sekitar 2,5 persen dari emisi karbon dioksida di seluruh dunia. Sementara bentuk transportasi lain kini beralih dengan energi listrik, cukup sulit untuk membuat pesawat besar bertenaga baterai.
Para ahli mengatakan apa yang disebut bahan bakar e-kerosene dapat membantu memecahkan masalah. E-kerosene bisa mengganti bahan bakar fosil tanpa modifikasi teknis besar pada pesawat.
“Era pembakaran batu bara, minyak dan gas alam akan segera berakhir,” kata Menteri Lingkungan Jerman, Svenja Schulze, pada upacara pemotongan pita untuk pabrik baru tersebut, dilansir di Euronews, Selasa (5/10).
Pembakaran minyak tanah sintetis hanya melepaskan CO2 ke atmosfer sebanyak yang sebelumnya dihilangkan untuk menghasilkan bahan bakar. Proses ini menjadikannya “netral karbon”.
Jumlah bahan bakar yang dapat diproduksi pabrik mulai awal tahun depan sederhana yakni hanya delapan barel per hari, atau sekitar 336 galon bahan bakar jet. Jumlah itu akan cukup untuk mengisi satu pesawat penumpang kecil setiap tiga minggu.
Sebagai perbandingan, total konsumsi bahan bakar maskapai penerbangan komersial di seluruh dunia mencapai 95 miliar galon pada 2019, sebelum pandemi melanda industri perjalanan.
Awalnya, harga minyak tanah sintetis yang diproduksi di Werlte akan jauh lebih tinggi daripada bahan bakar jet biasa. Namun, kepala eksekutif Atmosfair, Dietrich Brockhagen, mengatakan harga 5 euro (Rp 82 ribu) per liter (0,26 galon) dimungkinkan.
"Maskapai penerbangan Lufthansa telah meneliti dan menggunakan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (sustainable avative fuels/SAF) selama bertahun-tahun. Saat ini kami adalah pelanggan terbesar di Eropa. Bahan bakar sintetis dari energi terbarukan adalah minyak tanah masa depan," kata Christina Foester, anggota dewan eksekutif Lufthansa.