Efek Samping Kontrasepsi yang Paling Sering Dikeluhkan

Sebanyak 34 persen putus pakai kontrasepsi terjadi akibat efek samping ringan.

www.freepik.com
Kontrasepsi (ilustrasi). BKKBN mencatat hanya 57 persen dari perempuan usia subur, yakni 15-49 tahun yang telah menikah, menggunakan metode kontrasepsi modern.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan perlu adanya peningkatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) mengenai pentingnya penggunaan kontrasepsi. Terlebih, masih banyak kesalahpahaman tentang efek sampingnya.

Baca Juga

"Sebanyak 34 persen putus pakai kontrasepsi terjadi karena adanya keluhan-keluhan efek samping yang sebetulnya masih bisa ditoleransi," ujar dr. Hasto dalam webinar "Hari Kontrasepsi Sedunia 2021" pada Rabu.

Menurut dr. Hasto, efek samping yang dikeluhkan pengguna kontrasepsi sebetulnya tidak berat. Hanya saja, mereka tidak mendapatkan penjelasan yang benar.

Dr. Hasto mengatakan bahwa total peserta aktif KB di Indonesia saat ini mencapai 36.8 juta jiwa. Namun, hanya 57 persen dari perempuan usia subur, yakni 15-49 tahun yang telah menikah, menggunakan metode kontrasepsi modern.

"Sebanyak 34 persen pengguna KB berhenti menggunakan kontrasepsi karena alasan efek samping berjerawat, rasa mual, sakit kepala, menstruasi tidak teratur, peningkatan berat badan, dan kram perut," ungkap dr. Hasto.

Dr. Hasto menjelaskan, program keluarga berencana berpengaruh pada kualitas Sumber Daya Manusia di masa depan. Sebab, ledakan jumlah penduduk karena banyaknya angka kelahiran yang tidak diinginkan kelak akan menjadi beban negara.

"Ingat, ketika penduduknya surplus maka kualitasnya harus bagus, karena kalau kualitasnya tidak bagus akan jadi beban negara, akan ada kerawanan sosial, akan ada kemiskinan dan juga ancaman bagi negara," kata dr. Hasto.

Surplus usia produktif, menurut dr. Hasto, harus diikuti dengan kualitas SDM yang unggul. Ia mengingatkan, 80 persen kemajuan suatu bangsa, ditentukan oleh SDM.

"Inilah peran kontrasepsi dalam mengantarkan kualitas SDM yang baik," ujarnya.

Dr. Hasto menjelaskan, pemberian edukasi mengenai pentingnya penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk menjaga jarak kelahiran dan mencegah anak stunting. Sebab, jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat memengaruhi kondisi kehamilan, kelahiran, kesehatan ibu dan anak, serta kurang gizi pada anak yang berpengaruh pada perkembangan anak khususnya di 1.000 hari pertama.

"Itulah pentingnya melakukan konseling, kalau mau melahirkan anak jaraknya harus diatur, karena jarak itu sangat menentukan kualitas anak dan kualitas kesehatan ibunya sehingga kita promosi untuk penggunaan alat kontrasepsi itu harus terus dilakukan," kata dr. Hasto.

 
Berita Terpopuler