KH Mandhur Ulama Pejuang dari Temanggung (III)

KH Mandhur diberi amanah sebagai Imam Masjid Agung Darussalam Temanggung.

ANIS EFIZUDIN/ANTARA
Masjid di Temanggung (Ilustrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,  Pada 1950, Belanda telah mengakui kedaulatan Indonesia. Masa revolusi pun usai. Berbagai daerah mulai kembali ke keadaan kondusif. Di Temanggung, Jawa Tengah, seorang ulama lokal KH Mandhur hendak kembali memulihkan Pondok Pesantren al-Falah yang dibangunnya dahulu.

Baca Juga

Ketika NICA rezim Hindia Belanda masih bercokol di Nusantara, konsentrasinya lebih tercurah pada menyokong perjuangan laskar-laskar yang berjibaku mempertahankan negeri.

Akan tetapi, niat Kiai Mandhur belum terlaksana. Sebab, dirinya terlebih dahulu mendapatkan surat perintah dari menteri agama RI saat itu, KH Abdul Wahid Hasyim. Dari Jakarta, surat itu berisi ajakan agar sang kiai bersedia menerima amanah sebagai Imam Masjid Agung Darussalam Temanggung. Dengan berat hati, dirinya pun menyanggupi permintaan itu.

Sejak itu, KH Mandhur pindah dari tempat tinggalnya semula ke pusat Kabupaten Temanggung. Hal itu lantaran dirinya lebih mudah dalam menjalankan pelbagai tugas selaku imam besar. Di sana, mubaligh kelahiran 1862 ini menetap di rumah bekas orang Prancis. Letaknya persis di seberang Masjid Agung Darussalam.

Sebagai imam besar, ia kemudian menghidupkan kembali kegiatan pengajian jamaah tarekatnya. Biasanya, pengajian atau majelis zikir digelar di serambi masjid tersebut. Waktu pengajian digelar setiap malam Jumat. Adapun pengajian umum diadakan setiap Rabu.

 

 

Bersama jamaah tarekatnya, KH Mandhur dapat mendirikan pondok pesantren sendiri. Lokasinya terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya di pusat Temanggung.

Lembaga ini kemudian dikenal sebagai Pondok Pesantren Mujahiddin. Hingga kini, pesantren tersebut masih terus beroperasi. Pemimpinnya sekarang adalah putra sang kiai, yaitu KH Ahmad Bandanuji.

Peran KH Mandhur memberikan warna tersendiri bagi masyarakat Temanggung. Ia sangat dihormati oleh penduduk setempat. Sampai sekarang pun masih banyak masyarakat Temanggung yang membicarakan Kiai Mandhur ketika menjadi imam masjid. Sebab, banyak cara unik yang dilakukannya. Umpamanya, memberikan tanda bunyi sirene ketika akan menyambut bulan suci Ramadhan atau menjelang Idul Fitri.

Pada 4 Rabiul Awal atau bertepatan pada 18 Februari 1980 M KH Mandhur berpulang ke Rahmatullah. Ia meninggal dunia dalam usia 118 tahun. Banyak umat Isam di Temanggung yang ikut melakukan shalat jenazah untuk mengantar kepulangan KH Mandhur. 

Mereka juga mengantarkan ke tempat pengistirahatan terakhirnya di permakaman Dusun Ngebel Desa Kedungumpul Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung. Semua warga Temanggung terutama keluarga, para santri, dan juga masyarakat yang ada di sekitanya mengisakkan tangis yang mendalam karena merasa kehilangan sosok ulama yang menjadi panutannya.

 
Berita Terpopuler