Ujian bagi Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah mendapat ujian berbagai tipu daya oleh kalangan yang beda pendapat.

Anadolu Agency
Ulama (ilustrasi)
Rep: Imas Damayanti Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA – Sikap ahli fikih dalam membela kebenaran di jalan Allah merupakan faktor utama yang menyebabkan mereka tertimpa banyak sekali ujian dan cobaan. Cobaan datang dari tekanan dari penguasa hingga ragam hal, itulah yang sedikit banyak menimpa Imam Abu Hanifah.

Baca Juga

Namun demikian berkat pendirian dan kefakihannya, Imam Abu Hanifah tetap mempertahankan pendirian pandangan keagamaannya dalam landasan fikih. Abul Yazid Abu Zaid Al-Ajami alam buku Akidah Islam Menurut Empat Madzhab menjelaskan bahwa ketika Imam Abu Hanifah meninggal dunia, seluruh rakyat Baghdad melepas kepergian jenazah fakih asal Irak ini ke tempat peristirahatan terakhir.

Bahkan, dijelaskan dalam buku tersebut, jumlah orang yang menshalati jenazahnya mencapai 50 ribu orang. Konon, Abu Ja’far Al-Manshur sendiri menshalati jenazahnya di atas makam setelah dikubur.

Abu Zahrah menyatakan, tak ada satu orang pun yang tahu apakah Al-Manshur melakukan hal tersebut sebagai bentuk pengakuan atas nilai akhlak, agama, dan ketakwaan Abu Hanifah ataukah demi mencari simpati rakyat. Namun kemungkinan, dijelaskan, Al-Manshur menyatukan kedua kemungkinan itu sebab Imam Abu Hanifah memang merupakan sosok yang agung.

Sehingga dengan apa yang dilakukan Al-Manshur itu maka dapat menunjukkan betapa kewibawaan Imam Abu Hanifah sebagai seorang yang fakih benar adanya. Sehingga sosok seperti Al-Manshur yang merupakan khalifah kedua dari Bani Abbasiyah ini menunjukkan penghargaan sebenarnya kepada Imam Abu Hanifah.

 

Ujian bagi Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah mendapat ujian berbagai tipu daya oleh kalangan yang bersebrangan pendapat. Di samping itu dia juga kerap mendapat ujian dari para pemimpin dan khalifah karena bersebrangan dengan langkah politik yang diambil untuk rakyat. 

Di era Bani Umayah, Imam Abu Hanifah mendapat ujian. Yakni saat kalangan Umawiyah merasa Imam Abu Hanifah bersikap loyal terhadap Alawiyin (para pengikut Sayyidina Ali bin Abi Thalib) karena Imam Abu Hanifah menyampaikan aib dan kezaliman-kezaliman penguasa Umawiyah.

Al-Makki menuturkan sebagai berikut, “Ibnu Hubairah menjabat sebagai gubernur Kufah di masa Bani Umayah. Saat itu muncul berbagai fitnah (penyimpangan) di Irak. Kemudian para ahli fikih Irak mengadakan perkumpulan, di antara mereka terdapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Subrumah, dan Dawud bin Abu Hind.

Setelah itu mereka semua pulang dan mengingkari langkah yang diambil Ibnu Hubairah. Dia kemudian mengirim utusan untuk menemui Abu Hanifah dengan maksud menyerahkan wewenang kepadanya, keputusan apapun tidak akan dilaksanakan tanpa seizin Abu Hanifah.

Sehingga tidak boleh sepeser pun uang dari Baitul Mal keluar tanpa seizinnya. Namun Imam Abu Hanifah menolak tawaran itu. Maka kemudian Ibnu Hubairah bersumpah untuk menyiksanya jika dia tidak mau menerima tawaran tersebut. 

Para ulama fikih itu berkata kepada Imam Abu Hanifah, ‘Kami menyumpahmu dengan nama Allah, jangan engkau binasakan dirimu, kami semua saudaramu. Kami semua tidak menyukai hal ini, namun engkau tidak memiliki pilihan lain,’.

 

Imam Abu Hanifah pun menjawab, ‘Andai pun dia memintaku membuatkan pintu-pintu masjid untuknya, tidak akan aku lakukan hal itu. Jika dia menginginkanku memutuskan untuk membunuh seseorang lalu aku stempel keputusan tersebut, demi Allah aku tidak akan melakukan hal itu selamanya,”. Akhirnya Imam Abu Hanifah ditahan dan disiksa selama beberapa hari tanpa henti. Hal ini lantaran beliau berpegang teguh terhadap pendirian yang berdasarkan pada prinsip dan nilai-nilai agama.

 
Berita Terpopuler