Jazz Gunung Bromo Bisa Jadi Patokan Konser Kala Pandemi

Jazz Gunung Bromo pada 25 September menjadi konser luar ruang pertama era pandemi.

Antara/Umarul Faruq
Penonton menyaksikan penampilan salah satu musisi jazz dalam Jazz Gunung bromo 2019 di Jiwa Jawa Resort Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (26/7/2019).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rahma Sulistya, Andri Saubani, Antara

Lelah dan jengah, mungkin itu kata yang pas untuk seluruh masyarakat dunia saat pandemi. Semua sudah rindu dengan nuansa normal pergi ke bioskop, ke mal, dan hingga konser.

Seni pertunjukan, termasuk konser menjadi salah satu sektor dunia hiburan yang terpuruk selama pandemi. Setelah hampir dua tahun tiarap, konser luar ruang pertama sepertinya akan menjadi oase lewat gelaran Jazz Gunung Bromo, pada 25 September 2021 nanti.

Jazz Gunung Bromo sudah menjadi salah satu National Calendar of Event, atau yang tahun ini dikenal dengan Kharisma Event Nusantara dari Kemenparekraf. Dalam kondisi pandemi, festival ini ditantang untuk dapat beradaptasi dan memberikan dampak yang berarti bagi ekosistemnya.

Baca Juga

“Kita harus hidup berdampingan dengan pandemi. Kita kehilangan bagaimana menikmati musik, terutama pecinta jazz disajikan secara langsung. Lalu wisata yang menjadi andalan perekonomian kita juga harus turut digerakkan,” kata kata Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, dalam konferensi pers virtual Jazz Gunung Bromo 2021, Kamis (23/9).

Jazz Gunung Bromo pada hakikatnya untuk mengembalikan dan mengingatkan bahwa wisata adalah  salah satu yang mendatangkan devisa dan perekonomian masyarakat lokal untuk bergerak. Itu perpaduan yang baik antara musik dan pariwisata.

Penyelenggaraan Jazz Gunung Bromo 2021 akan menjadi simbol kebangkitan pariwisata Indonesia sekaligus kebangkitan perekonomian nasional. Alasannya, event ini mampu menggairahkan kembali sektor pariwisata dan ekonomi kreatif seperti hotel, restoran, pedagang, penyewaan mobil, dan pelaku industri wisata lainnya di kawasan Probolinggo.

Selain itu para artis dan pekerja seni, termasuk sektor pendukungnya seperti teknisi, sound engineer, dan rekan pekerja lainnya, juga akan mendapatkan kesempatan tampil dan bekerja kembali setelah setahun lebih terpuruk tidak bisa bekerja karena pandemi.

“Saat ini yang kita butuhkan adalah saling support, saling percaya, dan saling doa lalu tetap menjalankan prokes yang baik agar semua elemen dalam ekosistem ini bergerak kembali,” kata penampil dan kurator Jazz Gunung Indonesia, Bintang Indrianto, dalam kesempatan yang sama.

Penyelenggaraan Jazz Gunung Bromo 2021 juga akan menjadi benchmark dan standar penyelenggaraan konser musik di tempat terbuka, dengan protokol yang sangat ketat dan disiplin.

Semua orang yang berada di kawasan amfiteater pertunjukan Jazz Gunung Bromo 2021 wajib memakai masker berstandar SNI. Sebelum masuk ke venue penonton yang dibatasi maksimal 500 orang akan melakukan tes antigen oleh Gerakan Sejuta Tes Antigen. Mereka pun wajib sudah divaksinasi. Penyelenggara juga menyediakan tempat cuci tangan dan hand sanitizer dalam jumlah yang memadai.

“Dengan penyelenggaraan Jazz Gunung Bromo 2021 ini, kami ingin menegaskan bahwa kita harus siap untuk bangkit dan beradaptasi dengan pandemi dan peraturan PPKM. Pertunjukkan ini akan menjadi semacam showcase, bagaimana kolaborasi pemerintah dan kelompok masyarakat menyelenggarakan konser di tengah pandemi,” ungkap penggagas Jazz Gunung Indonesia dan juga Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM), Sigit Pramono.

Dengan disiplin dari semua pihak dan vaksinasi, pihak panitia meyakini akan mampu menyelamatkan ekonomi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif secara bersama-sama.

“Musisi dan seniman saat ini sangat disiplin, kami bergerak dan beradaptasi dengan prokes yang berlaku demi berjalannya kembali industri musik seperti sebelum pandemi melanda. Semoga Jazz Gunung Bromo jadi satu momentum percontohan event lain untuk bisa juga beradaptasi,” kata salah satu penampil yang juga gitaris, Dewa Budjana.

Dalam hal pembukaan kembali sektor pariwisata, di mana seni pertunjukan termasuk konser masuk di dalamnya, Indonesia terbilang tertinggal dari negara lain. Penyebabnya, kasus Covid-19 di Indonesia baru belakangan bisa dikendalikan dan capaian vaksinasi yang masih sangat lambat.

Festival musik Lollapalooza yang digelar di Chicago, Amerika Serikat (AS), pada 29 Juli-1 Agustus lalu contohnya, mematahkan prediksi pakar kesehatan, epidemiolog dan ahli lainnya bahwa rangkaian konser dengan total pengunjung mencapai 385 ribu orang itu akan menjadi superspreader event Covid-19. Dua pekan setelah festival berlalu, pada Kamis (12/8), otoritas kesehatan Chicago mengumumkan ‘hanya’ menemukan 203 kasus Covid-19 terkait Lollapalooza.

Lollapalooza adalah festival musik pertama di AS yang digelar pada era pandemi. Bagi panitia penyelenggara dan otoritas Chicago yang memberikan lampu hijau izin festival, Lollapalooza tahun ini adalah ‘perjudian’ dengan hasil yang sukses besar.

Lantas, bagaimana bisa, Lollapalooza yang dihadiri oleh mayoritas pengunjungnya tak bermasker, bisa membuat ramalan para ahli kesehatan meleset?

Menurut Wali Kota Chicago, Lori Lightfoot, kunci keberhasilan Lollapalozaa adalah penerapan syarat protokol kesehatan bagi pengunjung festival. Tak sekadar harus memegang tiket, calon penonton Lollapalooza juga mesti bisa membuktikan bahwa mereka sudah divaksinasi atau bisa membuktikan bahwa mereka negatif Covid-19 berdasarkan tes terbaru.

"90 persen dari 385 ribuan penonton Lollapalooza sudah divaksinasi," kata Lori dikutip media lokal setempat.

Dua kunci utama sukses Lollapalooza yakni penerapan prokes ketat dan syarat vaksinasi atau hasil tes negatif Covid-19 bagi calon penonton, bisa ditiru para pemangku kepentingan dunia seni pertunjukan di Indonesia. Seiring dengan upaya pemerintah menggenjot capaian vaksinasi, para stakeholder dunia hiburan sudah saatnya bersiap menyambut era normal baru dengan berbagai persiapan sarana dan prasarana.

Pada Kamis (23/9), Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, terdapat sejumlah pedoman penyelenggaraan kegiatan dan pertemuan besar, termasuk konser.

"Pertemuan atau kegiatan besar umumnya ditandai dengan jumlah partisipan atau undangan yang besar dengan asal dari berbagai tempat, umumnya telah direncanakan baik dari aspek penginapan, penyusunan staf, sistem ticketing, keamanan dan mobilitas jarak jauh," kata Wiku dalam konferensi pers daring yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan, contoh jenis ini di antaranya adalah konferensi, pameran dagang, acara olahraga, festival, konser, pesta maupun acara pernikahan yang besar. Wiku memaparkan, terdapat lima pedoman sebelum agenda berlangsung.

Pertama, edukasi kesehatan yang cukup bagi seluruh partisipan dan memastikan memiliki pemahaman yang sama khususnya kiat-kiat mencegah penularan. Kedua, menyusun pedoman pelaksanaan acara yang telah dilengkapi rencana kontijensi, yaitu melarang partisipan yang positif selama rangkaian acara melanjutkan aktivitasnya, dan harus segera dirujuk di area khusus karantina atau isolasi yang telah disediakan.

Ketiga, memastikan fasilitas dan sarana prasarana mendukung penerapan protokol kesehatan. Misalnya, tata letak acara yang memudahkan partisipan menjaga jarak minimal satu setengah meter. Keempat, membuat panitia khusus yang bertanggung jawab menegakkan protokol kesehatan saat acara berlangsung.

Kelima, membangun kemitraan dengan pemerintah dan fasilitas kesehatan setempat, khususnya kesiapan menghadapi jika terjadi kemunculan banyak kasus. Untuk saat acara berlangsung, Wiku mengatakan, terdapat tujuh pedoman.

Pertama, mengikuti perkembangan kasus Covid-19 secara aktual, khususnya data daerah di mana acara berlangsung. Kedua, memastikan skrining kesehatan dilakukan tepat sebelum acara berlangsung. Ketiga, memastikan alat atau material kesehatan pendukung seperti hand sanitizer atau sabun cuci tangan dan masker cukup dan mudah terakses saat acara.

Keempat, melakukan promosi kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) selama acara berlangsung secara konsisten. Kelima, panitia khusus yang telah terbentuk harus memastikan pedoman pelaksanaan protokol kesehatan ditegakkan.

Keenam, memastikan setiap partisipan mematuhi protokol kesehatan termasuk di luar wilayah acara. Misalnya, saat di tempat penginapan dan saat bepergian. Dan ketujuh, segera merujuk kasus positif yang terdeteksi selama acara untuk isolasi maupun perawatan.

Sementara untuk pedoman setelah acara, Wiku meminta agar penyelenggara dapat memastikan tidak ada kasus positif yang lolos untuk kembali ke daerah asal agar tidak terjadi perluasan penularan.

 

Penurunan kasus Covid-19 - (Republika)

 

 
Berita Terpopuler