Habis PTM, Terbitlah Klaster Sekolah

PTM di Purbalingga dan Jepara dihentikan setelah puluhan siswa positif Covid-19.

ANTARA/Makna Zaezar
Guru mengukur suhu tubuh siswa SD sebelum melakukan pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) di SD Negeri Kantan Muara 1, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Senin (20/9). Di Purbalingga dan Jepara, PTM dihentikan sementara setelah puluhan siswa terkonfirmasi positif Covid-19. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bowo Pribadi, Ronggo Astungkoro, Febrianto Adi Saputro, Antara

Kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng) dihentikan sementara, menyusul temuan 90 siswa SMPN 4 Mrebet positif Covid-19. Kondisi tersebut diketahui setelah digelarnya kegiatan tes massal antigen yang diselenggarakan oleh puskesmas setempat.

"Untuk sementara waktu, seluruh pelaksanaan PTM terbatas dihentikan hingga adanya evaluasi lebih lanjut," kata Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi di Purbalingga, Selasa (22/9).

Menurut Dyah, pihaknya langsung melakukan evaluasi menyeluruh dan memastikan kesiapan protokol kesehatan sebelum memulai kembali kegiatan PTM terbatas. Bupati mengklaim, selama ini pihaknya telah membuat aturan ketat untuk pelaksanaan PTM terbatas.

Pada Rabu (22/9), Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Purbalingga, memperbarui informasi bahwa, tes antigen yang dilakukan terhadap 61 siswa SMPN 3 Mrebet juga menunjukkan hasil positif Covid-19.

"Jika sebelumnya ada 90 siswa SMPN 4 Mrebet yang menjalani isolasi karena hasil tes cepat antigen mereka menunjukkan positif Covid-19. Kini, 61 siswa lainnya dari SMPN 3 Mrebet juga menunjukkan hasil positif," kata Kepala Dinkes Kabupaten Purbalingga Hanung Wikantono di Purbalingga, Rabu.

Hanung mengatakan, pada saat ini Tim Satgas Covid-19 Purbalingga sedang melakukan tindakan respons cepat untuk menangani kejadian tersebut. Respons cepat mulai menyediakan isolasi terpusat, melakukan penyemprotan disinfektan di gedung sekolah, melakukan koordinasi lintas sektor, menyiapkan tes PCR hingga menyiapkan langkah pelacakan jika hasil tes PCR terkonfirmasi positif.

Kasus Blora

Di Kabupaten Blora, Jateng, ditemukan juga kasus Covid-19 di delapan sekolah. Namun, Dinkes Provinsi Jateng membantah bahwa kasus-kasus Covid-19 itu adalah klaster PTM.

Baca Juga

Kepala Dinkes Jateng, Yulianto Prabowo mengatakan, di Blora memang dilakukan skrining terlebih dahulu sebelum digelarnya PTM. Ia justru mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora dalam menyambut PTM dengan melakukan skrining terlebih dahulu terhadap guru dan siswanya dan itu dilakukan di delapan sekolah.

"Jadi bukan klaster PTM, dan itu menularnya bukan di sekolah,” ungkapnya, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (21/9).

Yulianto juga tidak memungkiri, telah mendapat laporan adanya klaster di salah satu MTs yang ada di Kabupaten Jepara. Setelah dilakukan skrining ada sekitar 25 siswa dan tiga orang guru yang dinyatakan positif dan semuanya tanpa gejala.

Kini, mereka yang dinyatakan positif telah dilakukan isolasi semuanya, bahkan beberapa diantaranya sudah sembuh. “Selain itu, aktivitas PTM di sekolah tersebut juga sementara dihentikan lagi,” lanjutnya.

Terkait dengan temuan kasus di Kabupaten Blora juga diamini oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Pascamenerima laporan ia langsung koordinasi dengan Bupati Blora untuk memastikan.

“Ada SMK, MTs, SD dan SMP, komplet ,” jelasnya.

Selain itu, lanjut gubernur, temuan kasus di Kabupaten Blora semuanya dari guru. Maka, ia pun memerintahkan seluruh kepala Dinas Pendidikan di daerahnya harus dilakukan pengecekan guna memastikan guru sendiri punya kesadaran untuk sehat.

Adapun untuk temuan klaster PTM di Kabupaten Purbalingga, Ganjar mengatakan, sudah meminta Pemkab Purbalingga bertindak cepat. Ganjar minta segera dilakukan pelacakan terhadap 90 siswa yang dinyatakan positif Covid-19.

"Bupati sudah memutuskan PTM di Purbalingga dihentikan semuanya. Saya minta dilakukan tracing, dicari penyebabnya dari mana, masuknya seperti apa agar bisa segera tertangani dengan benar," kata Ganjar, di Semarang, Rabu (22/9).

Menurut gubernur, kasus di Purbalingga ini menjadi peringatan untuk semua daerah di Jateng. Sebab berdasarkan penelusuran, juga  diketahui sejumlah sekolah di Purbalingga menggelar PTM tanpa izin.

Menurut informasi bupati, prinsipnya Pemkab Purbalingga memang belum membuka PTM. "Maka saya tekankan, kenapa penting setiap sekolah yang ingin menyelenggarakan PTM untuk lapor dulu, supaya bisa dimonitor dan dipantau pelaksanaannya," tegas Ganjar.

Lebih lanjut Ganjar juga meminta setiap daerah tegas mengambil tindakan jika ada sekolah yang menggelar PTM tanpa ada izin. Bahkan ia ingin masing- masing pemèrintah daerah tidak segan- segan untuk membubarkan PTM jika belum izin.

"Yang tidak lapor, bubarkan. Ini menjadi pembelajaran buat kita semua. Seluruh sekolah baik negeri maupun swasta, siapapun yang menggelar PTM tolong laporkan agar kami bisa melakukan pengecekan dan monitoring sejak awal," tegasnya.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan data, hingga 20 September 2021 ada 2,78 persen satuan pendidikan penyelenggara PTM terbatas yang menjadi klaster Covid-19. Jika dilihat dari total jumlah sekolah yang sudah melakukan PTM terbatas, klaster Covid-19 ada di 1.296 sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Kasus penularan itu kira-kira 2,8 persen yang melaporkan," ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, dalam diskusi daring yang dikutip dari Youtube, Rabu, (22/9).

Berdasarkan data yang dia paparkan, total sekolah yang sudah melakukan PTM terbatas dan menjadi responden survei pelaporan tersebut ada 46.580 sekolah. Jumlah tersebut sudah mencakup seluruh jenjang yang ada, mulai dari PAUD, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.296 sekolah menyatakan ada klaster Covid-19 pada pelaksanaan PTM terbatas yang telah dilakukan. Klaster Covid-19 itu terdiri dari 7.307 pengajar dan tenaga kependidikan (PTK) serta 15.429 peserta didik yang berstatus positif Covid-19.

Jumeri juga menjelaskan, vaksinasi pelajar usia 12-17 tahun baru berjalan 12 persen dari total 26,7 juta anak untuk vaksin pertama. Jumlah tersebut, kata dia, terbilang sangat rendah.

"Baru kira-kira 12 persen vaksin satu dan sembilan atau 10 persen di vaksin tahap kedua. Jadi masih sangat rendah. Kalau kita menunggu sampai tuntasnya 26,7 juta, maka mungkin butuh waktu lebih lama lagi untuk bisa mengakselerasi pembelajaran tatap muka," terang Jumeri.

Dia juga mengungkapkan, vaksinasi untuk pengajar dan tenaga kependidikan (PTK) kini sudah mencapai 62 persen untuk vaksin tahap pertama. Sementara untuk vaksin tahap kedua sudah mencapai sekitar 40 persen.

"Secara nasional yang tertinggi memang di DIY, kemudian termasuk DKI sudah tinggi vaksinasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Kemudian yang terendah di Maluku Utara," jelas dia.

Melihat itu, dia menyatakan, upaya percepatan vaksinasi terus dilakukan. Jumeri menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan sudah terjadi sebuah komitmen yang menyatakan percepatan vaksinasi itu dapat dipercepat akhir bulan ini.

"Sudah ada komitmen bahwa di akhir bulan ini insyaallah vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan bisa dipercepat," tutur Jumeri.

In Picture: Percepatan Vaksinasi Covid-19 Bagi Pelajar

Petugas medis menyuntikkan vaksin ke seorang pelajar pada vaksinasi COVID-19 di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (21/9/2021). Pemerintah mempercepat pelaksanaan vaksinasi COVID-19 bagi pelajar sebagai syarat menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di wilayah di luar zona merah dan hingga hari ini (21/9) realisasinya sudah mencapai 3,37 juta pelajar atau 12,62 persen vaksin dosis pertama dan 2,3 juta pelajar atau 8,63 persen vaksis dosis kedua dari 26,7 juta sasaran pelajar. - (Antara/Basri Marzuki)

Ketua DPR RI Puan Maharani, mengingatkan agar sekolah tidak memaksakan menggelar PTM jika belum memenuhi kriteria. Menurutnya, keselamatan siswa dan lingkungan sekolah harus diutamakan.

"Keselamatan siswa, guru dan lingkungan sekolah adalah hal yang pertama dan utama. Jadi sekolah yang belum memenuhi syarat jangan mencuri start PTM karena hanya akan membahayakan keselamatan siswa," kata Puan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/9).

Hal tersebut disampaikan Puan menyusul adanya laporan sejumlah sekolah yang telah menggelar PTM walaupun belum memenuhi syarat seperti di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bahkan di sebuah SMP di Purbalingga menjadi klaster penularan Covid-19 dengan 90 siswa yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Menurutnya, pedoman dari pemerintah terkait syarat dan ketentuan PTM, yakni Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri, sudah dibuat dengan sangat matang dengan memperhitungkan segala risikonya. Sehingga, menurutnya jika ada sekolah yang melanggar maka berisiko membahayakan keselamatan siswa dan pengajar.

"Pemda harus mengawasi ketat agar tidak ada lagi sekolah yang mencuri start PTM," ujar Puan.

Adapun, Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, mengingatkan pemerintah, agar vaksinasi terhadap guru tetap diprioritaskan.

"Ya kalau yang lain saja diprioritaskan, menurut saya sih tetap, menurut saya secara pribadi guru menjadi prioritas utama kalau pembelajaran tatap muka mau diadakan," kata Fikri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/9).

Menurutnya, guru rentan terpapar Covid-19 mengingat usia dan komorbid. Sehingga, kalau ada pelonggaran syarat melakukan PTM, vaksinasi guru tetap harus diutamakan.

"Guru dan tenaga pendidikan menurut saya diutamakan, disegerakan, didahulukan, diprioritaskan," ujarnya.

Politikus PKS itu juga mengimbau agar pemerintah tidak instruktif terkait kebijakan penyelenggaraan PTM, melainkan fasilitatif. Dengan demikian , kehadiran negara dapat lebih dirasakan.

"Kekurangannya apa, apakah infrastruktur sarana dan prasarana masih kurang dan seterusnya, maka bisa enggak diakseskan, masih ada nggak anggarannya. Kalau bisa digelontorkan dari pusat kenapa tidak misalnya," jelasnya.

Tips sekolah tatap muka agar tetap aman. - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler