Tes P3K, Jangan PHP-in Guru Honorer

Pascates, kekecewaan banyak dirasakan oleh peserta.

.
Rep: Dhevy Hakim Red: Retizen

Tes P3K, Jangan PHP-in Guru Honorer

Oleh: Dhevy Hakim

Tes P3K (Pegawai Pemerintah dengan Pernjanjian Kerja) untuk guru honorer tahap satu sudah terlaksana pada tanggal 13-17 September 2021. Sayangnya, pasca tes, kekecewaan banyak dirasakan oleh peserta. Akun Instagram Mendikbudristek Nadiem Makarim pun dibanjiri protes dari guru honorer, bahkan ada yang berkomentar “Sistemmu Tidak Manusiawi”. (18/9)

Kritikan tak luput berdatangan dari berbagai kalangan, salah satunya dari politikus. Irwan Fecho, Wasekjen DPP Partai Demokrat. Beliau mengkritik pengangkatan proses guru honorer semestinya dilakukan berdasarkan masa pengabdian bukan dengan tes P3K. Jika semua diseleksi melalui tes maka guru honorer yang berusia tua akan kalah bersaing dengan guru yang masih muda masa pengabdiannya.

Ya, semestinya tes seleksi yang dilakukan memperhatikan usia peserta, praktis dan realistis. Bagi guru honorer berusia di atas 50 tahun, sangat berat menyelesaikan soal seleksi yang begitu banyak. Berdasarkan laman resmi Kementerian PAN-RB, tes P3K tahun ini jumlah soalnya sebanyak 155 soal. Rincian, 100 soal Kompetensi Teknis dengan waktu 120 menit, 25 soal Kompetensi Manajerial dan 20 soal Kompetensi Sosial Kultural selama 40 menit dan 10 soal untuk wawancara berbasis komputer selama 10 menit.

Di sisi lain, seperti tidak realistis saja. Sudahlah passing grade terlalu tinggi, jumlah soal tak sebanding durasi. Apalagi menurut peserta tes, satu soal saja narasi yang harus dibaca sangat panjang. Bahkan ada komentar soal dari tryout sangat berbeda dengan seleksi tes yang sebenarnya.

Selain itu seleksi yang dilakukan bertahap sebenarnya tidak praktis. Pemangku kebijakan semestinya memahami untuk tidak semua peserta berdomisili dekat dengan lokasi tes. Bahkan harus rela bermalam dengan bekal seadanya. Tidak bisa dibayangkan betapa makin susahnya jika harus melakukan tes kembali pada tahap seleksi berikutnya.

Seyogyanya, nasib pendidik ddiperhatika yakni mendapatkan jaminan kesejahteraan. Jangan sampai seleksi P3K ini seperti menaruh harapan palsu saja. Seolah membawa nafas baru, nyatanya tes seleksi berbelit, susah dan tidak realistis. Peserta pun banyak yang tidak lolos.

Sebagimana amanat undang-undang, bahwasannya pendidikan adalah hak setiap warga negara, tentu pendidik lebih dahulu diperhatikan. Oleh karenanya perlu adanya mekanisme tes seleksi yang baru dan kebijakan khusus untuk guru honorer berusia di atas 50 tahun. Pengabdian berpuluh-puluh tahun diberikan oleh guru honorer usia lanjut sejatinya sudah menunjukkan kompetensi. Tidak perlu mengadakan seleksi yang justru mempersulit para guru honorer. Pengangkatan guru menjadi ASN bisa saja dilakukan lewat seleksi yang lebih bijaksana, manusia dan nyata.

 
Berita Terpopuler