Pandemi Covid-19 Membaik, Bansos Tunai tak Dilanjutkan

Mensos Tri Rismaharani memastikan bansos tunai Rp 300 ribu berakhir Juni 2021.

ANTARA/AKBAR TADO
Warga memperlihatkan uang usai menerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) di desa Toabo, Mamuju, Sulawesi Barat, Rabu (25/08/2021). Penyaluran BLT Dana Desa sebesar Rp300 ribu bagi setiap penerima bertujuan untuk meringankan perekonomian masyarakat pada masa pandemi COVID-19 di daerah tersebut .
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Novita Intan, Antara

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini pada hari ini mengungkapkan, bahwa program bantuan sosial tunai (BST) sebesar Rp 300 ribu per bulan hanya berlangsung selama enam bulan pada Januari - Juni 2021. Program yang dirancang untuk meringankan warga terdampak pandemi Covid-19 itu tidak akan berlanjut.

Baca Juga

"No, no, no (BST tidak dilanjutkan). Kemarin awal 2021 kan cuma 4 bulan, Januari sampai April. Lalu ditambah 2 bulan karena ada PPKM Darurat, Mei sampai Juni," kata Risma kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (21/9).

Risma mengatakan, program BST memang dirancang karena adanya pandemi Covid-19. Penerima BST ditargetkan sebanyak 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

"Penyalurannya rata-rata di atas 95 persen semua," kata Risma menjawab realisasi penyaluran program BST dan program bansos lainnya.

Berbicara terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pun menyatakan program BST untuk warga Jakarta untuk sementara hanya sampai tahap enam atau sampai dengan Juni 2021. Meski demikian, Riza menyebut pihak Pemprov DKI Jakarta masih menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah pusat.

"Sementara bansos sampai tahap enam saja, sambil menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Keputusannya ada di pemerintah pusat," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Senin.

Riza memastikan, Pemprov DKI Jakarta akan kembali menyiapkan anggaran apabila pemerintah pusat memutuskan untuk melanjutkan penyaluran BST.

"Ada tidak ada (anggaran) kalau sudah menjadi keputusan harus dicarikan," ujar dia.

Sebelumnya, Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta mengumumkan BST hanya disalurkan sampai tahap enam untuk penyaluran pada Juni 2021. "Kepada penerima manfaat program Bantuan Sosial Tunai (BST) yang kami hormati, dengan ini kami informasikan, penyaluran dana BST hanya dilakukan sampai bulan Juni 2021," tulis Dinas Sosal DKI Jakarta dalam sosial medianya, Rabu (15/9).

 

 

Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan, kondisi pandemi saat ini relatif telah membaik. Terlebih, saat ini Jakarta telah berstatus PPKM Level 3 sehingga terdapat sejumlah penyesuaian untuk tempat usaha.

"Keinginan masyarakat itu kembali dibuka kebebasan berusaha. Mereka berikhtiar dengan protokol kesehatan ketat dan bisa leluasa mencari nafkah," ucap dia.

Pada awal Juli lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, BST akan dilanjutkan selama dua bulan yakni pada Juli sampai Agustus 2021. Pemerintah pun mengalokasikan anggaran BST sebesar Rp 6,1 triliun selama pemberlakuan PPKM.

Maka demikian, penyaluran dua bulan ke depan akan melanjutkan data sebelumnya yang belum terpenuhi terlebih dahulu, sehingga secara keseluruhan sepanjang tahun ini, anggaran bantuan sosial tunai mencapai Rp 18,04 triliun.

"Nanti kalau sudah dipenuhi hingga 10 juta itu, anggaran disediakan lagi untuk 10 juta ini Rp 6,1 triliun," ucapnya.

Sri Mulyani juga memastikan anggaran APBN telah disiapkan untuk melanjutkan bantuan sosial tunai kepada masyarakat kelas menengah ke bawah ini. Adapun penerima ini merupakan mereka yang belum masuk dalam program kartu sembako dan PKH, memiliki KTP dan NIK serta nomor telepon yang bisa dihubungi.

“BST diperpanjang dua bulan, terutama untuk meringankan masyarakat yang terdampak PPKM Darurat,” ucapnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani juga menegaskan, bahwa bansos dapat mengurangi kemiskinan masyarakat akibat pukulan pandemi Covid-19.

“Apabila pemerintah tidak melakukan pembangkitan bansos maka tingkat kemiskinan Indonesia melonjak 11,8 persen,” ujarnya saat konferensi pers virtual APBN KiTa, Selasa (23/2).

Sri Mulyani menyebut, bantuan sosial membantu sekitar 30 persen masyarakat miskin. Apabila tidak diperhatikan maka konsumsi rumah tangga bisa turun menjadi tujuh persen.

Namun, menurutnya, bantuan sosial tidak menjadi satu-satunya untuk mengembalikan perekonomian Indonesia. Pemerintah pun berharap terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga kelas menengah dan atas.

“Menahan belanja bukan karena pendapatan yang menurun tapi tidak bisa melakukan aktivitas,” ucapnya.

Dalam Rapat Kerja dengan Komite III DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (21/9), Mensos Tri Rismaharini mengatakan, pihaknya masih terus melakukan perbaikan data penerima bansos. Dalam prosesnya, pihaknya menemukan adanya penerima bansos yang justru tinggal di rumah yang besar.

Risma menerangkan, proses perbaikan data dilakukan tak hanya mengacu pada data yang diserahkan pemerintah daerah, tapi juga pada data dalam fitur “usul” dan “sanggah” Aplikasi Cek Bansos. Fitur itu dibuat karena adanya orang yang berhak mendapatkan bantuan tapi tidak dapat (exclusion error) dan sebaliknya (inclusion error).

"Jadi kami punya Program Usul Sanggah. Kalau misalkan di daerah itu ada yang tidak berhak (karena) sudah kaya, maka (warga lainnya) boleh menyanggah dia," kata Risma saat

Risma menambahkan, proses perbaikan data juga dengan menggabungkan data penerima bansos yang sudah ada dengan data geospasial. Alhasil, data itu bisa menunjukkan bagaimana bentuk rumah para penerima bansos.

"Data di tengah-tengah kota (seperti) di Jakarta, Surabaya, dan Medan itu kami tahu. (Ada) rumah besar-besar menerima bansos itu, kami tahu," ungkap Risma.

Hasil penggabungan data fitur Usul Sanggah dan data geospasial itu, kata Risma, akan ditindaklanjuti dengan menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan verifikasi ulang. "Sekarang sedang kita siapakan datanya, nanti akan ada yang turun (mengecek)," kata dia.

Sebelumnya, Risma menyatakan, dirinya menetapkan data terbaru penerima bansos sekali dalam sebulan. Oleh karenanya, ia meminta pemerintah daerah (pemda) juga bekerja cepat memperbarui data, sehingga penyaluran bansos bisa tepat sasaran.

"Kami di Kementerian Sosial bekerja melakukan pembaruan data. Saya menerbitkan SK (surat keputusan pengesahan data kemiskinan) setiap bulan. Jadi kalau dari daerah bisa mengimbangi akan sangat bermanfaat bagi penerima bantuan," kata Risma dalam siaran persnya, Rabu (8/9).

Risma menyebut, pemda harus aktif dan serius dalam melakukan pemutakhiran data karena kondisi kemiskinan bersifat sangat dinamis. "Ada yang pindah, meninggal dunia, ada yang mungkin sudah meningkat ekonominya sehingga tidak layak lagi menerima,” ujarnya.

Risma mengakui, dirinya banyak mendapat laporan terkait persoalan data bansos. Mulai dari bansos yang tak tepat sasaran, terkendala penyaluran, dan bahkan tak tersalurkan sama sekali.

Salah satu contohnya ada di Desa Ambang Dua, Kecamatan Bolaang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Beberapa waktu lalu, kata Risma, kepala desa itu memasukkan namanya sendiri sebagai penerima bansos.

"Saya juga menjumpai ada penerima bantuan yang rumahnya saja lebih besar dari rumah dinas saya,” ungkap Risma.

Dengan semua persoalan itu, lanjut dia, pemutakhiran data menjadi sangat krusial. Pemda harus memastikan proses verifikasi dan validasi data berjenjang berjalan efektif. Mulai dari musyawarah desa/kelurahan, kemudian data naik ke kecamatan hingga ke kabupaten/kota.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (16/9) pekan lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan, kepentingan politik kepala daerah kerap menghambat perbaikan data penerima bansos. Kepala daerah acap bermain dengan data demi memoles citra kepemimpinannya.

Suharso menjelaskan, pembaharuan data calon penerima bansos atau perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dimandatkan peraturan perundang-undangan setiap enam bulan sekali. Proses pembaharuannya merupakan tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian Sosial.

"Tetapi, kadang-kadang itu (pembaharuan data) menjadi isu politik karena kalau ingin mengatakan dirinya sukses, tingkat kemiskinan (disebut) turun. Tapi, ketika dia mau minta bantuan, dia bilang (tingkat kemiskinan) naik," kata Suhars.

Oleh karenanya, kata dia, proses perbaikan data penerima bansos harus dilakukan secara cermat dan teliti. "Dalam kehati-hatian itulah kita sedang bekerja," kata politisi PPP itu.

Selain adanya kepentingan politik yang mempengaruhi, lanjut dia, ada juga persoalan teknis yang jadi kendala. Misalnya, terkait metode pengumpulan data dan pengujian validasi data.

"Oleh karena itu, kami sedang mengajak BPS (Badan Pusat Statistik) membantu Kemensos supaya strukturnya itu benar," kata Suharso yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Satu Data Indonesia itu.

Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler