Serangan ISIS ke Taliban Bisa Perluas Konflik di Afghanistan

Serangkaian ledakan menghantam kendaraan Taliban di Jalalabad, Afghanistan

EPA-EFE/STRINGER
Taliban mendengarkan Sheikh Abdul Baqi Haqqani, Penjabat Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, selama upacara di Kabul, Afghanistan, Ahad (12/9).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Kelompok ekstremis ISIS telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom yang menargetkan pejuang Taliban di Afghanistan timur. Hal itu meningkatkan konflik yang lebih luas antara Taliban yang kembali berkuasa di Afghanistan, dan ISIS sebagai pesaing mereka.

Baca Juga

Serangkaian ledakan menghantam kendaraan Taliban di Jalalabad, Afghanistan pada akhir pekan lalu. Serangan ini menewaskan delapan orang, di antaranya pejuang Taliban.  Pada Senin (20/9), tiga ledakan lagi terdengar di kota itu, dan sejauh ini belum ada konfirmasi apakah pejuang Taliban menjadi korban dalam ledakan tersebut.

Taliban berada di bawah tekanan untuk menahan militan ISIS. Taliban sebelumnya telah berjanji kepada masyarakat internasional bahwa mereka akan mencegah serangan teror dari tanah Afghanistan.  

“Kami pikir sejak Taliban datang, perdamaian akan datang,” kata Feda Mohammad, saudara laki-laki dari seorang pengemudi becak berusia 18 tahun yang tewas dalam salah satu ledakan pada Ahad (19/9) bersama dengan sepupunya yang berusia 10 tahun.

“Tapi tidak ada kedamaian, tidak ada keamanan. Anda tidak dapat mendengar apa pun kecuali berita ledakan bom yang membunuh ini atau itu,” kata Mohammad, menambahkan.

Serangan ISIS terjadi saat Taliban menghadapi tugas berat untuk memerintah Afghanistan yang mengalami keterpurukan. Perekonomian Afghanistan semakin memburuk, dan sistem kesehatan di ambang kehancuran. Sementara ribuan elit terpelajar negara itu telah melarikan diri. Kelompok bantuan internasional memperkirakan Afghanistan akan menghadapi kekeringan, kelaparan, dan kemiskinan yang semakin parah.

Baca juga : Diserang ISIS, Taliban Pecat Gubernur Provinsi Nangarhar

“Kesengsaraan kami telah mencapai puncaknya,” kata Abdullah, seorang penjaga toko di Jalalabad, sehari setelah ISIS mengaku bertanggung jawab atas pemboman tersebut.

“Orang-orang tidak memiliki pekerjaan, orang-orang menjual karpet mereka untuk membeli tepung, sementara masih ada ledakan dan (ISIS) mengklaim serangan itu,” kata Abdullah menambahkan.

Ledakan bom pada akhir pekan bertujuan sebagai pengingat bahwa ada ancaman dari kelompok ISIS. Sebelumnya, ISIS mengklaim melakukan aksi bom bunuh diri di luar bandara internasional Kabul saat pasukan AS dan asing menyelesaikan proses evakuasi. Ini merupakan  serangan paling mematikan di Afghanistan dalam beberapa tahun.  Ledakan itu menewaskan 169 warga Afghanistan dan 13 tentara AS.

Peristiwa tersebut telah meningkatkan kekhawatiran bahwa ISIS akan melakukan lebih banyak kekerasan. Pejuang ISIS mengeksploitasi kerentanan pemerintah Taliban yang kewalahan menghadapi tantangan keamanan dan krisis ekonomi.

“Mereka membuat comeback yang sangat dramatis. Mungkin ada perjuangan jangka panjang di antara kelompok-kelompok itu," ujar Konsultan International Crisis Group dan analis riset independen tentang ISIS, Ibrahim Bahiss.

Bahiss mengatakan, untuk saat ini afiliasi ISIS di Afghanistan telah menghindari serangan terhadap Barat dan mempertahankan fokus lokal. Tetapi tidak fokus mereka berpotensi berubah.

Baca juga : Arab atau Yahudi yang Lebih Dulu Masuk Palestina?

Tujuan afiliasi ISIS di Afghanistan berbeda dari Taliban. Taliban telah berjuang untuk mendapatkan kembali tanah mereka di Afghanistan. Sementara ISIS berusaha untuk membentuk kekhalifahan yang lebih luas, atau kerajaan Islam, di Timur Tengah.

Taliban dan ISIS adalah musuh bebuyutan. Taliban memerangi pasukan koalisi AS dalam perang Afghanistan. Di sisi lain, Taliban juga melancarkan serangan untuk mengusir militan ISIS dari kantong mereka di utara dan timur Afghanistan. 

 

Afiliasi ISIS di Afghanistan telah melakukan beberapa serangan paling brutal dalam beberapa tahun terakhir. Mereka menargetkan sekolah, masjid dan bahkan rumah sakit bersalin, terutama menargetkan minoritas Muslim Syiah. Afiliasi ISIS di Afghanistan menarik pembelot garis keras Taliban dan militan asing yang kecewa dengan cara Taliban yang terlalu moderat.  

"Salah satu risiko paling serius bagi perpecahan Taliban di masa depan, pada saat kelompok itu berusaha untuk mengumpulkan kekuatan dan memainkan peran utama di Afganistan," ujar Soufan Center yang berbasis di New York dalam analisisnya.

Untuk saat ini, jumlah pasukan Taliban lebih banyak ketimbang jumlah militan ISIS. Seorang rekan di Swiss Institute for Global Affairs, Franz Marty mengatakan, para ahli meragukan bahwa kelompok ekstremis itu menimbulkan ancaman eksistensial bagi penguasa baru Afghanistan. Tetapi jika pengeboman berlanjut, maka menurut Marty, halbitu bisa menjadi masalah besar.

“Ini mempengaruhi persepsi orang. Jika Taliban tidak dapat memenuhi janji mereka untuk mengamankan negara, itu dapat mengubah gelombang sentimen publik terhadap mereka di timur,” kata Marty.

Terlepas dari kekhawatiran warga di Jalalabad, ada peningkatan nyata dalam keselamatan publik di tempat lain, termasuk ibu kota Kabul. Sebelum pengambilalihan Taliban, tindak kejahatan di Kabul meningkat tajam. Banyak penduduk takut meninggalkan rumah mereka pada malam hari.

Baca juga : Etnis Hazara Curiga dengan Pemerintahan Taliban

Seorang ayah dari anak laki-laki berusia 10 tahun yang tewas dalam ledakan, Zarif Khan pada Ahad menggambarkan, serangan tersebut sebagai pertanda yang tidak menyenangkan. Khan mengatakan, keluarganya hidup dalam kemiskinan di negara yang tidak aman.

“Kami hidup dalam kemiskinan dan kami juga tidak memiliki keamanan. Hari ini, anak saya kehilangan nyawanya, besok anak laki-laki lain akan kehilangan nyawa mereka," kata Khan. 

 
Berita Terpopuler