Seni dalam Mengumandangkan Adzan

Adzan memiliki berbagai macam maqam dan melodi.

Republika/Yogi Ardhi
Seni dalam Mengumandangkan Adzan
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika diperhatikan dengan cermat, ada perbedaan halus dalam ritme dan nada kata-kata adzan di berbagai wilayah. Direktur Ihsan Institut Sheikh Ahmed Saad mengatakan seni adzan dikembangkan pada masa Dinasti Ottoman dan merupakan cara kreatif bagi pendengar untuk mengetahui waktu sholat dengan mendengar nada adzan.

Baca Juga

“Kala itu tidak ada jam tangan. Orang mungkin sedang sibuk bekerja di pertanian dan tidak dapat melihat waktu. Tapi dengan mendengar nada adzan, mereka akan tahu waktu sholat yang mana,” kata Sheikh Saad.

Berdasarkan variasi sistem melodi maqam Timur Tengah, menggabungkan tangga nada, frasa, dan harmoni untuk menciptakan suasana hati dalam musik klasik atau bacaan Alquran, adzan dapat membangkitkan banyak sekali emosi. Misal, adzan yang dilantunkan di maqam Nahawand yang dinamai berdasarkan provinsi Nahavand di Iran, tempat asalnya.

Imam Hafiz Ali dari Cambridge Central Mosque, Inggris mengatakan irama Nahawand bersifat melankolis dan sering digunakan untuk sholat ashar pada Kamis. Sementara, maqam Bayati adalah gaya adzan klasik yang digambarkan sebagai adzan yang menenangkan dengan nada yang hangat dan dalam.

“Zhuhur adalah ibu dari doa dan Bayati. Sholat zhuhur adalah yang pertama didirikan oleh umat Islam awal,” ujar Sheikh Saad.

 

Irama lambat maqam Sabah biasanya terdengar saat fajar untuk sholat subuh yang terdengar lembut ke dalam masjid. Untuk sholat maghrib, adzan biasa dilatunkan dengan ketukan cepat maqam Segah.

“Waktu maghrib juga merupakan waktu berbuka puasa selama Ramadhan dan puasa tambahan di luar bulan suci. Mereka tidak menginginkan adzan yang panjang saat itu. Selain itu, di bulan Ramadhan setelah berbuka, masyarakat harus bersiap-siap untuk sholat tarawih. Jadi adzan dipersingkat,” jelas Imam Ali.

Di Tunisia, muazin peserta pelatihan pergi ke Institut Musik Tunisia Rachidi untuk menyempurnakan gaya maqam dan penampilan adzan mereka. Sheikh Saad menyebut membutuhkan waktu enam bulan hingga lebih dari satu tahun bagi seorang muazin untuk bisa sepenuhnya terlatih.

Itu semua tergantung seberapa cepat mereka dapat memahami seluk-beluk dalam gaya, seberapa bagus telinga mereka, dan bakat mereka. Seorang siswa yang belajar bagaimana membaca Alquran dapat memilih maqam tertentu untuk dibaca dan dengan waktu dan keahliannya, kemungkinan akan mengembangkan gaya mereka sendiri.

“Jika Anda membaca sebuah ayat tentang siang dan malam, surga dan neraka, Anda akan menggunakan maqam Segah, seperti gelombang, itu kontras dengan emosi,” ucap Sheikh Saad.

 

Dikutip Middle East Eye, Jumat (10/9), irama adzan maghrib Sheikh Mohammad Rifat dari Mesir yang mantap masih memiliki kekuatan untuk menggerakkan Sheikh Saad. Sebagai seorang anak di tahun 1990-an, dia mendengarkan mendiang sheikh di rumah orang tuanya di kegubernuran Monufia, di Mesir utara.

“Sheikh Mohammad Rifat melambangkan bulan suci. Dia adalah Ramadhan dan Ramadhan adalah dia, keduanya terikat selamanya,” ujarnya.

Lahir pada 1882 dan populer karena suaranya yang merdu, Sheikh Rifat adalah orang pertama yang membacakan Alquran dalam bahasa Arab di Radio BBC pada 1935. Dia meninggal pada 1950, tapi warisannya tetap hidup.

“Tidak heran dia dikenal sebagai Suara Surga bertahun-tahun kemudian, masih terasa seperti adzannya datang kepada kita dari suatu tempat surgawi,” katanya. 

https://www.middleeasteye.net/discover/adhan-muslim-call-prayer-melodies-maqams

 
Berita Terpopuler