Cara Komedian Muslim AS Atasi Stereotip Usai 9/11

Muslim di Amerika masih menghadapi diskriminasi dan stereotip setelah tragedi 9/11.

EPA-EFE/ANJA NIEDRINGHAUS
Cara Komedian Muslim AS Atasi Stereotip Usai 9/11. Seorang wanita melihat gambar dan pesan mencari orang hilang di dinding di Manhattan, New York, AS, 21 September 2001 ketika petugas penyelamat masih mencari lebih dari 6.000 orang di puing-puing World Trade Center (diterbitkan ulang 03 September 2021) . Pada tanggal 11 September 2001, selama serangkaian serangan teror terkoordinasi menggunakan pesawat yang dibajak, dua pesawat diterbangkan ke menara kembar World Trade Center yang menyebabkan runtuhnya kedua menara. Pesawat ketiga menargetkan Pentagon dan pesawat keempat menuju Washington, DC akhirnya menabrak sebuah lapangan. Peringatan 20 tahun serangan teroris terburuk di tanah AS akan diperingati pada 11 September 2021.
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Bagi komedian Muslim-Amerika, menulis lelucon setelah serangan 9/11 menjadi hal yang sangat emosional. Terlebih saat stereotip anti-Muslim, diskriminasi, dan kejahatan kebencian berkembang di seluruh AS.

Baca Juga

Komedian Arab-Amerika dari New Jersey, Dean Obeidallah (51 tahun) beralih dari lelucon keluarga ke lelucon dengan aksen Timur Tengah yang kental. Hal ini dia lakukan untuk mengubah persepsi dan melawan kefanatikan anti-Arab yang marak terjadi usai Peristiwa Selasa Kelabu. Menurut catatan FBI, kala itu, kejahatan kebencian anti-Muslim melonjak 177 persen.

“Komedi saya setelah 9/11 berubah menjadi cara untuk menjelaskan kepada rekan-rekan Amerika saya tentang orang Arab. Saya juga mencoba mengubah persepsi mereka yang bertentangan dengan realita,” ujar dia.

Maysoon Zayid (47) yang merupakan komika wanita Muslim paling terkenal di AS ingat betul kehidupannya setelah serangan 9/11. “Kami dicap teroris, diawasi oleh pemerintah dan ditargetkan oleh kelompok-kelompok kebencian,” ucap Zayid.

Komika berdarah Palestina itu dibesarkan di New Jersey dan melihat Menara Kembar dari seberang Sungai Hudson lenyap. Bagi Zayid, kehidupan dia pada 2008 digambarkan sebagai 'perawan Muslim Palestina dengan cerebral palsy', sebuah humor gelap.

 

Pada 2003, dia bergabung dengan Obeidallah mendirikan Festival Komedi Arab-Amerika New York. “Lelucon saya tidak berubah sama sekali pasca-9/11. Saya selalu bergaya bebas, saya selalu tegang dan saya selalu berbicara tentang menjadi Palestina dan Muslim,” tuturnya.

Dilansir The National News, Kamis (9/9), pada 2006, Zayid membuka pertunjukan solonya bernama Little American Whore yang ditampilkan dalam film dokumenter pada 2013, The Muslim are Coming, menampilkan komedian Muslim-Amerika melakukan stand-up di seluruh AS bagian selatan. Zayid mengungkapkan setelah tragedi 9/11 banyak hal yang ia dapat pelajari.

“Pelajaran lain yang saya harap kita semua pelajari adalah kita seharusnya tidak menyerang negara-negara yang tidak ada hubungannya dengan 9/11 dan meninggalkan banyak warga sipil yang tewas. Itu yang saya pelajari,” tambahnya.

Di Pantai Barat, tinggal Maz Jobrani (49) yang merupakan komedian Iran-Amerika. Keluarganya pindah dari Teheran ke Kalifornia ketika dia berusia enam tahun. Sebelum 9/11, dia sudah merasakan diskriminasi sebagai seorang Muslim Amerika.

Pria itu mengingat pengalamannya saat ia diintimidasi sebagai seorang anak di sekolah Los Angeles selama krisis penyanderaan Iran. Saat itu, ia berusia tujuh tahun dan selama Urusan Kontra Iran pada akhir 1980-an. Dalam memoarnya, I'm Not a Terrorist, But I've Played One on TV, Jobrani berbicara tentang stereotip Hollywood dan memainkan peran teroris dalam film 2002 bersama Chuck Norris.

 

“Sekarang saya menolak melakukan ini lagi. Menyetujui itu hanya akan menambah stereotip yang salah dan menyakiti komunitas Muslim,” kata Jobrani.

Jobrani tidak memiliki pandangan optimistis yang sama seperti Obeidallah dan Zayid terhadap perubahan persepsi publik AS tentang Muslim. “Lihat apa yang terjadi sekarang di Afghanistan. Kami dengan cepat melihat orang-orang di sebelah kanan mengkritik penarikan itu dan dengan cepat berbalik dan berkata, 'Oh, ini dia para pengungsi Afghanistan',” ucap dia.

Dia berpendapat larangan perjalanan yang menargetkan negara-negara mayoritas Muslim di bawah pemerintahan Eks presiden Donald Trump dan meningkatnya kejahatan rasial terhadap minoritas non-Muslim seperti orang Asia-Amerika selama pandemi memperlihatkan masalah yang lebih dalam. “Saya berpendapat itu tidak menjadi lebih baik. Kami orang Amerika tidak belajar dari sejarah. Sayangnya kami mengulanginya,” tambahnya.

Namun, menurut Jobrani, kekuatan komedi dan melihat komedian Muslim bisa sangat membantu dalam mematahkan stereotip. Bahkan pada tingkat dasar menunjukkan komedian dan artis Muslim tertawa yang bisa mematahkan stereotip kemarahan dengan menunjukkan mereka benar-benar memiliki selera humor.

https://www.thenationalnews.com/world/us-news/2021/09/08/how-muslim-american-comedians-helped-a-community-cope-after-911/

 
Berita Terpopuler