Dilema PTM: Anak Bosan PJJ, Tetapi Covid-19 Masih Mengancam

Ada pemda yang masih belum berani buka kembali sekolah meski berstatus PPKM Level 3.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Murid mengikuti kegiatan belajar mengajar saat hari pertama pembelajaran tatap muka (PTM) di SD Ar Rafi, Jalan Sekejati, Kiaracondong, Kota Bandung, Rabu (8/9). Pemerintah Kota Bandung kembali menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas di 330 sekolah yang meliputi PAUD/TK, SD, SMP dan SMA dengan menerapkan protokol kesehatan ketat serta membatasi jumlah murid sebanyak 50 persen dari kapasitas kelas dan sisanya mengikuti pembelajaran secara daring. Foto: Republika/Abdan Syakura
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Fauziah Mursid, Silvy Diah Setiawan, Dessy Suciati Saputri

Survei Median terhadap 1.000 orang tua murid sebagai responden acak menghasilkan kesimpulan bahwa, mayoritas siswa-siswi sudah bosan dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau secara daring. Sebagian besar dari orang tua yang menyatakan hal tersebut berada di Pulau Jawa.

Baca Juga

"Yang mengatakan sudah mulai bosan dan sangat bosan itu kalau ditotal kan itu bosan ya, itu 41,4 persen. Nah yang menyatakan senang itu hanya 9,7 persen," ungkap Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun, pada konferensi pers daring, Kamis (9/9).

Berdasarkan data hasil survei yang dia tunjukkan, dari 41,4 persen itu, 17,5 persen di antaranya merupakan orang tua yang merasa anaknya sudah sangat bosan menjalani PJJ. Sementara 22,9 sisanya menyatakan anak-anak mereka sudah mulai bosan dengan kegiatan PJJ.

Sementara itu, angka 9,7 persen orang tua yang melihat anaknya senang menjalani PJJ itu terdiri dari 6,9 persen yang menyatakan anaknya merasa senang sekali dan 3,4 persen yang merasa anaknya senang saja.

Di luar yang menyatakan bosan dan senang, ada 4,9 persen orang tua yang menilai anaknya biasa saja menjalani PJJ dan ada 44 persen yang tidak tahu atau tidak menjawab.

"Jadi memang perasaan orang tua ini memang mereka melihat bahwa anak-anak yang selama hampir dua tahun ini melakukan PJJ mayoritasnya itu bosan," kata Rico.

Jika dilihat secara wilayah, yakni di Jawa dan di luar Jawa, angka tertinggi responden yang menyatakan anaknya merasa bosan dengan PJJ berada di Jawa, yakni sebesar 41,7 persen. Persentase responden yang anaknya merasa bosan melakukan PJJ di luar pulau Jawa ada di angka 39,3 persen.

"Di Jawa itu yang menyatakan merasa bosan itu ada 41,7 persen, yang senang itu 10 persen, biasa saja 4,2 persen. Dibandingkan dengan yang ada di luar Jawa itu yang menyatakan bosan itu 39,3 persen," jelas dia.

Ketika ditanya terkait tantangan yang dihadapi anak-anak dalam mengikuti PJJ, ada tiga tantangan yang paling sering dijawab oleh para responden. Tantangan-tantangan itu terkait dengan fasilitas pendukung serta kurikulum yang diberlakukan selama pelaksanaan PJJ sejauh ini.

Menurut Rico, sebanyak 62,7 responden yang menyatakan tantangan yang dihadapi anak dalam mengikuti PJJ adalah koneksi internet yang buruk. Kemudian 48,7 persen responden merasa tantangan utama mereka adalah tidak memiliki ponsel yang kompatibel. Lalu 42 persen responden merasa kurikulum yang ada sulit diikuti menjadi tantangan utama.

"Ini berarti hampir dua per tiga dari orang tua yang ada di Indonesia ini menyatakan bahwa salah satu hambatan yang paling besar itu ya koneksi internet," ungkap Rico.

Dalam melakukan penelitian ini, Median mengambil sebanyak 1.000 responden yang merupakan warga Indonesia pemilik hak pilih, yang berusia 17 tahun ke atas. Margin of error survei ini kurang lebih tiga persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengambilan data dilakukan pada 19-26 Agustus 2021 dan sampel yang terpilih dipilih secara acak dengan teknik multistage random sampling dan proporsional atas populasi provinsi dan gender.

In Picture: PTM Terbatas, Bus Sekolah Kembali Beroperasi

Pelajar menaiki bus sekolah usai mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di SMK Negeri 15 Jakarta, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (3/9). Dinas Perhubungan DKI Jakarta melalui Unit Pengelola (UP) Angkutan Sekolah mengoperasikan sebanyak 70 bus sekolah untuk membantu sarana transportasi gratis bagi pelajar yang mengikuti PTM secara terbatas yang melayanai 20 rute reguler dan 13 rute zonasi. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

 

Pemerintah pusat saat ini mendorong daerah yang telah berstatus PPKM 1 sampai 3, untuk memulai menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) dengan syarat tertentu dan protokol kesehatan ketat. Namun, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengakui, masih ada pemerintah daerah yang belum berani menggelar PTM meski daerahnya sudah masuk kategori aman.

"Memang ada pemerintah daerah yang keliatannya masih belum berani. Tapi akan terus didorong. Saya kira Mendikbud akan terus mendorong supaya semua daerah yang memang sudah memenuhi levelnya itu membuka supaya tidak tertinggal," ujar Wapres di sela peninjauan pelaksanaan PTM terbatas sekolah di Bogor, Kamis (9/9).

Wapres mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilaksanakan selama pandemi Covid-19 tidak maksimal bagi peningkatan pengetahuan siswa. Karena itu, ia menganggap PTM terbatas sebagai upaya mengejar ketertinggalan siswa.

Namun, Wapres menegaskan, pembukaan PTM terbatas juga diizinkan hanya untuk sekolah yang memenuhi persyaratan, mulai dari status daerah berada di level 1-3, siswa, guru maupun tenaga pendidik sudah divaksin, dan mempunyai infrastruktur memadai untuk pelaksanaan protokol kesehatan.

"Akan terus didorong supaya tidak banyak ketinggalan-ketinggalannya. Nah daerah-daerah yang masih belum berani, akan kita dorong supaya mereka bisa memenuhi syarat-syarat minimal yang ditetapkan untuk membuka," ujarnya.

Wapres juga berharap, daerah-daerah yang masih berada di PPKM level 4 terus berkurang, sehingga PTM terbatas bisa juga dilaksanakan di daerah-daerah lainnya. Menurutnya, saat ini tersisa 3-4 provinsi yang berada di level empat, sedangkan lainnya sudah di level tiga.

"Memang yang di kabupaten-kabupaten masih. Jadi kita ingin supaya sebentar lagi itu semuanya level 3, Artinya semua daerah bisa (buka PTM terbatas)."

Salah satu daerah yang masih enggan menggelar atau bahkan menguji coba PTM adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Diketahui, Provinsi DIY saat ini telah berstatus PPKM Level 3.

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut, walaupun PPKM sudah turun ke level 3, digelarnya PTM berisiko meningkatnya penularan Covid-19.

"Saya enggak berani memberikan izin keputusan untuk anak-anak tatap muka apalagi bersekolah," kata Sultan, rabu (8/9).

Sultan mengkhawatirkan munculnya klaster baru penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah jika PTM digelar. Walaupun seluruh pelajar sudah mendapatkan suntikan vaksin dosis pertama, katanya, pihaknya belum berani memutuskan untuk memulai PTM.

Sultan pun sebelumnya sempat menyebut bahwa salah satu syarat untuk digelarnya PTM yakni minimal vaksinasi pelajar sudah mencapai 80 persen. Sementara, untuk vaksinasi guru dan tenaga kependidikan di DIY sudah selesai dilakukan.

"Biarpun baru vaksin pertama, kalau saya khawatir nanti banyak yang positif," ujar Sultan.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, sekolah harus mendapatkan penilaian dan rekomendasi dari dinas pendidikan untuk dapat memulai PTM. Izin dari orang tua siswa juga menjadi salah satu syarat digelarnya PTM di DIY.

"Akan dilakukan pengisian formulir kesediaan yang dilakukan orang tua siswa," kata Aji.

Karikatur opini Kembali Sekolah. - (republika/daan yahya)

Pada hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang didampingi Ibu Negara Iriana Jokowi meninjau kegiatan vaksinasi bagi pelajar yang digelar di SMA Negeri 3 Wajo, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Jokowi berharap, program vaksinasi bagi pelajar ini dapat mempercepat proses pembelajaran tatap muka.

“Saya tadi melihat semuanya berjalan lancar dan kita harapkan semakin banyak siswa, murid, santri, yang divaksinasi akan mempercepat proses belajar tetap muka yang kita harapkan secepatnya dimulai,” ujar Jokowi dalam sambutannya yang diunggah dalam video di kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Dalam kesempatan ini, Jokowi juga menyapa para peserta vaksinasi melalui konferensi video. Ia menyebut, kegiatan vaksinasi di sejumlah sekolah di Kabupaten Wajo berjalan dengan lancar.

"Hari ini saya melihat dan meninjau program vaksinasi yang diadakan di sekolah-sekolah, baik SMA, SMK, dan juga di madrasah. Saya melihat semuanya berjalan lancar," ucap Jokowi.

Ia juga mengapresiasi tim vaksinator dari UPTD Puskesmas Belawa yang melakukan kegiatan vaksinasi secara pintu ke pintu dengan menggunakan perahu karena wilayahnya terdampak banjir. Menurut Jokowi, sistem jemput bola pada kegiatan vaksinasi penting dilakukan agar pelayanan yang diberikan semakin lebih baik.

"Bagus kalau bisa dilaksanakan dari pintu ke pintu, vaksinasinya door to door itu akan memberikan pelayanan lebih baik. Kalau memang tidak bisa datang ke tempat vaksinasi, ya memang lebih bagus kalau jemput bola," ungkapnya, seperti dikutip dari siaran resmi Istana.

Presiden pun berharap, percepatan vaksinasi yang dilakukan di sekolah dapat menekan laju penyebaran Covid-19. Sehingga, proses pembelajaran tatap muka juga dapat segera dilaksanakan.

"Kita harapkan makin banyak siswa, murid, santri yang divaksinasi akan mempercepat proses belajar tatap muka yang kita harapkan secepatnya dimulai, karena kita ingin anak-anak segera memperoleh ilmu kembali di sekolah," kata dia.

Meski telah mendapatkan suntikan vaksin, Jokowi mengingatkan para pelajar agar tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat sehingga dapat terhindar dari penyebaran Covid-19.

"Protokol kesehatan harus dijaga ketat terutama pakai masker jangan sampai dilepas. Saya pakai masker sampai double karena penting menjaga kita semuanya agar tidak menularkan dan tidak tertular oleh Covid," ujar Presiden.

Tips sekolah tatap muka agar tetap aman. - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler