Waspadai Kasus Long Covid pada Anak

Spesialis anak menyebut kasus long Covid pada anak umumnya bergejala ringan

Antara/Fauzan
Seorang pelajar menerima suntikan vaksin COVID-19 Pfizer saat vaksinasi massal bagi peserta didik di Gedung Pemerintah Kota Tangerang, Banten. Konsultan Spesialis Anak, Ida Safitri Laksanawati, mengatakan, kasus long covid pada anak harus diwaspadai karena sudah mulai banyak laporan mengenai hal tersebut. Meski begitu, gejala-gejala yang menetap atau berkepanjangan pada anak itu umumnya ringan, tidak berat.
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Konsultan Spesialis Anak, Ida Safitri Laksanawati, mengatakan, kasus long Covid pada anak harus diwaspadai karena sudah mulai banyak laporan mengenai hal tersebut. Meski begitu, gejala-gejala yang menetap atau berkepanjangan pada anak itu umumnya ringan, tidak berat.

"Sekitar 12 persen terjadi pada anak usia 2 sampai 11 tahun yang masih terus mengeluhkan keluhan-keluhan masih lemaslah, batuk, sampai lima pekan. Kemudian anak yang lebih besar dia juga masih mendapatkan keluhan-keluhan yang serupa," tutur Ida dalam webinar yang digelar Yayasan Lentera  Anak, Kamis (2/9).

Lebih lanjut dia menerangkan gejala-gejala yang timbul akibat long Covid pada anak, di antaranya ialah kesulitan untuk tidur, merasa kelelahan, merasa sulit untuk berkonsentrasi, dan lainnya. Soal kesulitan berkonsentrasi, dia mengatakan, hal itu harus dicermati oleh tenaga pendidikan atau orang tua karena anak-anak sudah melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

"Anak-anak yang tercatat bahwa mereka pernah terpapar kemudian seperti ada hambatan dalam pembelajaran, mungkin itu bagian dari long Covid. Tapi ya tentu ada hal (pemeriksaan lanjutan) yang harus diikuti," jelas dia.

Ida menjelaskan, upaya pencegahan paparan Covid-19 terhadap anak sebenarnya tidak jauh berbeda dengan orang dewasa. Penerapan protokol kesehatan (prokes) dan 5M secara terus-menerus, serta dengan pemberian vaksinasi kepada orang dewasa dan juga anak usia 12-17 tahun dapat menjadi upaya komprehensif untuk menekan laju penularan Covid-19 pada anak.

"Pencegahan dengan menerapkan prokes secara terus menerus konsiten dibarengi dengan pemberian vaksnasi menjadi upaya komprehensif untuk menekan laju penularan Covid-19 pada anak," jelas dia.

Menurut Ida, anak-anak memiliki risiko paparan yang sama terhadap Covid-19 dengan orang dewasa. Namun, tingkat keparahan dan risiko terjadinya kematian pada anak lebih rendah daripada orang dewasa atau lansia.

"Anak-anak memiliki risiko paparan yang sama terhadap Covid-19 dibanding orang dewasa. Tapi kita tahu tingkat keparahan dan risiko terjadinya kematian atau fatalitas lebih rendah," ungkap Ida.

Anak, kata dia, memiliki risiko yang lebih rendah daripada orang dewasa atau lansia. Namun, jika dibandingkan dengan sesama anak-anak, risiko anak yang lebih muda lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit yang lebih berat. Apalagi jika anak tersebut memiliki riwayat kelahiran yang prematur karena sistem imun yang belum bekerja dengan baik.

 

Ida mengatakan, hal yang juga harus diwaspadai lainnya adalah mengenai obesitas pada anak. Menurut dia, sudah banyak laporan kasus anak dengan obesitas yang mempunyai risiko lebih tinggi sakitya menjadi lebih berat. Kemudian adanya penyakit penyerta atau komorbid juga menjadi salah satu faktor penyebab risiko lainnya.

"Kematian pada anak-anak terjadi pada mereka yang memiliki komorbid atau dengan penyakit yang sudah ada sebelumnya," ungkap dokter dari Universitas Gadjah Mada itu.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, persentase kasus konfirmasi Covid-19 pada anak meningkat dua persen dibandingkan orang dewasa. Ia menyesalkan banyak orang tua terlambat menyadari kondisi anaknya dan terlambat membawa anak ke fasilitas kesehatan.

"Persentase kasus konfirmasi anak jadi 15 persen per 21 Agustus 2021 atau meningkat dua persen dibandingkan 21 Juli 2021 yang masih 13 persen," ujar Dante saat berbicara di konferensi virtual Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Senin (30/8).

Kementerian Kesehatan mencatat, kasus kematian pada anak akibat Covid-19 belum terlalu menunjukkan tren penurunan yang signifikan seperti pada populasi dewasa. Bahkan, kasusnya meningkat di beberapa daerah. Menurut Dante, kasus kematian anak akibat Covid-19 banyak terjadi karena keterlambatan orang tua membawa buah hatinya ke tempat pengobatan yang baik. Kebanyakan orang tua menyangka anaknya menderita sakit flu biasa.

 

Dante menjelaskan, anak positif Covid-19 mungkin tidak akan mengeluh meski mengalami kehilangan kemampuan indra penciuman. Anak juga sering kali menjadi susah makan.

 
Berita Terpopuler