Efishery Gandeng UGM Kembangkan Ekosistem Akuakultur

Indonesia jadi produsen ekosistem akuakultur terbesar kedua di dunia

eFishery
EFishery bekerja sama dengan Kampus Merdeka seperti Universitas Gadjah Mada dan Universitas Brawijaya terkait pengembangan ekosistem akuakultur. Hal ini mengingat Indonesia merupakan produsen akuakultur terbesar kedua di dunia setelah China.
Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan rintisan, eFishery bekerja sama dengan Kampus Merdeka seperti  Universitas Gadjah Mada dan Universitas Brawijaya terkait pengembangan ekosistem akuakultur. Hal ini mengingat Indonesia merupakan produsen akuakultur terbesar kedua di dunia setelah China.

Chief of Staff dan Co-Founder eFishery Chrisna Aditya mengatakan kerja sama ini mengikutsertakan pelajar, ilmuwan, dan semua yang memiliki pengalaman dan ketertarikan bidang akuakultur. Tercatat saat ini Indonesia memiliki populasi pemuda terbesar di dunia, sekitar 26 persen dari total 260 juta penduduknya, kurang lebih 68 juta jiwa.

“Kami mengajak anak muda dapat terlibat secara aktif sektor ini demi mendorong terjadinya transfer pengetahuan lintas generasi. Ini demi memastikan kesinambungan dan keberlanjutan ekosistem akuakultur,” ujarnya dalam keterangan tulis, Selasa (24/8).

Chrisna menjelaskan ada tiga program yang ditawarkan eFishery Academy. Pertama Aqua-Scientist yang berlangsung selama dua sampai empat minggu. 

“Di sini peserta eFishery Academy (yang disebut dengan eFishery Squad) akan belajar lebih banyak mengenai metode penelitian dan melakukan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan untuk memajukan industri akuakultur,” ucapnya.

Kedua program Aqua-Troops dengan durasi tiga sampai enam bulan, para Squad terlibat secara aktif dalam keseharian operasional bisnis eFishery dan mengerjakan proyek akhir yang mampu menghadirkan inovasi untuk mendorong kemajuan sektor akuakultur.

Ketiga Aqua-Preneur. Pada program ini, selama enam sampai 12 bulan, Squad akan terlibat secara langsung dalam keseharian pembudidaya dan menerapkan pengetahuan yang dimiliki untuk mengurangi dan/atau mengeliminasi permasalahan yang dihadapi pembudidaya di lapangan.

“eFishery Squad akan menerima pelatihan serta pendampingan dari mentor yang merupakan para ahli bidangnya. Setelah menyelesaikan sesi pelatihan, para Squad akan ditempatkan di lokasi yang telah ditentukan untuk jangka waktu tertentu dan diberikan tugas atau proyek yang harus diselesaikan,” ungkapnya.

 

Lebih dari 600 orang peserta dari 125 Kota/Kabupaten di seluruh Indonesia telah mendaftarkan diri, dan sebanyak 137 orang peserta telah terpilih sebagai angkatan pertama eFishery Academy. Selain mendapatkan sertifikat dan uang saku, peserta juga mendapatkan kredit (SKS) yang dapat digunakan untuk melengkapi SKS perkuliahan.

“Sepertiga dari anak muda Indonesia ingin menjadi entrepreneurs. Melalui eFishery Academy, kami ingin menciptakan lebih banyak lagi aqua-preneurs dan demikian membuka peluang kerja, khususnya di area rural,” ucapnya.

Chrisna juga memaparkan eFishery Academy membuka peluang penciptaan lapangan kerja yang masif. Sebab industri akuakultur makin berkembang pesat daripada sektor makanan berbasis hewani lainnya di seluruh dunia.

“Laju tangkapan ikan laut cenderung stagnan, pertumbuhannya hanya tiga persen, dibandingkan dengan akuakultur yang tumbuh 21 persen selama enam tahun terakhir. Prospek industri ini semakin cerah karena potensinya sangat besar,” ucapnya.

 

Menurutnya eFishery Academy juga memiliki tujuan jangka panjang, yaitu meningkatkan adopsi teknologi bagi pembudidaya ikan, menciptakan lapangan pekerjaan, mendukung ketahanan pangan dan memperbaiki gizi di Indonesia, serta meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan.

 
Berita Terpopuler