Gelar Demo, Pengungsi Afghanistan: Bantu Kami, Pak Jokowi

Ratusan pengungsi Afghanistan menggelar demo di depan kantor UNHCR.

Rep: Febryan. A Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ratusan pengungsi asal Afghanistan menggelar demonstrasi di depan kantor Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (24/8). Mereka menuntut segera ditempatkan ke negara ketiga (resettlement) karena tak memungkinkan kembali ke negara asalnya. 

Baca Juga

Demonstrasi itu digelar sejak pagi hari. Ratusan pengungsi yang terdiri atas laki-laki, perempuan, dan anak-anak itu berkumpul di trotoar di depan kantor UNHCR. Mereka, yang datang dari berbagai tempat di Jakarta,  hadir dengan membawa spanduk dan poster bernada kecaman sekaligus permohonan. 

"Perpindahan ke negara tujuan dan kebebasan adalah hak kami," demikian bunyi salah satu poster tulisan tangan yang diangkat salah satu pengungsi. 

Pengungsi lainnya, menenteng spanduk berisi kecaman kepada UNHCR. Isinya meminta UNHCR untuk tidak menyalahi prosedur kerja kovensi 1951 dan protokol 1967. "Hentikan kebijakan tak manusiawi terhadap pencari suaka di Indonesia," isi spanduk itu. 

"Kami butuh perpindahan, sebab kami hidup sengsara. Bantu Kami Pak Jokowi, Indahkan Pepres No 125 Tahun 2016," lanjut pernyataan dalam spanduk itu. 

 

Qurban Ali Mirzai (27), salah satu pengungsi Afghanistan yang ikut demo, mengatakan, mereka menuntut penempatan segara karena sudah bertahun-tahun lama menunggu di Indonesia. Selama menunggu, mereka tak bisa hidup layak karena tak diizinkan bekerja. 

"Mereka (UNCHCR) tidak jujur atas janjinya (bahwa) akan ditempatkan dalam tiga tahun. Sekarang sudah 8 tahun saya di sini. Janji mereka palsu. Mereka berbisnis atas kemanusiaan," kata pria asal Provinsi Ghazni, tak jauh dari ibu kota Kabul itu. 

Qurban mengatakan, dirinya dan pengungsi lain berharap segara ditempatkan ke negara Australia, Kanada, atau Amerika Serikat. Indonesia diketahui tak bisa menerima mereka karena tak ikut menandatangani Konvensi Pengungsi 1951. 

Sedangkan untuk kembali ke negara asalnya, Qurban menyebut hal itu tak memungkinkan. Sebab, Taliban sudah berkuasa sehingga keberadaan suku minoritas Hazara kembali terancam. 

"Kami di sini kumpul hampir 800 orang kebanyakan dari suku Hazara. Keluaga kami di Afghanistan kondisinya sekarang tidak bagus karena tiap saat, tiap jam mereka khawatir. Seluruh dunia sudah tahu kondisi Afghanistan," ujarnya, Selasa siang.

Afghanistan berkecamuk dalam sepekan terakhir usai Taliban mengambil alih pemerintahan dan Kota Kabul. Warga sipil Afghanistan kabur ke berbagai negara karena takut dengan cara Taliban memerintah, sebagaimana mereka dulu berkuasa 1996-2001. Ketika itu, Taliban menerapkan hukum syariat Islam superkaku dan juga diskriminatif kepada kelompok minoritas. 

 

Sejak Taliban berkuasa kembali, tentara AS dan warga AS ditarik pulang. Warga Afghanistan pun berbondong-bondong menuju pangkalan udara militer AS untuk mendapat tumpangan meninggalkan negeri itu.

 
Berita Terpopuler