‘Perang' Hadits Palsu Kubu Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib

Gerakan pemalsuan hadits juga dilatarbelakangi afiliasi politik

Republika/Putra M. Akbar
Gerakan pemalsuan hadits juga dilatarbelakangi afiliasi politik. Ilustrasi pemalsuan hadits
Rep: Hasanul Rizqa Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, — Pada zaman kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, perpecahan (politik) terasa, tetapi tidak sampai menimbulkan konflik terbuka di antara sesama Muslimin. Barulah sesudah syahidnya Khalifah Utsman bin Affan, beberapa perang saudara terjadi. 

Baca Juga

Kubu khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan saling berhadapan di Perang Siffin pada 657 M. Setelah terjadi rupa-rupa konfrontasi, Hasan dan Husain keduanya anak-anak Ali menerima pemerintahan Muawiyah pada 41 H/661 M. Tahun tersebut dinamakan 'Am al-Jama'ah (Tahun Persatuan) karena kaum Muslimin kembali bersatu di bawah pimpinan seorang khalifah.

Prof KH Said Aqil Siradj dalam buku Kontroversi Aswaja: Aula Perdebatan dan Reinterpretasi (2000), menjelaskan nuansa damai dari `Am al-Jama'ah tidak berlangsung lama. Banyak elite Dinasti Umayyah yang masih saja memandang sinis (bekas) lawan politik mereka.

Padahal, kubu Ali nyata-nyata telah mengalami kekalahan-politik yang telak. Bahkan, beberapa raja Umayyah menerapkan kampanye penuh stigma terhadap sepupu Nabi SAW itu, beserta anak keturunannya.

Sebagai contoh, khatib di masjid-masjid negara Umayyah diharuskan menutup khutbah Jumat dengan doa-doa keburukan untuk sang Karamallaahu Wajhah. Instruksi ngawur itu baru dicabut pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan Umayyah. Para ekstremis yang berdiri di pihak pro-Ali pun tak kurang parahnya. Mereka sering kali menjelek-jelekkan pemerintahan Umayyah.

Baca juga : Penjelasan Medis Puasa Sunnah yang Bisa Menyehatkan Tubuh

Bahkan, pada akhirnya Ali sendiri wafat akibat di bunuh Khawarij. Kaum tersebut mulanya mendukung Ali, tetapi kemudian menuduhnya sebagai kafir selepas peristiwa arbitrase (tahkim). 

Periode antara Perang Siffin dan era Umar bin Abdul Aziz dipenuhi pergolakan politik yang begitu panas. Bagaimana tidak? Masing-masing kelompok, hanya untuk membela patron politiknya, tidak ragu membawa-bawa nama Nabi Muhammad SAW.

Pada masa itu, banyak muncul hadits-hadits palsu (maudlu'). Dengan hadits tersebut, pendapat (politik) mereka seolah-olah dibenarkan nubuat Rasulullah SAW. Misalnya, perkataan kaum fanatikus Ali sebagai berikut:

علي خير البشر، من شك فيه فقد كفر  'Aliyyun khairu al-basyari, man syakka fiihi kafar, 'Ali merupakan sebaik-baik manusia. Barang siapa meragukannya, maka ia telah kafir.' 

Teks itu adalah hadits palsu karena disandarkan pada Nabi SAW, padahal tidak berasal dari beliau. Tidak pernah dari lisan Rasulullah SAW keluar kata-kata demikian. Namun, para pendukung Ali yang sudah fanatik buta menggembar-gemborkan perkataan itu sebagai sebuah sabda Nabi SAW.

Baca juga : Nama Nabi Muhammad yang Tercantum di Kitab Agama Dunia

Alhasil, mereka mendapatkan pembenaran untuk memusuhi Muawiyah. Dengan berdiri di sisi Ali, mereka merasa perbuatannya telah sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.

Padahal, Ali sendiri tidak pernah membenarkan kelakuan mereka yang mengutip perkataan lalu menyandarkannya pada nama mulia al-Musthafa. Di luar kubu-kubuan Ali dan Muawiyah, pemal suan hadits juga terjadi pada zaman Abbasiyah. Umpamanya, cerita tentang Ghiyats bin Ibrahim An Nakha'i Al Kufi tatkala menemui Khalifah Al Mahdi. 

Waktu itu, sang amirul mukminin sedang bermain-main dengan burung merpati kesayangannya. Berkatalah Ghiyats kepadanya bahwa Rasul SAW pernah bersabda;  

 

لَا سَبْقَ إِلَّا فِي خُفٍّ, أَوْ نَصْلٍ, أَوْ حَافِرٍ أَوْحَنَاح “Tidak ada perlombaan kecuali bermain pedang, pacuan, atau menggali atau sayap.” Kata atau sayap (aw janaah) itu sesungguhnya tidak berasal dari Nabi SAW. Ghiyats hanya menambahkannya demi menyenangkan hati Al Mahdi. Mengetahui itu, sang khalifah segera memerintahkan bawahannya untuk menyembelih burung merpatinya."Aku yang menanggung beban atas hal seperti itu,” katanya. 

 
Berita Terpopuler