China Sahkan Aturan Warga Boleh Miliki 3 Anak

Sensus menyebutkan penduduk China hanya bertambah 72 juta selama 10 tahun sejak 2010.

EPA-EFE/ROMAN PILIPEY
Seorang wanita berjalan dengan seorang gadis ke taman kanak-kanak pada Hari Anak Internasional, di lingkungan Hutong, Beijing, China, 1 Juni 2021.
Rep: Dwina Agustin Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China sekarang akan mengizinkan pasangan untuk secara sah memiliki anak ketiga. Keputusan ini disebabkan karena pemerintah berusaha untuk menahan krisis demografis yang dapat mengancam peningkatan kemakmuran dan pengaruh global.

Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional mengubah Undang-Undang Kependudukan dan Keluarga Berencana pada Jumat (20/8). Pengesahan seremonial ini sebagai bagian dari upaya selama puluhan tahun oleh Partai Komunis yang berkuasa untuk mendikte ukuran keluarga sesuai dengan arahan politik.

Badan legislatif membatalkan pemberian denda karena melanggar pembatasan sebelumnya. Lembaga itu menyerukan cuti orang tua tambahan dan sumber daya pengasuhan anak.

Amandemen itu pun menambahkan langkah-langkah baru di bidang keuangan, perpajakan, sekolah, perumahan dan pekerjaan harus diperkenalkan untuk untuk meringankan beban keluarga. Hal ini juga berupaya untuk mengatasi diskriminasi yang sudah berlangsung lama terhadap perempuan hamil dan ibu baru di tempat kerja. Mereka sering kali dianggap sebagai salah satu disinsentif utama untuk memiliki anak tambahan, bersama dengan biaya tinggi, dan perumahan yang sempit.

Keputusan ini datang hanya enam tahun setelah perubahan terakhir. Sejak tahun 1980-an, China secara ketat membatasi sebagian besar pasangan untuk satu anak, sebuah kebijakan yang diberlakukan dengan ancaman denda atau kehilangan pekerjaan.

Rekomendasi ini mengarah pada pelanggaran termasuk aborsi paksa. Preferensi untuk anak laki-laki menyebabkan orang tua membunuh bayi perempuan, yang mengarah ke ketidakseimbangan besar dalam rasio jenis kelamin.

Aturan dilonggarkan untuk pertama kalinya pada 2015 untuk mengizinkan warga memiliki dua anak. Perubahan ini karena para pejabat mengakui konsekuensi yang membayangi dari penurunan angka kelahiran. Ketakutan yang luar biasa adalah bahwa China akan menjadi tua sebelum menjadi kaya.


Baca Juga

Beijing telah lama menggembar-gemborkan kebijakan satu anak sebagai keberhasilan dalam mencegah 400 juta kelahiran tambahan di negara terpadat di dunia. Pengaturan ini dinilai menghemat sumber daya dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tapi, tingkat kelahiran China, sudah turun sebelum aturan satu anak. Menurut Bank Dunia, Rata-rata jumlah anak per ibu turun dari di atas enam pada 1960-an menjadi di bawah tiga pada 1980.

Sementara itu, jumlah orang usia kerja di China telah turun selama dekade terakhir dan populasi hampir tidak tumbuh, menambah ketegangan dalam masyarakat yang menua. Sensus pemerintah sekali dalam satu dekade menemukan bahwa populasi meningkat menjadi 1,411 miliar orang tahun lalu, naik 72 juta dari 2010.

Statistik menunjukkan 12 juta bayi lahir tahun lalu, yang akan turun 18 persen dari 2019 dengan 14,6 juta. Penduduk China di atas 60 tahun yang berjumlah 264 juta, menyumbang 18,7 persen dari total populasi negara itu pada 2020, 5,44 poin persentase lebih tinggi dari 2010.  Pada saat yang sama, populasi usia kerja turun menjadi 63,3 persen dari total dari 70,1 persen per tahun, selama sepuluh tahun.

Pergeseran ke aturan dua anak menyebabkan lonjakan sementara dalam jumlah kelahiran tetapi efeknya segera mereda. Jumlah kelahiran terus turun karena banyak perempuan memutuskan untuk tidak memulai keluarga.

Jepang, Jerman, dan beberapa negara kaya lainnya menghadapi tantangan yang sama dengan memiliki lebih sedikit pekerja untuk mendukung populasi yang menua. Namun, mereka dapat memanfaatkan investasi di pabrik, teknologi, dan aset asing, sementara China adalah negara berpenghasilan menengah dengan pertanian dan manufaktur padat karya.

 
Berita Terpopuler