Efektivitas Pfizer, Moderna, AZ, dan Sinovac Vs Varian Delta

Vaksin Moderna memiliki efektivitas lebih tinggi saat melawan varian Delta.

Republika/Putra M. Akbar
Vaksinator memasukan dosis vaksin Moderna untuk disuntikan ke tenaga kesehatan di RSUD Matraman, Jakarta, Jumat (6/8). Vaksin Moderna berdasarkan studi, memilki efektivitas tinggi melawan varian Delta. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Adysha Citra Ramadani, Dessy Suciati Saputri

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengutip hasil studi Mayo Clinic bahwa efektivitas vaksin Covid-19 Moderna saat melawan varian baru Delta sebesar 76 persen dan Pfizer 42 persen saat melawan mutasi yang sama. Artinya, IDI mempercayai vaksin Moderna lebih efektif melawan varian Delta dibandingkan Pfizer.

"Berdasarkan hasil penelitian Mayo Clinic, Vaksin Moderna lebih ampuh menghadapi varian Delta dibandingkan Vaksin Pfizer," ujar Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban saat dihubungi Republika, Jumat (20/8).

Ia menambahkan, perbandingan hasil efikasi itu muncul pada subjek yang sama-sama disuntik dua kali menggunakan vaksin Pfizer dan Moderna. Sejumlah penelitian membeberkan sebuah hasil baru terkait efektivitas vaksin Covid-19.

Temuan tersebut menilai kinerja vaksin Moderna lebih efektif dibandingkan vaksin Pfizer dalam melawan Covid-19 varian Delta. Terdapat dua laporan yang dipublikasikan oleh medRxiv pada Ahad (8/8) yang menunjukkan keunggulan Moderna dibandingkan Pfizer.

Berdasarkan penelitian pertama yang dilakukan pada 50 ribu pasien di Mayo Clinic Health System, ditemukan kedua vaksin ini mengalami penurunan efektivitas. "Suntikan booster Moderna mungkin diperlukan bagi siapa saja yang mendapatkan vaksin Pfizer atau Moderna pada awal tahun ini,” kata pemimpin studi penelitian Mayo Clinic, Dr Venky Soundararajan seperti dikutip dari Reuters, Jumat (20/8).

Dari riset tersebut, vaksin Moderna memiliki kadar efektivitas setinggi 76 persen pada Juli lalu, atau terjadi penurunan efektivitas sebesar 10 persen dibandingkan pada awal tahun 2021 yang mencapai 86 persen. Sedangkan untuk efektivitas vaksin Pfizer hanya mencapai 42 persen saja.

Angka efektivitas ini juga menurun 34 persen pada periode yang sama. Studi kedua, yang dilakukan terhadap penghuni panti jompo di Ontario menunjukkan respons kekebalan yang lebih kuat setelah menerima vaksin Moderna dibandingkan Pfizer. Pemimpin penelitian Ontario dari Lunenfeld-Tanenbaum Research Institute, Anne-Claude Gingras mengatakan, orang tua mungkin memerlukan dosis vaksin yang lebih tinggi atau booster.

Berdasarkan studi lainnya, vaksin Pfizer-BioNTech pada mulanya tampak lebih efektif dalam melawan varian Delta dibandingkan vaksin Oxford-AstraZeneca. Akan tetapi, proteksi terhadap varian Delta dari vaksin Pfizer tampak menurun lebih cepat dibandingkan vaksin Oxford-AstraZeneca.

Karena menurun dengan laju yang lebih cepat, efektivitas Pfizer akan mencapai angka yang sama dengan vaksin AstraZeneca pada waktu lima bulan setelah pemberian dosis kedua. Perlu dipahami, efektivitas yang diberikan oleh kedua vaksin ini masih terbilang tinggi meski mengalami penurunan.

"Bahkan dengan sedikit penurunan ini dalam perlindungan melawan semua infeksi dan infeksi dengan beban virus yang tinggi, penting untuk diketahui bahwa efektivitas keseluruhannya masih sanagt tinggi," kata peneliti senior Dr Koen Pouwels dari Department of Population Health di University of Oxford, seperti dilansir Independent, Kamis (19/8).

Temuan ini diungkapkan dalam sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari University of Oxford bersama dengan Office of National Statistics (ONS) dan the Department for Health and Social Care (DHSC). Studi ini melibatkan data Covid-19 Infection Survey yang dikumpulkan dari Desember 2020 hingga Agustus 2021.

Peneliti juga menganalisis data tes usap (swab test) pada lebih dari 700 ribu partisipan. Data tes usap yang dianalisis berasal dari periode sebelum dan setelah 17 Mei 2021, di mana varian Delta mulai mendominasi di Inggris.

Hasil studi menunjukkan bahwa satu bulan setelah pemberian dosis kedua, vaksin Pfizer-BioNTech memiliki efektivitas 90 persen lebih besar dalam memberikan perlindungan terhadap infeksi dengan viral load yang tinggi dibandingkan individu yang tak divaksinasi. Efektivitas ini menurun menjadi 85 persen setelah dua bulan, dan kembali menurun ke angka 78 persen setelah tiga bulan.

Efektivitas dari vaksin AstraZeneca juga tampak mengalami penurunan pada periode yang sama, yaitu 67 persen, menjadi 65 persen, lalu 61 persen. Bila dibandingkan, laju penurunan efektivitas vaksin AstraZeneca lebih lambat daripada vaksin Pfizer-BioNTech.

Peneliti juga mendapati bahwa individu yang terinfeksi varian Delta setelah mendapatkan vaksinasi dosis kedua memiliki peningkatan level virus yang mirip dengan individu yang tak divaksinasi. Namun, belum diketahui seberapa besar transmisi yang bisa terjadi pada individu yang sudah divaksinasi lengkap dan terinfeksi varian Delta.

Penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian satu dosis vaksin Moderna dapat memberikan efektivitas perlindungan yang mirip atau bahkan lebih besar dalam melawan varian Delta dibandingkan satu dosis vaksin Covid-19 lainnya. Akan tetapi, peneliti mengungkapkan bahwa mereka tak memiliki data mengenai efektivitas vaksin Moderna setelah pemberian dosis kedua.

Menurut Associate Professor Dr Alexander Edwards dari Biomedical Technology di University of Reading, studi ini menunjukkan bahwa varian Delta memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menginfeksi orang-orang yang sudah divaksinasi dibandingkan dengan varian-varian lain. Akan tetapi, perlindungan yang diberikan oleh vaksin masih tetap bekerja dengan baik.

"Vaksinnya masih bekerja dengan sangat baik," jelas Dr Edwards yang tak terlibat dalam studi ini.

Dr Edwards menambahkan, tiap jenis vaksin Covid-19 memang memiliki sedikit perbedaan. Sebagian di antaranya mungkin berubah seiring dengan waktu. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengubah fakta bahwa seluruh vaksin Covid-19 bekerja dengan baik.

"Ada sedikit perbedaan antara berbagai jenis vaksin, tapi semua vaksin bekerja dengan cemerlang," tutup Dr Edwards.

In Picture: Vaksinasi Bagi Orang dengan Gangguan Jiwa di Madiun

Petugas Dinas Sosial berusaha membujuk seorang dengan status Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) untuk divaksinasi COVID-19 di Desa Sukosari, Dagangan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Jumat (20/8/2021). Menurut data Dinas Sosial setempat, jumlah ODGJ di Kabupaten Madiun sebanyak 2.022 orang dan dari jumlah tersebut yang telah divaksinasi COVID-19 sebanyak 50 orang. - (Antara/Siswowidodo)

Lantas bagaimana dengan efektivitas vaksin Sinovac dan Sinopharm, dua vaksin produksi perusahaan farmasi China yang banyak digunakan di Indonesia? Berdasarkan unggahan dokter Adam Prabata pada Kamis (19/8) melalui akun Twitter-nya, dua penelitian terbaru di China menunjukkan, bahwa vaksin virus inaktif (Sinovac dan Sinopharm) terbukti efektif terhadap varian Delta.

Penelitian pertama ditulis dalam jurnal, Efficacy of Inactivated SARS-CoV-2 Vaccines Against the Delta Variant Infection in Guangzhou: A Test-Negative Case-Control Real-World Study. Adapun, penelitian kedua yakni, Effectiveness of Inactivated COVID-19 Vaccines Against COVID-19 Pneumonia and Severe Illness Caused by the B.1.617.2 (Delta) Variant: Evidence from an Outbreak in Guangdong, China.

Menurut Adam, berdasarkan penelitian pertama, vaksin virus inaktif terbukti efektif terhadap varian Delta untuk mencegah, 59 persen Covid-19 bergejala, 70,2 persen Covid-19 bergejalan sedang, dan 100 persen Covid-19 bergejala berat. Namun, sayangnya jumlah subjek yang diteliti pada penelitian pertama ini sedikit.

Lalu pada penelitian kedua, Adam melanjutkan, 69,5 persen vaksin virus inaktif mencegah pneumonia karena Covid-19 dan 100 persen mencegah Covid-19 bergejalan berat. Jumlah subjek yang diteliti pada penelitian kedua ini sebanyak lebih dari 10 ribu orang.

"Semoga ini jadi berita yang sangat baik ya untuk semua masyarakat Indonesia, berhubung Sinovac cukup banyak digunakan," kata Adam.

Pemerintah Indonesia pun terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 nasional. Hingga akhir tahun nanti, pemerintah telah memegang komitmen dari sejumlah pihak untuk mendatangkan sekitar 370 juta dosis.

"Kita rencananya akan melakukan vaksinasi lebih dari 200 juta rakyat sampai dengan akhir tahun ini. Kalau masing-masing membutuhkan dua dosis dibutuhkan sekitar 400 juta dosis," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keteranganny, Jumat (20/8).

Dosis vaksin yang diterima oleh Indonesia hingga saat ini didapatkan dari sejumlah skema perjanjian baik yang sifatnya business to business (B2B), multilateral, maupun hibah dari negara sahabat.

“Yang pertama adalah Sinovac yang sudah mulai dari tanggal 13 Januari dan AstraZeneca yang business to business bulan ini pertama kali datang. Jadi kedatangan Pfizer sebesar 1,5 juta dosis dan AstraZeneca sebesar 567,5 ribu dosis ini adalah kedatangan pertama dari vaksin business to business kita,” jelas Menkes.

Pada Juli lalu, Kemenkes dengan PT Pfizer Indonesia dan BioNTech SE telah menyepakati kerja sama dalam menyediakan 50 juta dosis vaksin Pfizer. Menkes berharap hingga akhir tahun dosis vaksin Pfizer yang telah disepakati sebelumnya dapat segera hadir di Indonesia.

“Kami harapkan sampai akhir tahun bisa memperoleh 50 juta dosis dari Pfizer secara business to business dan sekitar 20 juta sampai 30 juta vaksin business to business dari AstraZeneca untuk melengkapi 175 juta dosis vaksin Sinovac,” lanjutnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga masih menunggu persetujuan dari FBI Amerika Serikat untuk 50 juta dosis vaksin Novavax yang diharapkan akan keluar persetujuannya dalam waktu singkat ini. Selain pendekatan B2B, Budi mengatakan Indonesia juga menerima vaksin melalui jalur perjanjian bilateral dengan Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Dari GAVI kita sudah menerima vaksin AstraZeneca di awal dan kita akan juga menerima vaksin Pfizer dan Sinovac yang rencananya akan kita terima mulai bulan ini juga,” ucap Menkes.

Di samping itu, Indonesia juga menerima hibah vaksin dari sejumlah negara sahabat salah satunya dari Belanda. Menkes pun menyampaikan terima kasih kepada pemerintah dan rakyat Belanda yang telah memberikan 450 ribu dosis vaksin siap pakai AstraZeneca.

“Apa yang dilakukan pemerintah Belanda dan rakyat Belanda itu akan sangat bermanfaat bagi akselerasi program vaksinasi Indonesia dan akan memberikan contoh bahwa untuk bisa menyelesaikan pandemi ini semua bangsa, semua rakyat di dunia harus memperoleh akses ke vaksinasi,” ujar dia.

Polemik Vaksin Ketiga di Dunia - (Republika)

 
Berita Terpopuler