Vaksinasi 70 Persen, Kenapa Infeksi di Israel Terus Naik?

Kasus COVID-19 di Israel terus meningkat sejak pertengahan Juli.

AP/Tsafrir Abayov
Seorang paramedis militer Israel menyiapkan vaksin Pfizer COVID-19, untuk diberikan kepada orang tua di pusat medis di Ashdod, Israel selatan, Kamis, 7 Januari 2021.
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir 70 persen penduduk Israel telah divaksinasi penuh dan kembali hidup normal di masa pandemi COVID-19. Namun saat ini angka infeksi kembali meningkat. Apa penyebabnya? Dapatkah dosis ketiga membantu?

Baca Juga

Pada Maret lalu, Israel meyakini kembali hidup normal setelah mengalahkan COVID-19. Dengan populasi 9,3 juta, lebih dari setengahnya saat itu sudah mendapat dosis kedua dari vaksin COVID-19. Saat ini jumlah keseluruhan yang sudah mendapat dua dosis vaksin sudah mencapai 70 persen dari keseluruhan populasi dan jumlah yang divaksin terus meningkat.

Sebagai perbandingan, Jerman enam bulan yang lalu masih tertinggal jauh oleh Israel. Saat itu hanya 3,7 persen dari 83 juta penduduk Jerman yang telah mendapat vaksin dosis kedua. Sekarang, lebih 58 persen warga Jerman sudah mendapat vaksinasi penuh, dan 63 persen sudah mendapat vaksin dosis pertama.

Israel termasuk kategori negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi. Sebuah anekdot menyebutkan, penggunaan masker di tempat umum sudah tidak terlihat lagi dan kehidupan kembali normal.

Namun COVID-19 kembali

Dalam kurun 4 bulan, semua hal berubah lagi, beberapa negara bahkan mengeluarkan peringatan perjalanan bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke Israel.

Kasus COVID-19 di Israel terus meningkat sejak pertengahan Juli. Pemerintah menyatakan, kasus infeksi terutama pada anak-anak yang belum divaksin, namun ada beberapa kasus infeksi yang di luar perkiraan.

Israel mengutip penelitian yang menyatakan, level perlindungan vaksin akan menurun seiring waktu, terlebih dalam melawan varian Delta.

Oleh sebab itu Israel ingin penduduknya mendapatkan dosis vaksin ketiga, untuk meningkatkan antibodi dan meningkatkan peluang melawan penyakit. Hal itu dikampanyekan dalam waktu cepat dan saat ini lebih dari 10 ribu orang divaksinasi setiap harinya sejak awal Agustus.

 

Jumlah kasus terus meningkat

Jumlah kasus harian COVID-19 terkonfirmasi (hitungan rata-rata 7 hari) mulai meningkat sejak 16 Juli, saat kasus infeksi harian hanya sekitar 19. Namun sejak 16 Agustus, rata-rata kasus harian meningkat menjadi 5.950.

Angka rata-rata kematian karena COVID-19 di Israel bulan Mei, Juni dan Juli adalah 0 kasus per hari. Bukan berarti tidak ada kematian sama sekali, namun jarang terjadi untuk dijadikan data rata-rata.

Namun sejak 15 Agustus, Israel mengonfirmasi angka kematian rata-rata harian karena COVID-19 berjumlah 2 kasus. Bahkan sempat dilaporkan ada lima kasus kematian akibat Covid-19 dalam sehari.

Meskipun jika angka tersebut dibandingkan dengan kasus di negara-negara lain, banyak yang lebih tinggi kasus infeksi dan kematiannya, tapi Israel tetap jadi perbincangan.

Kenapa angka infeksi meningkat di Israel?

Hal ini kemungkinan berkaitan dengan virus varian delta. Ada rasa enggan untuk mengungkap bahwa varian delta mendominasi kasus COVID-19 di Israel. Beberapa setuju namun ada yang tidak percaya.

Perdana Menteri Naftali Bennet dalam rapat pengarahan (14/08) menyebutkan "wabah varian delta telah melanda dunia dan di Israel juga tercakup dalam dunia. Pernyataan ini mengisyaratkan, varian delta menjadi alasan kenaikan kasus Covid-19 di Israel.

"Ada penurunan efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi (64 persen) dan kasus bergejala (64 persen) sejak 6 Juni. Penurunan ini telah diobservasi bersamaan dengan penyebaran varian delta di Israel,” tulis laporan dari Kementerian Kesehatan Israel.

Laporan Reuters yang menunjukkan berakhirnya pembatasan sosial di Israel berperan penting dalam penyebaran kasus.

Israel telah mengizinkan penggunaan dua jenis vaksin COVID-19: Pfizer/BioNTech dan Moderna, yang keduanya merupakan vaksin mRNA. Dilaporkan kedua vaksin tersebut mempunyai efektivitas 95 persen.

 

Apakah semua kasus terobosan?

Tidak ada vaksin sempurna, yang menawarkan perlindungan 100 persen setiap saat. Jumlah antibodi yang dihasilkan seseorang juga berbeda-beda. Ilmuwan berharap dapat melihat beberapa jumlah kasus breakthrough infections yakni infeksi pada seseorang sudah divaksin dua kali namun masih bergejala. 

Juga perlu ditekankan ada perdebatan tentang arti "divaksinasi sepenuhnya.” 

Beberapa pendapat menyebutkan, setelah divaksinasi dua dosis dengan vaksin yang sama, apakah itu  Pfizer/BioNTech atau AstraZeneca berarti sudah "sepenuhnya divaksinasi". Negara seperti Inggris bersikeras bahwa vaksin tersebut harus dari dua produsen yang sama agar berstatus "divaksinasi komplit. 

Sementara negara lainnya, seperti Jerman dan sejumlah negara Eropa, sudah melaksanakan vaksinasi gabungan. Misalnya vaksinasi pertama menggunakan AstraZeneca, saat dosis kedua mendapatkan vaksin Pfizer/BioNTech.

 Ada banyak pendapat mengenai kombinasi vaksin, khususnya kombinasi dengan vaksin Pfizer/BioNTech, yang dianggap lebih ampuh menangkal varian delta. Juga ada vaksin Johnson and Johnson yang hanya membutuhkan satu dosis vaksina untuk mendapat perlindungan yang cukup.

Namun juga ada negara seperti Israel yang menganjurkan warganya untuk divaksinasi dosis ketiga yang lazim disebut vaksin booster.

 

Pro dan kontra vaksin dosis ketiga

Beberapa ahli mengutarakan isu etika dan ilmiah terkait vaksinasi dosis ketiga. Misalnya saja masih banyak negara yang bahkan tidak mampu mendapat persediaan vaksin untuk dosis pertama. Lalu, keilmuan belum menjelaskannya, karena apa yang diketahui sejauh ini, seseorang belum tentu lebih terlindungi ketika sudah mendapat vaksinasi ketiga. 

Hal ini mungkin bisa berubah seiring waktu. Dalam satu atau dua tahun ke depan, para ilmuwan bisa saja mengatakan bahwa manusia butuh vaksinasi keempat. Atau mungkin munculnya varian baru yang berarti manusia tidak akan pernah terlindungi secara sempurna dan kita harus terus hidup berdampingan dengan COVID-19. 

Dalam seluruh kasus yang ada, data menunjukkan,  jika ada kasus terobosan atau breakthrough infections di antara penduduk Israel yang telah divaksinasi dua kali, gejalanya tidak terlalu parah dibanding orang yang tidak divaksinasi sama sekali.

Sampel yang diambil 16 Agustus menunjukkan 154,7 pasien yang bergejala parah di Israel, tidak divaksinasi. Sebanyak 48,4 pasien yang bergejala parah, baru mendapat satu dosis vaksinasi. Sebanyak 19,8 pasien yang bergejala parah, dosis lengkap vaksinasi.

Apa solusinya?

Israel tidak tinggal diam menanggapi naiknya kasus infeksi. Akan ada vaksinasi dosis lanjutan. Kementerian Kesehatan Israel mengutip penelitian dari produsen vaksin dan Lembaga lain di seluruh dunia yang mengatakan, "vaksinasi dosis ketiga meningkatkan level antibodi dalam darah, meningkatkan kualitasnya (meningkatkan kemampuan vaksin menetralkan virus) dan bertahan cukup lama dalam tubuh. 

 

 

sumber: https://www.dw.com/id/kenapa-infeksi-covid-19-meningkat-di-israel/a-58905968

 
Berita Terpopuler