Jadi Presiden Iran, Raisi Janjikan Lawan Intimidasi Asing

Pada upacara di parlemen, Ebrahim Raisi disumpah sebagai presiden di atas Alquran

EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Presiden Iran yang baru, Ebrahim Raisi.
Rep: Fergi Nadira Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Ebrahim Raisi dilantik sebagai presiden kedelapan Republik Islam Iran, Kamis (5/8) waktu setempat. Pada upacara di parlemen, Raisi disumpah di atas Alquran.

Raisi (60 tahun) yang merupakan pelopor untuk menggantikan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei (82 tahun) mengatakan Iran ingin dirinya mempertahankan kemerdekaan negara dan melawan intimidasi asing. Dia juga berjanji mengejar diplomasi dan keterlibatan konstruktif dan ekstensif dengan dunia.

Raisi juga menegaskan kembali pendiriannya tentang tujuan untuk meningkatkan hubungan dengan negara tetangga regional yang akan menjadi kebijakan luar negerinya. "Saya mengulurkan tangan persahabatan dan persaudaraan ke semua negara, terutama yang ada di kawasan ini," kata Raisi dikutip dari laman Aljazirah, Jumat (6/8).

Dia mengatakan kepada sekitar 260 pejabat lokal dan asing yang hadir di ruangan parlemen bahwa krisis regional perlu diselesaikan melalui dialog. Menurutnya, kehadiran pasukan asing hanya mendorong lebih banyak ketidakstabilan.

Melawan retorika oleh Barat, Israel, dan beberapa tetangga Arab, Raisi juga menegaskan kehadiran Iran di kawasan itu menciptakan keamanan dan mendukung perdamaian dan stabilitas. Dia juga mengatakan sanksi keras Amerika Serikat (AS), yang dijatuhkan pada 2018 setelah Presiden AS saat itu Donald Trump secara sepihak meninggalkan kesepakatan nuklir Iran 2015, harus dicabut.

"Kami akan mendukung rencana diplomatik apa pun yang akan mencapai tujuan ini," katanya. Dia pun mengisyaratkan akan melanjutkan negosiasi di Wina yang bertujuan memulihkan kesepakatan.

Selain itu, Raisi berjanji program nuklir Iran benar-benar damai dan senjata nuklir tidak memiliki tempat dalam strategi pertahanan negara. Meski demikian, Presiden Raisi mengakui masih banyak tantangan ke depan terutama ekonomi yang bermasalah di negaranya.

Dia pun akan berusaha meningkatkan kualitas hidup semua warga Iran pada kepemimpinannya. Pidato Raisi dilakukan setelah pidato Ketua parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf dan kepala kehakiman yang baru dipilih Mohsen Ejei.

Baca Juga

Raisi, Ghalibaf, dan Ejei memuji pemilihan presiden 18 Juni di negara itu sebagai momen bersejarah dan epik. Mereka mengatakan pilpres kali ini menandakan rakyat Iran mempercayai kemapanan dan elemen revolusioner di dalamnya yang diwakili oleh garis keras.

"Manajemen jihad adalah solusi untuk semua masalah fisik dan spiritual masyarakat," kata Ghalibaf.

Ghalibaf berkuasa pada Februari 2020 dalam pemilihan yang diikuti 42 persen pemilih, terendah dalam pemilihan mana pun sejak revolusi 1979. Pemilihan presiden Juni memperlihatkan jumlah pemilih 48,8 persen, juga yang terendah dalam pemilihan presiden mana pun sejak revolusi. Kandidat reformis dan moderat secara luas didiskualifikasi dari pencalonan di kedua pemilihan.

Selain pejabat negara Iran, upacara pelantikan dihadiri oleh puluhan perwakilan tingkat tinggi dari lebih 70 negara termasuk beberapa kepala negara. Presiden Irak Barham Salih, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, pemimpin politik Hamas Palestina Ismail Haniyeh, dan Ketua Duma Rusia Vyacheslav Volodin adalah beberapa pemimpin dari wilayah tersebut yang menghadiri upacara pelantikan Raisi.

Tamu perwakilan regional lainnya termasuk pembicara Majelis Nasional Turki Mustafa Sentop, Ketua Senat Pakistan Sadiq Sanjirani, kepala perunding Houthi Yaman Mohammed Abdulsalam, Ketua parlemen Suriah Hammouda Sabbagh, dan Ketua Majelis Nasional Azerbaijan Sahiba Gafarova. Negara Afrika, Amerika Selatan, Eropa dan Asia Timur juga mengirimkan delegasi untuk menghadiri upacara tersebut, termasuk Paus Fransiskus yang mengirim perwakilan.

 
Berita Terpopuler