Menkes Menjawab Kepastian Efikasi Vaksin Sinovac

Efikasi vaksin Sinovac masih dalam uji klinis yang laporannya kelar akhir tahun.

Republika/Thoudy Badai
Santri mengecek kesehatan sebelum menerima vaksin Covid-19 Sinovac dosis pertama di Pondok Pesantren Ummul Qura, Tangerang Selatan, Banten, Ahad (1/8). Sekitar 500 santri telah disuntik vaksin Covid-19 dosis pertama yang diselenggarakan Badan Intelejen Negara (BIN) bersama Kementerian Agama Tangerang Selatan guna mempercepat pemerataan vaksin bagi masyarakat dan kalangan pelajar. Republika/Thoudy Badai
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Pemerintah memastikan masyarakat saat ini belum bisa mendapatkan vaksinasi dosis ketiga bagi penerima dosis lengkap Sinovac. Vaksin dosis ketiga atau penguat (booster) hanya akan diberikan ke tenaga kesehatan (nakes).

Salah satu alasan pemberian dosis ketiga bagi nakes adalah penurunan antibodi pascavaksinasi. Hal tersebut dibuktikan dengan gugurnya hingga ratusan nakes akibat Covid-19 meski sudah menerima vaksin dosis lengkap.

Hingga saat ini pertanyaan mengenai efikasi vaksin Sinovac belum bisa dijawab secara pasti. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyebut kepastian efikasi vaksin Sinovac terhadap virus SARS-CoV-2 baru dapat diketahui pada akhir tahun 2021.

"Sinovac sepemahaman saya baru keluar di akhir tahun ini, di akhir tahun inilah kita tahu (efikasi vaksin Sinovac) dan sesudah itu pasti akan memberikan langkah-langkah penanganannya seperti apa," kata Budi Gunadi, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (2/8).

Sebelumnya beredar informasi bahwa antibodi dalam tubuh seseorang yang dihasilkan vaksin Sinovac akan menurun setelah enam bulan menerima vaksin dosis kedua. "Tapi sebelum itu terlalu banyak spekulasi akan membingungkan rakyat sehingga saya minta teman-teman media untuk memastikan kita menyebarkan berita-berita yang secara ilmiah, secara bukti ilmiahnya benar dan pasti, harus pasti," ungkap BUdi.

Vaksin Sinovac adalah jenis vaksin yang pertama kali disuntikkan dalam program vaksinasi di Indonesia yaitu sejak Januari 2021. Saat itu vaksin Sinovac disuntikkan ke para tenaga kesehatan padahal semakin tinggi efikasi vaksin maka semakin lama antibodi bertahan di dalam tubuh.

"Saya mesti tegaskan di sini efikasi vaksin atau periode tahannya vaksin baru akan bisa keluar secara formal sesudah selesainya 'final report' uji klinis 3, diperkirakan akan keluar sekitar akhir tahun ini untuk vaksin-vaksin yang pertama kali diluncurkan akhir tahun lalu," tambah Budi.

Menurut Budi, vaksin pertama yang akan keluar laporan efikasinya adalah Pfizer dan AstraZeneca. "Jadi Pfizer dan AstraZeneca baru keluar 'final report' uji klinis ketiganya pada kuartal keempat ahun ini. Apakah ada data yang lain? Ada, cuma data itu data ad hoc, data yang belum formal," ungkap Budi.

Budi pun meminta masyarakat yang telah mendapatkan suntikan kedua vaksin tidak buru-buru untuk mencari suntikan dosis ketiga vaksin. "Saya ingin sampaikan bahwa sesudah vaksin kedua apakah kita harus disuntik vaksin ketiga? Tadi yang bisa mendapatkan akses (vaksinasi) baru sekitar 70 juta rakyat, dari target kita 208 juta. kalau ada yang ingin mendapatkan vaksin dosis ketiga, secara etika secara moral, kita harus berikan dulu itu ke orang yang belum mendapatkan vaksin pertama. Jadi saya mohon dengan sangat dosis ketiga booster hanya kita berikan kepada nakes," jelas Budi.

Ia berharap masyarakat menjaga etika dan moral serta tidak panik terkait dengan efikasi vaksin. "Kita sebagai manusia secara etika dan moral harus memberikan kesempatan orang yang belum dapat karena jumlahnya terbatas nanti kalau jumlahnya sudah cukup, tahun depan kita bisa lakukan apapun," ungkap Budi.

Berdasarkan data Satgas Covid-19, sudah ada 47.478.168 orang yang mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan sebanyak 20.673.079 orang yang mendapat vaksinasi dosis kedua dengan menggunakan berbagai merek vaksin. Jumlah tersebut adalah sekitar 24,49 persen dari total populasi Indonesia.

Pemerintah menargetkan dapat memvaksinasi 208.265.720 orang sehingga pemerintah terus menggenjot vaksinasi harian, termasuk dengan menargetkan 2 juta dosis per hari mulai Agustus ini. Sedangkan vaksinasi dosis ketiga adalah vaksinasi yang diperlukan untuk memperkuat respons antibodi terhadap varian baru apalagi kematian para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia dari Maret 2020 hingga Juli 2021 telah mencapai 1.141 jiwa.

Kegelisahan publik akan dosis ketiga bertambah setelah viralnya video seorang influencer yang menerima booster. Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban, menyayangkan tindakan tersebut karena masih banyak dokter yang belum mendapatkan vaksin.

"Beredar gambar ada seorang influencer yang diduga mendapatkan vaksin booster Moderna. Saya berharap dugaan itu tidak benar. Kalau benar, ya amat disayangkan, karena masih ada dokter-dokter yang dilaporkan belum mendapat vaksinasi dua kali. Misalnya di Purwokerto," katanya dalam cicitan di akun Twitter miliknya, Jumat (30/7).

Kemudian, ia melanjutkan urutan untuk yang menerima vaksin ketiga harus sama dengan program vaksin pertama. Yaitu tenaga kesehatan, dokter dan orang-orang yang ada di pelayanan publik. Faktanya jumlah yang sudah divaksinasi di Indonesia itu belum ada 10 persen. Artinya yang belum divaksinasi juga masih banyak.

"Bagi saya, perkara influencer itu sangat bermanfaat untuk edukasi, silahkan saja. Asalkan seluruh rakyat Indonesia sudah disuntik vaksin dua dosis. Namun, kami juga jangan terlalu reaktif. Tunggu saja kebenarannya dari penelusuran Kemenkes tentang kejadian itu," kata dia.






Baca Juga

Vaksinolog Dirga Sakti Rambe mengatakan enam bulan pascavaksinasi tubuh memiliki sel memori yang masih mengenali virus. Apabila sampai terinfeksi, sel akan mengenalinya dan memicu kekebalan tubuh untuk melawan virus.

"Kemarin ada berita menyebutkan bahwa antibodi pascavaksinasi Covid-19 akan turun setelah enam bulan. Memang saat orang pertama kali divaksinasi, antibodinya akan naik, kemudian seiring dengan berjalannya waktu akan turun," ujarnya saat bicara vaksin Covid-19 secara virtual, Kamis (29/7).

Menurutnya, penurunan imunitas ini terjadi pada semua orang yang telah divaksin Covid-19. Kemudian, dia melanjutkan, jika ternyata setelah vaksinasi Covid-19, orang yang telah divaksin terpapar virus ini maka antibodi di tubuhnya akan segera naik. Oleh karena itu, Dirga meminta masyarakat supaya berhati-hati membaca berita yang menyebutkan bahwa antibodi pascavaksinasi enam bulan turun. Berita ini membuat seakan-akan setelah enam bulan, tubuh tidak memiliki proteksi terhadap virus.

"Itu salah, vaksin apapun secara ilmiah seiring dengan waktu akan turun antibodinya. Tetapi karena di tubuh kita ada sel pengingat atau memori, kemudian kalau sampai orang yang divaksin terpapar virus maka segera dikenali oleh sel ini dan terjadilah lonjakan antibodi," katanya.

Jadi, ia menegaskan, proteksi vaksin Covid-19 tetap ada dalam tubuh meski kadar antibodi menurun seiring dengan berjalannya waktu. Namun, sel pengingat masih bisa mengenali virus ini. Pria yang juga dokter spesialis penyakit dalam tersebut membantah kabar setelah enam bulan vaksin Covid-19, tak ada perlindungan melawan Covid-19 sehingga wajib melakukan vaksin booster. "Tidak begitu," katanya.

Terkait efikasi vaksin terhadap varian Delta, Dirga mengatakan semua merek vaksin terdampak varian baru tersebut. Penularan varian Delta hingga 97 persen lebih cepat dibandingkan varian awal Covid-19 di Wuhan, Cina."Sehingga, apapun merek vaksinnya, semua terdampak oleh varian delta. Yang membedakannya adalah seberapa terdampak," ujarnya.

Tetapi secara umum, dia melanjutkan, vaksin Covid-19 masih efektif dalam menghadapi varian Delta. Setidaknya vaksin masih efektif mencegah gejala penyakit yang berat, termasuk kematian akibat Covid-19.

Ia menyebutkan, Indonesia menggunakan vaksin merek AstraZeneca, Sinovac, Sinopharm,  Moderna, dan Pfizer. Merek Sinovac, dia melanjutkan, adalah vaksin yang menggunakan teknologi inactivated virus. Vaksin ini adalah yang paling banyak digunakan di Indonesia, termasuk nakes hingga Presiden Joko Widodo.

Teknologi virus yang dilemahkan ini telah dipakai selama puluhan tahun dan dalam jangka panjang ternyata berdampak sangat baik. "Vaksin Sinovac terbukti efektif, terutama mencegah Covid-19 berat dan kematian akibat virus ini. Namun, Vaksin Sinovac belum terbukti mencegah penularan," ujarnya.

Sementara itu, ia menambahkan, Vaksin AstraZeneca yang paling banyak dipakai di seluruh dunia. Vaksin tersebut dikembangkan dengan teknologi relatif baru yaitu viral vector.

AstraZeneca mencegah penularan Covid-19 karena efektivitasnya sebesar 81 persen. Seperti diketahui, AstraZeneca diberikan dengan dua kali suntikan dengan jeda 12 pekan.

Kemudian, dia melanjutkan, vaksin Sinopharm digunakan untuk vaksin gotong royong ternyata memiliki kemiripan dengan Sinovac. "Terutama mencegah Covid-19 yang berat," katanya.

Prosedur Pengaduan Efek Vaksinasi atau KIPI - (republika)

 
Berita Terpopuler