Brain Fog Usai Sembuh dari Covid-19 Diduga Terkait Alzheimer

Brain fog pada penyintas Covid-19 dikhawatirkan terkait Alzheimer.

Republika/M Syakir
Brain fog setelah sembuh dari Covid-19 (ilustrasi). Kondisi tersebut dikhawatirkan terkait dengan Alzheimer.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti mencoba mengungkapkan mengapa beberapa orang yang sembuh dari infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) dapat menderita brain fog (kabut otak), kondisi di mana seseorang merasa sulit untuk berkonsentrasi dan tidak dapat fokus. Kondisi serupa lainnya juga dapat terjadi hingga berbulan-bulan setelah pulih dari penyakit.

Baca Juga

Temuan terbaru menujukkan adanya kekhawatiran bahwa kondisi tersebut terkait dengan Alzheimer. Satu penelitian yang dilakukan terhadap orang dewasa berusia lebih tua di Argentina menemukan jumlah yang mengejutkan dari perubahan memori dan pemikiran seperti demensia selama setidaknya enam bulan setelah serangan Covid-19, terlepas dari tingkat keparahan infeksinya. 

Penelitian lain menemukan protein terkait Alzheimer dalam darah warga positif Covid-19 di New York, Amerika Serikat (AS) yang ternyata memicu gejala otak sejak dini. Temuan awal dilaporkan dałam pertemuan Asosiasi Alzheimer pada Kamis (29/7).

Para ahli menekankan lebih banyak penelitian diperlukan dan sedang berlangsung untuk mengetahui apakah Covid-19 dapat meningkatkan risiko Alzheimer atau masalah otak lainnya di kemudian hari.

"Kemungkinan tersebut nyata, tetapi masih terlalu dini untuk mengetahui apakah ini benar-benar akan menghasilkan perubahan kognitif jangka panjang," ujar Richard Hodes, Direktur National Institute on Aging, dalam sebuah pernyataan.

National Institute On Aging tidak terlibat dalam penelitian, tetapi telah memulai studi besar sendiri untuk mencoba mencari tahu hal serupa. Disebutkan jika Anda terinfeksi virus corona jenis baru, ini tidak berarti Anda akan selalu terkena dampaknya. 

Kenali gejala Alzheimer. - (Republika)

Tetapi melindungi otak dari Covid-19 dapat menjadi alasan lain bagi orang-orang agar membulatkan tekad untuk segera mendapat vaksinasi. Beberapa petunjuk tentang risiko datang dari penelitian yang melacak sekitar 300 orang dengan Covid-19 di Provinsi Jujuy, Argentina. Para peneliti menyisir daftar untuk orang berusia 60 dan lebih tua yang tidak memiliki catatan gangguan otak sebelum pandemi dan bertanya apakah mereka akan menjalani tes kognitif.

"Ini cukup menakutkan jika saya harus terus terang," jelas Gabriel de Erausquin dari Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Texas di San Antonio yang memimpin penelitian terbaru.

Antara tiga dan enam bulan setelah mengalami Covid-19, sekitar 20 persen orang dewasa yang lebih tua memiliki masalah dengan memori jangka pendek. Sementara itu, 34 persen memiliki gangguan yang lebih parah, termasuk kesulitan menemukan kata-kata dan kesulitan dengan memori jangka panjang, yang disebut de Erausquin sebagai sindrom seperti demensia.

Tingkat keparahan Covid-19 tidak memprediksi masalah terkait penyakit otak ini. Erausquin mencatat bahwa penciuman otak secara langsung terkait dengan area yang paling penting untuk memori dan hilangnya penciuman terkadang merupakan tanda awal penyakit degeneratif, seperti Alzheimer atau Parkinson.

Studi terbaru yang dilakukan melacak peserta selama tiga tahun untuk melihat bagaimana perkembangan mereka. Sementara temuan awal berfokus pada orang dewasa yang lebih tua, Erausquin mengatakan ada bukti lain bahwa masalah yang tersisa pada penyintas Covid-19 dengan usia yang lebih muda cenderung lebih berpusat pada kemampuan untuk konsentrasi.

Para peneliti di New York University-Langone Health mengambil pendekatan berbeda, menguji darah lebih dari 300 orang dewasa lanjut usia yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19. Sekitar setengahnya mengalami gejala neurologis baru seperti kebingungan sebagai bagian dari infeksi virus corona jenis baru.

Penelitian tersebut juga menemukan lonjakan kadar protein dalam darah mereka yang terkait dengan peradangan sistem saraf, cedera sel otak, dan penyakit Alzheimer. Ini menunjukkan otak merespons cedera, tetapi akan membutuhkan waktu untuk mengetahui apakah tingkat abnormal benar-benar menandakan perubahan seperti Alzheimer atau hanya gangguan sementara.

Eliezer Masliah dari National Institute on Aging mengatakan bahwa satu protein yang salah selama Alzheimer juga memiliki peran normal di otak, untuk bertahan melawan infeksi. Penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa virus tertentu mungkin berperan menyebabkan Alzheimer di kemudian hari.

 
Berita Terpopuler