Covid-19 Berubah Jadi Lebih Ringan pada Kasus Reinfeksi

Kena reinfeksi Covid-19, orang cenderung tak sakit parah dan viral load-nya rendah.

Republika/Putra M. Akbar
Tes PCR Covid-19. Studi di Inggris pada penyintas Covid-19 menunjukkan hanya satu persen yang mengalami reinfeksi. Mereka tak sakit parah dan daya tularnya terpantau rendah.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan menilai Covid-19 mulai berubah menjadi penyakit yang lebih ringan pada kasus reinfeksi. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya viral load atau jumlah virus SARS-CoV-2 saat orang terinfeksi untuk kali kedua.

Dengan viral load (daya tular) yang lebih rendah, pasien Covid-19 dalam kasus reinfeksi memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menyebarkan virus. Selain itu, orang terinfeksi juga cenderung lebih sulit untuk jatuh sakit.

Temuan ini disampaikan oleh Office for National Statistics (ONS) berdasarkan studi yang melibatkan para penyintas Covid-19 di Ingris. Temuan ini dinilai mengindikasikan bahwa imunitas tubuh bekerja dengan baik berkat dorongan infeksi alami dan juga program vaksinasi.

Studi yang dilakukan pada April 2020 hingga Juli 2021 ini melibatkan 19.470 partisipan yang pernah terkena Covid-19. Di antara para partisipan ini, sebanyak 195 orang atau sekitar satu persen partisipan terkena Covid-19 untuk kedua kalinya.

Hanya seperempat dari kasus reinfeksi yang memiliki viral load tinggi. Sebagai perbandingan, dua per tiga kasus Covid-19 non reinfeksi atau kasus infeksi pertama memiliki viral load yang tinggi.

Angka CT (cycle threshold) rata-rata pada kasus infeksi Covid-19 pertama adalah 24,9. Di sisi lain, kasus reinfeksi memiliki angka CT rata-rata sebesar 32,4. Angka yang lebih rendah menunjukkan viral load yang lebih tinggi.

Di samping itu, studi ini juga mendapati bahwa kasus bergejala lebih jarang ditemukan pada kelompok pasien reinfeksi. Gejala Covid-19 yang umum ditemukan pada kasus reinfeksi pun tak jauh berbeda, seperti batuk, kelelahan, dan sakit kepala.

"Dan kami tak menemukan bukti adanya perbedaan gejala antara varian delta dan varian-varian lain," ungkap ahli statistika senior untuk Covid-19 Infection Survey ONS Rhiannon Yapp, seperti dilansir The Sun.

Baca Juga

Ahli virologi dari University of Nottingham Profesor Jonathan Ball menilai temuan ini penting. Alasannya, temuan terbaru itu menunjukkan bahwa riwayat infeksi terdahulu dapat memberikan perlindungan yang baik, meski tidak mutlak terhadap risiko reinfeksi.

Prof Ball menyebut, jumlah virus pada hidung dan tenggorokan pasien Covid-19 reinfeksi juga lebih rendah dibandingkan pada kasus infeksi pertama. Ini menunjukkan bahwa imunitas yang terbentuk dari infeksi alami sebelumnya dapat secara efektif menekan replikasi virus pada kasus infeksi ulang di kemudian hari.

"Ini penting karena itu berarti orang-orang yang mengalami reinfeksi memiliki kecenderungan lebih kecil untuk mengalami sakit berat, dan kemungkinan mereka menularkan virus ke orang lain menurun," ujar Prof Ball.

 
Berita Terpopuler