Cerita RS Kehabisan Oksigen, Pasien Covid-19 Pun Meninggal

Krisis oksigen suatu daerah bisa menjadi indikator lonjakan kasus Covid-19.

Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah tabung oksigen saat penyerahan barang bukti tabung oksigen hasil pengungkapan kasus tindak kejahatan di Jakarta, Selasa (27/7). Kriris oksigen medis hingga kini masih terjadi di RS-RS rujukan Covid-19 di Indonesia. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Silvy Dian Setiawan, Dessy Suciati Saputri

Kondisi habisnya stok oksigen medis untuk pasien Covid-19 sempat terjadi di Rumah Sakit Paru di Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Ahad (25/7) lalu. Kekosongan stok oksigen selama lebih dari tiga jam itu akibat pasokan oksigen dari Samator mengalami keterlambatan.

"Pihak rumah sakit menggunakan oksigen cair dan biasanya disuplai oleh pihak Samator sekitar 2.500 meter kubik per dua hari, namun pada Minggu (25/7) malam kedatangan oksigen terlambat," kata Plt Direktur RS Paru Jember dr Sigit Kusumajati saat dikonfirmasi per telepon di Jember, Senin (26/7).

Sigit menerangkan, oksigen cair atau liquid di RS Paru Jember habis pada Ahad (25/7) pukul 21.00 WIB. Pihaknya pun kemudian meminjam semua tabung di pihak Samator untuk diisi oksigen yang dapat menyuplai cadangan kebutuhan oksigen di rumah sakit.

"Namun cadangan oksigen itu tidak berlangsung lama, sehingga pasokan oksigen habis dan tidak ada lagi oksigen di rumah sakit pada Senin dini hari pukul 01.07 WIB hingga 4.40 WIB," tuturnya.

Sigit menjelaskan, ada 13 pasien terkonfrmasi positif Covid-19 yang berada di ruang ICU yang membutuhkan pasokan oksigen. Selama tiga jam lebih tidak adanya pasokan oksigen di RS Paru Jember, tercatat ada tiga pasien yang meninggal dunia karena secara klinis kondisinya memang buruk yakni saturasi oksigen di bawah 60 persen dan sangat memerlukan bantuan oksigen.

"Perawat dan dokter di RS Paru sudah berusaha maksimal untuk menangani pasien Covid-19 agar mereka bisa sembuh, sehingga setelah kejadian habisnya oksigen tersebut kami menggelar rapat untuk membuat kebijakan agar tidak terulang kembali," ujarnya.

Menurut Sigit, keterlambatan pasokan oksigen dari pihak Samator ke RS Paru Jember disebabkan pengambilan oksigenya di Gresik karena di Surabaya juga terbatas. Sementara, di Rumah Sakit Daerah (RSD) dr Soebandi Jember juga nyaris habis pasokan oksigen untuk menangani pasien Covid-19 dan pada Senin ini pasokan oksigen agak berkurang.

"Pasokan oksigennya yang tersendat ke rumah sakit dan pasokan dari pihak Samator Surabaya juga berkurang, sehingga oksigen yang kami terima terbatas dan belum sesuai dengan kebutuhan," kata Plt Wakil Direktur SDM dan Pendidikan RSD dr Soebandi Jember drg Arief Setiyoargo.

Berdasarkan data Satgas Covid-19 Jember menyebutkan kasus kematian terus mengalami peningkatan yakni pada Ahad (25/7) tercatat jumlah yang meninggal dunia sebanyak 28 orang. Dan pada Senin ini tercatat penambahan 35 orang meninggal dunia, sehingga total kasus kematian hingga 26 Juli 2021 tercatat sebanyak 878 orang.

 

In Picture: Kelangkaan Oksigen Medis Masih Terjadi di Yogyakarta

Warga mengantre isi ulang tabung oksigen di Ninda Oksigen, Yogyakarta, Senin (26/7). Di Yogyakarta kelangkaan oksigen masih terjadi hingga kini. Warga harus mengantre sejak malam untuk mendapatkan jatah isi ulang oksigen. Bahkan beberapa konsumen berasal dari luar Yogyakarta. - (Wihdan Hidayat / Republika)

 

 

 

Sebelumnya, kondisi krisis oksigen yang mengakibatkan tak terselamatkannya pasien Covid-19 juga pernah terjadi RSUP Dr Sardjito, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada 3-4 Juli 2021, sebanyak 63 pasien yang dirawati di RSUP Sardjito meninggal dunia.

Menurut Dirut RSUP Dr Sardjito, dr Rukmono Siswishanto, jumlah pasien meninggal itu tidak hanya pasien yang menggunakan oksigen atau Covid-19. Untuk pasien yang meninggal setelah oksigen sentral di RSUP dr Sardjito habis pada 3 Juli 2021 sekitar 20.00 jumlahnya ada 33 pasien.

Baca Juga

"Pasien sejumlah itu bukan semata-mata pasien Covid yang harus dengan bantuan oksigen, tapi terdapat pasien lainnya pula," kata Rukmono melalui rilis yang diterima Republika, Ahad (4/7) sore.

Krisis oksigen di DIY juga disebut oleh Komandan TRC BPBD DIY, Wahyu Pristiawan Buntoro Pris sebagai penyebab banyaknya kasus pasien meninggal saat isolasi mandiri (isoman). Saat menjalani isoman di rumah, pasien Covid-19 dengan gejala berat tidak ditunjang oleh ketersediaan alat kesehatan seperti oksigen.

"Ada stagnasi di rumah sakit dan krisis oksigen, maka buntu di puskesmas karena tidak mampu untuk merujuk. Sehingga yang seharusnya dirujuk, diminta isoman. Kapasitas (rumah sakit) overload (sudah melebihi kapasitas) dan diperparah dengan fasilitas yang tak cukup, akhirnya banyak yang meninggal," ujar Wahyu.

Kematian pasien Covid-19 saat menjalani isoman di DIY dilaporkan terus meningkat. Selama Juli 2021 ini, Wahyu mengatakan, sudah tercatat lebih dari 400 pasien Covid-19 yang meninggal saat isoman di rumah.

"Dibandingkan Juni, kenaikannya jauh sekali. Juni kemarin (kematian saat isoman) kira-kira hanya setengahnya, kematian di Juli meningkatnya drastis," kata Wahyu kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (25/7).

 

Ketua Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Moh. Adib Khumaidi menyebut, meningkatnya kebutuhan oksigen di satu wilayah bisa menjadi salah satu indikator adanya peningkatan kasus di sana. Ada beberapa daerah yang kini tengah mengalami kenaikan kasus Covid-19.

"Salah satu indikator yang bisa kita lihat adalah saat di dalam satu wilayah sudah ada permasalahan misalnya oksigen saja, dua hari yang lalu teman-teman di Kalimantan Selatan ada yang teriak masalah oksigen. Kalau ada peningkatan kebutuhan oksigen supply dan demand-nya, berarti pasiennya banyak. Di daerah Kalimantan Selatan ada kenaikan kasus," kata dia dalam konferensi pers daring yang digelar IDI, Selasa (27/7).

Adib mengatakan, selain Kalimantan Selatan, saat ini ada juga beberapa wilayah yang dilaporkan mengalami kenaikan kasus yakni Yogyakarta, Solo, Jambi, Palembang dan Kendari. Terkait ini, menurut Adib, Indonesia sebenarnya sudah mempunyai sistem dalam suplai kebutuhan seperti oksigen dan obat sehingga masalah kelangkaan seperti beberapa waktu lalu tak kembali terjadi.

"Antisipasi harus kita lakukan. Kita sudah punya sistem sebenarnya. Kami selalu berkomunikasi dengan Kementerian Kesehatan masalah oksigen, obat. Seharusnya bisa menjadi sistem yang sudah terbangun untuk kemudian menyelesaikan masalah di luar Jawa tadi," tutur dia.

Daerah yang tengah mengalami krisis oksigen adalah Nusa Tenggara Barat (NTB). Dinas Kesehatan NTB menyatakan, ketersediaan oksigen di wilayahnya mulai menipis seiring melonjaknya angka pasien Covid-19.

"Kalau saya ibaratkan persediaan oksigen kita ini seperti lampu kuning. Dalam artian kita waspada terhadap oksigen ini," kata Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Lalu Hamzi Fikri usai mengikuti rapat koordinasi evaluasi penangangan Covid-19 di NTB yang dilaksanakan di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Senin (26/7).

Lalu menyatakan, menipisnya persediaan oksigen itu tidak terlepas tingginya permintaan oksigen oleh rumah sakit seiring melonjaknya pasien positif Covid-19 yang mendapat perawatan. "Konsumsi terbanyak itu di RSUD Provinsi NTB dan RSUD Kota Mataram karena merupakan rumah sakit rujukan Covid-19 dan banyak menangani pasien pasien Covid-19," ucapnya.

Menurut Lalu, ketersediaan oksigen di NTB sebanyak 220 ton. Sedangkan, permintaan oksigen karena lonjakan kasus Covid-19 menjadi 80 sampai 120 ton sebulan, bahkan hingga 160 ton.

"Rata-rata kebutuhan rumah sakit sehari itu 8 ton. Sehingga bisa dibayangkan sebulan berapa kita butuhkan oksigen karena ada lonjakan kasus sehingga kebutuhan oksigen menjadi over kapasitas. Sementara persediaan tidak banyak," kata lalu.

Di Kalimantan Tengah (Kalteng), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan, stok oksigen saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar tujuh hari.

"Memang daya tahannya itu tinggal tujuh hari, tepatnya tujuh hari enam jam untuk se-Kalimantan Tengah," katanya di Palangka Raya, Senin.

Namun demikian, Senin ini diperkirakan ada tambahan masuk dari pihak penyalur atau distributor. Ia juga sudah melaporkan kepada pimpinan, agar seperti perusahaan tambang, peleburan emas hingga besi yang mestinya memiliki persediaan oksigen, harusnya bisa dipinjam terlebih dahulu.

"Sangat berisiko kalau sampai kehabisan oksigen, karena kebutuhan oksigen terkait penanganan Covid-19 ini begitu luar biasa," tegasnya.

Suyuti menjabarkan, jika rata-rata penyakit biasa hanya menghabiskan 4-5 liter per menit, pasien Covid-19 ada yang bahkan sampai 48 liter per menit sehingga tentunya oksigen akan cepat habis. Suyuti berharap agar dalam waktu dekat segera mendapat tambahan lagi guna memenuhi kebutuhan oksigen khususnya dalam penanganan kasus Covid-19.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kebutuhan oksigen sebelum masa lebaran mencapai sebanyak 400 ton per harinya, namun kini meningkat menjadi 2.500 ton per hari. Sementara, kapasitas produksi di Indonesia sendiri hanya sebesar 1.700 ton per hari.

“Sehingga kita ada gap. Karena sama seperti obat, kenaikannya tinggi sekali,” kata Budi saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (26/2).

Pemerintah pun melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen medis di dalam negeri, salah satunya yakni mengimpor oksigen konsentrator. Oksigen konsentrator ini dapat digunakan di rumah ataupun di rumah sakit. Setiap 1.000 oksigen konsentrator mampu memproduksi sekitar 20 ton oksigen per hari.

Saat ini, bantuan oksigen konsentrator mulai berdatangan di Indonesia. Pemerintah juga telah menerima donasi 17 ribu oksigen konsentrator. Namun jumlah ini masih belum mencukupi, sehingga pemerintah juga membeli 20 ribu unit oksigen konsentrator yang nantinya akan didistribusikan ke seluruh rumah sakit dan tempat isolasi.

“Jadi kita menghilangkan kebutuhan tabung yang besar-besar, kita menghilangkan kebutuhan transportasi logistik yang juga susah, kita juga menghilangkan kebutuhan pabrik-pabrik oksigen besar yang harus kita bangun dengan cepat,” ungkap dia.

Infografis: Kasus sembuh dan meninggal jadi rekor pekan lalu - (Republika)

 
Berita Terpopuler