WhatsApp Sebut Spyware Pegasus Serang Sekutu AS

Pegasus disebarkan ke perangkat Apple melalui tautan iMessage.

EPA/Ritchie B.Tongo
Whatsapp
Rep: Rizky Suryarandika Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID,PARIS -- Perusahaan IT Israel NSO Group membantah bahwa spyware-nya digunakan untuk meretas ponsel banyak politisi. Namun, perusahaan WhatsApp menceritakan kisah yang berbeda. 

Baca Juga

CEO raksasa WhatsApp, Will Cathcart, mengatakan pemerintah diduga menggunakan perangkat lunak Pegasus NSO untuk menyerang pejabat senior pemerintah di seluruh dunia pada 2019. Bahkan termasuk pejabat keamanan nasional berpangkat tinggi yang merupakan sekutu Amerika Serikat.
 
Pelanggaran itu dilaporkan merupakan bagian dari kampanye yang lebih besar yang membahayakan 1.400 pengguna WhatsApp dalam dua pekan hingga memicu gugatan. 
 
"Pelaporan NSO cocok dengan temuan dari serangan 2019 di WhatsApp," kata Cathcart dilansir dari engadget pada Ahad (25/7).
 
Aktivis hak asasi manusia dan jurnalis juga diyakini menjadi korban. Laporan itu menanggapi tuduhan bahwa pemerintah menggunakan Pegasus untuk meretas ponsel 37 orang, termasuk wanita yang dekat dengan jurnalis Saudi yang terbunuh Jamal Khashoggi. 
 
Target-target itu juga ada dalam daftar lebih dari 50.000 nomor telepon yang mencakup aktivis, jurnalis, dan politisi di 2016. NSO dengan tegas menolak klaim tentang peretasan dan daftar tersebut. NSO bersikeras tidak ada dasar faktual atas tuduhan itu. NSO menilai daftar itu terlalu besar untuk difokuskan hanya pada target potensial Pegasus.
 
Bantahan NSO secara langsung menantang Cathcart sekaligus mempertanyakan apakah WhatsApp memiliki alternatif lain untuk membantu menggagalkan pedofilia, teroris, dan penjahat menggunakan perangkat lunak terenkripsi. 
 
Cathcart sayangnya tidak memberi penjelasan itu. Dia menunjuk ke 1.400 orang sebagai bukti yang mungkin bahwa jumlah target NSO sangat tinggi. 
 
"Apa pun kebenarannya, aman untuk mengatakan bahwa WhatsApp tidak akan menghindar dari gugatannya (atau perang kata-kata) dalam waktu dekat," ujar Cathcart.

 
Berita Terpopuler