Mengapa Angka Kematian Harian Covid-19 Terus Cetak Rekor?

Terjadi peningkatan jumlah kasus kematian Covid-19 selama sepekan terakhir.

ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Petugas di lokasi pemakaman pekuburan Covid-19, Buper Waena, Kota Jayapura, Papua, Selasa (20/7/2021). Data pihak berwenang setempat per 17 Maret - 18 Juli 2021 menyebut dari 45 rumah sakit (RS) Pemerintah dan 16 Swasta di Papua total kasus meninggal dunia akibat Covid-19 berjumlah 634 orang dan Kota Jayapura masuk Zona Merah untuk kematian akibat Covid-19.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati

Di tengah lonjakan kasus positif Covid-19, peningkatan angka keterisian (BOR) rumah sakit, yang paling memprihatinkan saat ini adalah angka kematian harian Covid-19. Dalam sepekan terakhir, Indonesia telah mencatatkan beberapa kali rekor tertinggi jumlah kematian harian.

Terbaru pada Kamis (22/7) ini, Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan ada 1.449 orang meninggal dunia setelah sehari sebelumnya pada Rabu (21/7) dilaporkan ada 1.383 orang meninggal dunia dengan status positif Covid-19. Sebelumnya, rekor tertinggi tercatat pada 19 Juli 2021 dengan 1.338 orang meninggal dalam sehari.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pun menyoroti peningkatan jumlah kasus kematian selama sepekan terakhir ini. Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, peningkatan kasus kematian ini harus menjadi pembelajaran bersama untuk terus melakukan pencegahan dan meningkatkan kesembuhan pasien.

Baca Juga

“Yang perlu menjadi fokus adalah kematian. Angka kematian yang cenderung mengalami peningkatan selama tujuh hari terakhir ini patut dijadikan refleksi kita bersama. Terlebih sudah enam hari berturut-turut kematian kita mencapai lebih dari seribu setiap harinya,” kata Wiku saat konferensi pers, Kamis (22/7).

Wiku menegaskan, kondisi ini tak lagi bisa ditoleransi. Penurunan kasus positif dan peningkatan kasus kesembuhan pun harus diikuti dengan penurunan angka kematian.

“Ini tidak bisa ditoleransi lagi karena ini bukan sekedar angka. Di dalamnya ada keluarga, kerabat, kolega, dan orang-orang tercinta yang pergi meninggalkan kita,” ucapnya.

Selain angka kematian harian, penambahan kasus positif Covid-19 juga kembali melejit naik, setelah sempat turun dalam beberapa hari. Pada Kamis (22/7) ini dilaporkan ada 49.509 kasus positif, kembali mendekati batas psikologis 50 ribuan kasus.

 

In Picture: Angka Kasus Kematian Akibat Covid-19

Petugas pemakaman membawa peti jenazah korban COVID-19 untuk dikuburkan di pemakaman khusus COVID-19 TPU Pondok Rajeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/7/2021). Pada periode tanggal 18-19 Juli angka kematian akibat COVID-19 kembali berada di titik tertinggi selama pandemi, Pemerintah mencatat sebanyak 1.338 pasien meninggal dunia. Dengan jumlah kematian tersebut saat ini sebanyak 74.920 pasien telah meninggal sejak pertama kali penularan terjadi 2 Maret 2020. - (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

 

 

 

Tingginya tambahan kasus positif hari ini sejalan dengan bertambahnya kapasitas testing Covid-19 secara nasional. Satgas melaporkan bahwa jumlah orang yang diperiksa dalam 24 jam terakhir sebanyak 228.702 orang. Angka ini merupakan capaian testing tertinggi selama pandemi.

Kabar baik lainnya, jumlah orang yang dinyatakan sembuh dari Covid-19 juga konsisten bertambah. Dilaporkan ada 36.370 orang yang sembuh dari Covid-19 pada hari ini. Angka ini sekaligus menjadi rekor angka kesembuhan bagi Indonesia.

Sayangnya, jumlah kasus positif baru masih jauh lebih tinggi ketimbang jumlah pasien sembuh. Akibatnya, jumlah kasus aktif Covid-19 pun masih saja bertambah, menjadi total 561.384. Padahal pada Rabu (21/7) kemarin, jumlah kasus aktif sempat turun nyaris 500 orang. Penurunan kasus aktif kemarin menjadi yang pertama setelah reli penambahan kasus aktif selama dua bulan terakhir.

Terkait perkara kapasitas testing yang turun-naik, Wiku meminta agar hal ini juga menjadi perhatian pemerintah. Wiku meminta agar upaya testing terhadap masyarakat dan kontak erat pasien positif terus ditingkatkan.

“Jumlah orang diperiksa yang mengalami penurunan selama 4 hari terakhir perlu untuk segera dikejar untuk meningkat kembali. Karena semakin tinggi testing, semakin banyak kasus yang banyak terdeteksi dan ditangani sejak dini,” ujar Wiku.

Wiku meminta agar kedua hal ini, baik peningkatan jumlah testing maupun penurunan angka kematian harus menjadi perhatian pemerintah sebelum kebijakan relaksasi PPKM Darurat dibuka secara bertahap. Dengan demikian diharapkan juga dapat memperbaiki zonasi risiko di wilayah-wilayah yang saat ini berada di zona risiko tinggi atau merah.

“Untuk itu, perlu dipastikan sebelum dilakukan pembukaan bertahap kita wajib bergotong royong dalam meningkatkan testing dan menurunkan angka kematian,” kata dia.

 

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani menganalisis beberapa kemungkinan penyebab tren kematian harian akibat Covid-19 Indonesia di atas 1.000-an kasus. Menurutnya, hal itu berhubungan dengan pelayanan kesehatan.

"Ada beberapa kemungkinan, pertama pasien belum mendapatkan pelayanan kesehatan karena BOR penuh," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (20/7).

Menurut Laura, pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, masih banyak terjadi antrean pasien Covid-19 yang sulit masuk RS dan harus menunggu di instalasi gawat darurat (IGD). Keterlambatan penanganan pasien itulah yang menjadi penyebab utama tingginya angka kematian Covid-19.

Tak hanya itu, ia menyebutkan kondisi psikis pasien Covid-19 yang tak hanya memikirkan dirinya melainkan juga keluarganya juga bisa menyebabkan perburukan kondisi dan ini bisa berujung pada kematian.  Dugaan penyebab terakhir, adalah varian baru virus Delta yang sangat cepat menular dan bisa menyebabkan kematian.

"Apalagi, cakupan imunisasi di negara kita masih rendah, jadi mungkin ada relevansi varian Delta dengan penyebaran satu penyakit. Padahal, negara-negara lain sudah mendapatkan vaksin," katanya.

Ia mengakui masih dibutuhkan data penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti penyebab angka kematian Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat. Yang jelas, ia menilai, penanganan Covid-19 di Indonesia belum maksimal karena dengan kebijakan yang dikeluarkan belum dapat mengendalikan kasus Covid-19.

"Akibatnya, kasus Covid-19 juga masih tinggi, jumlah kematian juga cukup tinggi. Kalau dibandingkan dengan negara lain, Indonesia kan masuk negara pertama kasus harian tertinggi, kematian harian juga banyak," katanya.

Laura meminta pemerintah tak hanya menekankan bidang hulu melainkan juga hilirnya. Artinya, ia meminta rumah sakit harus dievaluasi meski pemerintah telah mengupayakan menambah  fasilitas kesehatan, tempat isolasi dan tenaga kesehatan. 

"Itu harus benar-benar dievaluasi," katanya.

Guru Besar Epidemiologi Unhas Ridwan Amiruddin pun memprediksi angka kematian Covid-19 akan makin parah. Prediksinya itu didasari atas angka reproduksi kasus di Indonesia sebesar R 1.38, sementara rasio penemuan kasus hanya sekira 6 persen.

Data tersebut diperoleh Ridwan dari hasil estimasi health data.org. Dalam data tersebut disebutkan varian baru B1.617.2 sebagai determinan utama penyebaran.

"Harus diambil langkah sistematis. Sebelum semuanya terlambat," kata Ridwan kepada Republika, Ahad (17/7).

"Dan hingga sekarang cakupan vaksin  baru sekira 17-20 persen," Ridwan, menambahkan.

Berdasarkan skenario, Ridwan mengamati besar peluang akan terjadi kumalatif kematian Covid-19 terlaporkan sebesar 173 ribu kasus per awal Oktober 2021. Terdapat tambahan kematian 115 ribu kasus dari Juni hingga Oktober 2021.

"Laporan kematian kemungkinan akan mencapai puncak pertengahan Agustus," ujar Ridwan.

"Untuk skenario terburuk (kematian) akan mencapai 248.600 kasus pada awal Oktober 2021," ucap Ridwan, menambahkan.

 

Poin-Poin Pelonggaran PPKM Darurat - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler