Risiko Tinggi Intai Ibu Hamil yang Belum Divaksinasi

Pemerintah diminta segera melakukan vaksinasi bagi ibu hamil.

Prayogi/Republika.
Petugas kesehatan beraktivitas di Ruang bersalin Isolasi Taman Cinta Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta, Rabu (23/12). Puskesmas Kecamatan Duren Sawit meresmikan ruang bersalin khusus ibu hamil terkonfirmasi Covid-19 hal ini bentuk upaya dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada ibu hamil khususnya yang positif Covid-19 sebelum dibawa ke RS Rujukan.Prayogi/Republika
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Haura Hafizah, Idealisa Masyrafina, Antara

Kasus kematian ibu hamil akibat Covid-19 di Tanah Air meningkat. Perlindungan dalam bentuk vaksin bagi ibu hamil harus segera dikejar agar bisa menekan kematian dan mengurangi kadar keparahan infeksi Covid-19 di wanita yang sedang mengandung,

Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) mencatat sebanyak 536 perempuan hamil di Tanah Air terinfeksi Covid-19 selama periode April 2020 hingga April 2021. Angka perempuan hamil yang meninggal dunia akibat Covid-19 sekitar 3 persen dan ibu hamil yang menggunakan ruang perawatan ICU sekitar 4,5 persen.

Ketua POGI, Ari Kusuma Januarto, mendorong pemerintah untuk melakukan vaksinasi Covid-19 kepada ibu hamil."Penelitian uji klinis pada ibu hamil memang jarang, namun vaksin untuk ibu hamil bisa dilakukan," ucapnya, Kamis (22/7).

Sekjen POGI, Budi Wiweko, menyampaikan bahwa vaksin Covid-19 yang tersedia saat ini aman untuk ibu hamil. "Vaksin yang ada tidak mengandung zat-zat berbahaya bagi kehamilan terutama pada vaksin yang mengandung non live virus (bukan virus hidup), itu sangat aman," ujarnya.

Ia mengemukakan bahwa berdasarkan studi atas vaksin "bukan virus hidup" seperti vaksin influenza atau vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) cukup aman diberikan kepada ibu hamil. "Selama ini ibu hamil mendapatkan vaksin non live virus seperti influenza itu tidak ada keluhan KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi)," katanya.

Kondisi terinfeksi Covid-19 pada ibu hamil yang mengalami gejala dapat berpengaruh terhadap kondisi janin. Wiweko mengatakan, sebagian besar menyebabkan kelahiran prematur karena dokter merekomendasikan terminasi kehamilan yang itu bukan hanya atas indikasi obstetri.

"Bisa dilihat atas dasar pertimbangan situasi rumah sakit setempat, kalau dianggap ada perburukan dan sebagainya, bayinya sudah bisa dilakukan terminasi jadi lebih mudah penanganan pada ibunya," kata dia.

Untuk itu, POGI kembali mendorong agar pemerintah segera melaksanakan vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil. Sebab, banyaknya ibu hamil yang terpapar Covid-19 karena mereka belum mendapatkan vaksin.

"Kita sekarang dalam tahapan sudah koordinasi antara Kemenkes, Badan POM, dan POGI sudah sepakat untuk melakukan vaksinasi dan teknisnya pun sudah dibahas sehingga berikutnya adalah update dari form skrining itu," tutur Wiweko.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengakui memang saat ini ibu hamil sangat rentan terinfeksi Covid-19. Akan tetapi, belum ada rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengenai vaksinasi Covid-19 bagi ibu hamil.

"Kita juga masih mengkaji tentang hal ini," ujarnya.

Ia menyarankan, ibu hamil harus terus rajin memeriksakan dirinya melalui dokter atau tenaga kesehatan yang selama ini menangani pemeriksaan kesehatan (antenatal care/ANC) bumil tersebut. Tenaga kesehatan tersebut yang nantinya akan memberikan rekomendasi dan informasi penanganan bumil yang terjangkit Covid-19.

"Bisa melalui dokter atau nakes yang menangani ANC bumil tersebut, karena kehamilan itu kan 9 bulan, jadi hal seperti ini bisa disiapkan jauh hari," ujar Siti Nadia.

Direktur Kesehatan Keluarga (Kesga) Kementerian Kesehatan, Erna Mulati, mengatakan, vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil saat ini sedang dalam pembahasan. Sehingga ia mengimbau para ibu hamil tetap patuh terhadap protokol kesehatan untuk menghindari terpapar Covid-19.

Ia berharap semua ibu hamil muda dan yang mendekati persalinan jangan sampai tertular Covid-19, tetap di rumah saja dan memakai masker. "Karena varian Delta ini sangat cepat dan ganas. Dalam hal ini anggota keluarga juga harus mendukung," katanya.

Baca Juga

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan keprihatinannya atas banyaknya korban Covid-19 dari kalangan ibu hamil dan anak. "Saya terus terang akhir-akhir ini sangat prihatin karena banyak sekali korban Covid-19 baik dari korban sakit maupun meninggal, itu terjadi pada perempuan, khususnya ibu hamil dan anak," ujar Muhadjir dalam sambutannya di Anugerah KPAI 2021 secara daring di Jakarta, Kamis.

Muhadjir mengimbau masyarakat untuk membangun "sense of crisis" terhadap pandemi Covid-19 sebagai ancaman nyata yang belum ditemukan penanganannya. Dia meminta masyarakat tidak lengah dan menyepelekan infeksi virus tersebut.

Muhadjir mengakui pada awalnya dia mengira Covid-19 akan memilih-milih sasarannya, dan itu tidak termasuk anak-anak dan ibu hamil. Dia mengira anak-anak dapat memproduksi imunitas yang sempurna dan dapat melawan infeksi SARS-CoV-2.

Begitu pula dengan ibu hamil yang dia yakini memproduksi imunitas untuk bayi yang ada di dalam rahimnya. "Tetapi apa yang terjadi ibu hamil malah justru menjadi sasaran empuk dari Covid-19, anak-anak yang meninggal juga sudah cukup banyak, dan ibu hamil yang dalam keadaan positif Covid-19 akan melahirkan terpaksa dioperasi sesar," kata Muhadjir.

Menurutnya, ada banyak ibu hamil yang harus menjalani operasi sesar akibat positif Covid-19. Begitu juga pada bayi yang juga tertular dari ibunya.Hal yang paling membuat Muhadjir merasa sedih adalah ketika bayi yang dikandung ternyata positif Covid-19, tidak dapat berdekatan dengan ibunya. Namun harus masuk dalam inkubator dengan ventilator yang terpasang.

"Saya menyaksikan sendiri seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya, harus masuk ke inkubator dan dipasang ventilator," ujar dia.

Guru Besar Ilmu Obgyn Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dwiana Ocviyanti, mengatakan ibu hamil memiliki risiko yang lebih tinggi daripada yang tidak hamil jika terpapar Covid-19. Apalagi, mereka yang mempunyai komorbiditas seperti anemia.

"Ingat. Sekitar 50 persen ibu hamil di Indonesia itu mengalami anemia, risikonya jauh lebih tinggi," ucapnya. Ia menambahkan jika ibu hamil terpapar Covid-19 dengan komorbiditas maka dapat membuat persalinan terjadi sebelum waktunya atau prematur.

"Itu bisa meningkatkan risiko stunting. Jadi bukan hanya masalah gizi, kalau ibunya sakit dan tidak mendapatkan oksigen yang cukup maka anak berpotensi mengalami stunting," ucapnya.

Stunting, lanjut dia, tidak hanya berdampak pada kondisi fisik anak, tetapi juga pada kemajuan bangsa mendatang."Karena anak yang stunting tidak hanya fisiknya saja yang terdampak, tapi otaknya juga tidak dapat berkembang secara optimal sehingga nantinya tidak bisa bersaing, termasuk dengan tenaga asing," ujar Dwiana Ocviyanti.

Negara dengan angka stunting yang tinggi, ia mengatakan, akan menjadi negara dengan ekonomi yang rendah."Maka kita harus berjuang untuk mengentaskan stunting," katanya.

Kendati demikian, Dwiana Ocviyanti mengatakan, bagi ibu yang sedang hamil, maka keluarga harus mendampingi agar jangan sampai mempunyai penyulit saat akan melahirkan. "Ibu hamil dan keluarga harus paham sedang berada di zona mana, laksanakan protokol kesehatan yang ketat," katanya.

Ibu hamil di masa pandemi. - (Republika.co.id)



 
Berita Terpopuler