Kasus Covid-19 Belakangan Menurun karena Testing Merosot

Pekan lalu jumlah spesimen diperiksa bisa mencapai 250 ribu, kini hanya 160 ribuan.

ANTARA/Ahmad Subaidi
Petugas kesehatan memasukkan sampel lendir kedalam wadahnya usai melakukan tes usap antigen Covid-19 secara acak terhadap salah seorang pengunjung, di Pasar Dasan Agung, Mataram, NTB. Angka testing di Indonesia paling tinggi saat ini baru mencapai 250 ribu spesimen per hari. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Nawir Arsyad Akbar

Penurunan jumlah kasus Covid-19 harian beberapa hari terakhir bisa dibilang sebagai tren penurunan semu. Setelah mencatatkan rekor tertingginya, 56.757 kasus positif pada 15 Juli 2021, angka-angka harian selanjutnya menurun namun itu lantaran angka testing juga ikut 'terjun bebas'.

Sudah empat hari terakhir, angka kasus harian di bawah 50 ribu kasus per hari. Berturut-turut pada Jumat (16/7), penambahan kasus positif mulai mengalami penurunan menjadi sebesar 54 ribu dan pada Sabtu (17/7) kembali menurun menjadi 51.952 kasus.

Kemudian pada Ahad (18/7), Satgas melaporkan penambahan kasus positif yang juga menurun menjadi 44.721 orang. Bahkan pada Selasa (20/7) dilaporkan 'hanya' 38.325 kasus baru diumumkan satgas.

Namun, jika dilihat dari pemeriksaan jumlah spesimen pada Selasa, juga tercatat mengalami penurunan dibandingkan pada hari-hari sebelumnya, yakni menjadi sebanyak 160.686 spesimen dari 127.461 orang. Sedangkan pada Ahad lalu, jumlah spesimen yang diperiksa sebesar 192.918 spesimen dari 138.046 orang.

Pada Sabtu kemarin, Satgas melaporkan jumlah spesimen yang diperiksa masih di atas 200 ribu spesimen yakni sebesar 251.392. Dan pada Jumat jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 258.532, serta pada Kamis atau saat kasus harian mencetak rekor tertingginya spesimen diperiksa sebanyak 249.059.

Baca Juga

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, ada beberapa kemungkinan yang melatari turunnya jumlah spesimen yang diperiksa. Pertama, ujarnya, kapasitas testing yang memang menurun di setiap akhir pekan sebagai akibat dari liburnya beberapa laboratorium. Kedua, adanya penundaan pengiriman data dari laboratorium ke sistem data pemerintah.

"Ada delay input yang berasal dari lab ke dalam sistem data," kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (20/7).

In Picture: Penyaluran Bantuan Sosial Tunai DKI Jakarta

Warga menunjukkan uang bantuan sosial tunai atau BST usai mengambil di ATM Bank DKI, Jakarta, Selasa (20/7/2021). Pemprov DKI menyiapkan anggaran Rp604 miliar untuk bantuan sosial tunai atau BST kepada 1 juta Kepala Keluarga (KK) penerima manfaat selama PPKM darurat. Nilai BST kali ini mencapai Rp600.000 per KK dari hasil rapelan penyaluran tahap 5 dan 6 yang sempat tertunda pada Mei-Juni 2021 lalu. - (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

 

Kendati begitu, Wiku menegaskan, bahwa pemerintah berkomitmen untuk meingkatkan kapasitas testing dan tracing. Caranya, imbuh Wiku, dengan memperbaiki koordinasi bersama pemda dalam menjalankan 3T.

"Juga memfasilitas pemda untuk mencapai targetnya masing-masing. Sesuai yang telah ditetapkan dalam instruksi Mendagri," kata Wiku.

Catatan merah lainnya, angka kematian akibat Covid-19 masih tinggi. Pada Selasa (20/7) ini dilaporkan ada 1.280 orang yang meninggal dunia dengan status positif Covid-19. Angka ini menjadi jumlah kematian harian tertinggi kedua setelah rekor pada 19 Juli 2021 dengan 1.338 kematian dalam sehari.

Kabar baiknya, angka kesembuhan juga dilaporkan masih tinggi. Pada Selasa (20/7) ini ada 29.791 orang yang dinyatakan sembuh dari Covid-19. Sayangnya, angka kesembuhan yang masih lebih rendah ketimbang tambahan kasus positif baru membuat jumlah kasus aktif masih meningkat. Total kasus aktif per kemarin mencapai 550.192 orang.

Saat berbicara di konferensi virtual BNPB bertema Pembatasan Aktivitas Masyarakat Selama Libur Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah, Sabtu (17/7) malam, Wiku menilai, tingginya penularan virus ini di masyarakat akibat banyaknya klaster keluarga yang muncul.

"Tingginya laju penularan di masyarakat akibat menjamurnya klaster keluarga," kata Wiku.

Wiku menambahkan, jika ada satu anggota keluarga yang terinfeksi maka yang lain bisa tertular, apalagi biasanya dalam satu keluarga ada yang sudah lanjut usia. Lebih lanjut Wiku menjelaskan, fenomena ini juga menggambarkan bahwa protokol kesehatan yang belum sepenuhnya diterapkan secara menyeluruh sampai ke sektor paling kecil.

Bahkan, ia menyebutkan data sepekan terakhir menunjukkan 26 persen kelurahan atau desa di Indonesia yang masih rendah kepatuhannya dalam memakai masker. Kemudian sekitar 28 persen kelurahan atau desa yang rendah kepatuhannya dalam menjaga jarak.

"Ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa di tempat yang dianggap paling aman pun ternyata penularan masih tetap ada," ujarnya.

 

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani menilai, turunnya kasus kasus konfirmasi positif Covid-19 harian di Indonesia bukan karena penularan yang mulai berkurang. Namun, karena angka testing berkurang.

"Harus dilihat apakah betul ada penurunan kasus harian yang mungkin dipengaruhi oleh kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat (yang diterapkan 3 Juli hingga 20 Juli)," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (20/7).

Laura menambahkan, yang perlu dilihat adalah indikator positivity rate. Kalau yang dites sudah maksimal sekitar 200 ribu dan kasus baru positif Covid-19 berkurang, maka kasus harian memang menurun.

"Kalau bisa stabil di angka maksimal. Kalau kemampuan maksimal Indonesia bisa memeriksa 200 ribu spesimen per hari maka itu yang harus dijalankan setiap harinya," katanya.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra mendorong pemerintah agar lebih aktif dalam melakukan tes dan pelacakan atau testing dan tracing Covid-19. Setidaknya adalah satu juta spesimen setiap harinya.

"Paling tidak kami berharap sau juta spesimen per hari, sekarang kan masih di 200 ribu, 250 ribu, itu masih jauh sekali. Kalau kita tidak mampu mengikuti kapasitas testing ini, berarti kita tidak mampu mengikuti laju kecepatan penularan," ujar Hermawan dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/7).

Testing dan tracing, kata Hermawan, bertujuan untuk menyusun dan melaksanakan mitigasi risiko. Dengan begitu, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan penanganan pandemi yang sesuai dengan kondisi Covid-19 di masyarakat.

"Kedua adalah penyelamatan jiwa, dengan testing kita dapat mendeteksi orang, menangani, menyelamatkan, dan menghindari kematian," ujar Hermawan.

Kurangnya testing dan tracing, akhirnya menimbulkan efek gunung es pandemi Covid-19 di Indonesia. Saat hanya segelintir masyarakat saja yang terkonfirmasi positif terinfeksi virus tersebut, tetapi masih banyak orang di bawah yang belum terlacak.

"Bongkahan besarnya tidak kelihatan, itu juga berkorelasi dengan banyaknya rumah sakit yang tidak bisa menampung banyaknya pasien yang tiap hari datang dan antre," ujar Hermawan.

 

Infografis Panduan Makanan Pasien Covid-19 Isoman - (republika.co.id)

 
Berita Terpopuler