Indonesia Turun 'Kelas', Pakar: Tetap Fokus Tangani Pandemi

Pakar dari CIPS meminta pemerintah fokus ke pandemi yang amat menentukan

Republika/Putra M. Akbar
Suasana deretan pemukiman dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (9/7). CIPS menilai Pemerintah perlu terus fokus pada penanganan pandemi karena penanganan pandemi akan sangat menentukan keberhasilan memulihkan perekonomian
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan klasifikasi Indonesia dari Upper Middle Income Countries menjadi Lower Middle Income Countries tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi. Penilaian Bank Dunia dapat dijadikan sebagai salah satu faktor untuk mengevaluasi kondisi perekonomian nasional.

Namun, hal tersebut jangan serta merta mengubah fokus pemerintah yang sedang menangani pandemi karena pengelompokkan negara berdasarkan data ini juga kerap kali menjadi rujukan apakah suatu negara memenuhi syarat dalam mengakses fasilitas yang dimiliki oleh Bank Dunia salah satunya termasuk harga pinjaman atau loan pricing.

“Pemerintah perlu terus fokus pada penanganan pandemi karena penanganan pandemi akan sangat menentukan keberhasilan memulihkan perekonomian. Data ini boleh menjadi bahan evaluasi tetapi jangan dijadikan fokus dan sampai menomorduakan penanganan pandemi,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan, Jumat (9/7).  

Perubahan posisi Indonesia dalam klasifikasi Bank Dunia memang cukup disorot mengingat bahwa saat ini Indonesia masih berupaya untuk memulihkan ekonomi yang terdisrupsi sejak pandemi tahun lalu.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini dilaporkan masih terkontraksi di minus 0,74 persen year-on-year (yoy). Pemerintah menargetkan pertumbuhan di kuartal dua tahun ini dapat menembus 7 persen, namun target tersebut dirasa cukup ambisius jika melihat lonjakan kasus terus terjadi sepanjang pertengahan Mei hingga minggu kedua Juli tahun ini.

Hal tersebut tidak lepas dari dampak penanganan pandemi Covid-19 yang memengaruhi kegiatan ekonomi dari segala sisi termasuk pendapatan, konsumsi, produksi, investasi, hingga perdagangan internasional yang mencakup kegiatan ekspor dan impor.

Menurut dia, berubahnya posisi Indonesia ini memang dapat dipahami karena GNI pada tahun 2020 sangat dekat dengan ambang batas bawah upper-middle income sehingga sangat rentan untuk jatuh kembali. Terlebih dengan kondisi pandemi yang masih belum terkendali seperti saat ini.

“Implementasi PPKM Mikro dan sekarang yang sudah beralih menjadi PPKM Darurat diperkirakan akan memukul pertumbuhan ekonomi kuartal III. Untuk saat ini, pemerintah perlu fokus pada penyediaan kebutuhan pokok, seperti pangan, obat-obatan, peralatan medis, fokus pada pada kelangsungan sektor kesehatan, transportasi dan logistik,” jelasnya.

 

Saat ini, kondisi Covid-19 dengan varian Delta telah mencatatkan lonjakan kasus bahkan rekor angka kematian perhari yang menembus empat digit per 7 Juli 2021. Jumlah ketersediaan fasilitas kesehatan di berbagai provinsi juga sudah cukup mengkhawatirkan karena banyak pasien yang tidak dapat tertangani dengan cepat.

Kebijakan pengendalian pandemi yang berfokus pada kesehatan masyarakat menjadi semakin penting untuk dikedepankan. Sebaiknya pemerintah terus memusatkan kebijakan yang ada pada proses pengendalian dan penanganan pandemi.

"Kami mengapresiasi diberlakukannya PPKM hingga tanggal 20 Juli mendatang dan upaya pemerintah untuk terus menggenjot vaksinasi. Walaupun demikian, pemerintah juga perlu terus membenahi diri dalam hal komunikasi publik terkait kebijakan dan program-program yang ada," ujarnya.

Pingkan menyebut, informasi yang mudah dicerna akan membantu masyarakat dalam memahami kondisi di lapangan dan hal-hal apa saja yang perlu terus diupayakan bersama. Banyak program dan inisiatif dari masyarakat dan komunitas yang saat ini juga membantu menjawab tantangan terkait dengan masalah keterbatasan akses kepada fasilitas kesehatan maupun untuk kesempatan ekonomi.

Pekan lalu Bank Dunia baru saja merilis data klasifikasi negara-negara berdasarkan tingkat pendapatan untuk tahun 2021. Proses klasifikasi ini didasarkan pada gross national income (GNI) yang diperbaharui setiap tahunnya.

Pemantauan secara berkala dilakukan karena di setiap negara, faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, hingga pertumbuhan penduduk mempengaruhi GNI per kapita terlebih dengan keadaan disrupsi ekonomi global akibat pandemi seperti saat ini.

Untuk tahun ini, rilisan data Bank Dunia tersebut memperlihatkan perubahan pada beberapa negara. Tiga negara mencakup Haiti dan Tajikistan naik dari posisi Low Income menjadi Lower-Middle Income sedangkan Moldova dari Lower-Middle Income ke Upper-Middle Income.

Untuk Indonesia sendiri pada tahun ini mengalami penurunan klasifikasi dari yang sebelumnya pada tahun 2020 memasuki kategori negara dengan pendapatan menengah ke atas (Upper Middle-Income Countries) dengan GNI 4.050 dollar AS turun menjadi 3.870 dollar AS di tahun 2021. Angka itu sedikit lebih tinggi dari GNI Indonesia di tahun 2019 silam dengan 3.850 dollar AS.

 

Hal tersebut alhasil menempatkan Indonesia kembali sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah (Lower-Middle Income Countries). Sebagai catatan, Bank Dunia mengklasifikasikan GNI per kapita pada tahun 2021 dengan rincian 1.046 - 4.095 dolar AS sebagai lower-middle income dan rentang 4.095 - 12.695 dolar AS sebagai upper middle-income.

 
Berita Terpopuler