Amalan Lain Selain Haji di Bulan Dzulhijjah

Amalan ini khususnya dilakukan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Republika /mgrol101
Amalan Lain Selain Haji di Bulan Dzulhijjah. Ilustrasi qurban saat Idul Adha.
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 hingga 2021 belum berakhir. Bahkan, ibadah haji terpaksa tidak dilakukan bagi jamaah di luar Arab Saudi. Walaupun tak bisa berangkat haji, Anda bisa melakukan beberapa amalan ini, khususnya pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Baca Juga

Puasa

Peneliti Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Hanif Luthfi menjelaskan dalam bukunya berjudul Amalan Ibadah Bulan Dzulhijjah, selain sebagai syariat umat dahulu, puasa juga sangat spesial di sisi Allah. Jika seseorang berpuasa, Allah sendiri yang akan memberi balasannya. 

Ada beberapa puasa sunnah yang dikhususkan pada bulan Dzulhijjah. Pertama, puasa yang disunnahkan selama sembilan hari.

Mengapa sembilan hari? Karena hari kesepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari raya Idul Adha, waktu yang dilarang melakukan puasa. Ada salah satu hadits yang menjelaskan soal ini.

Dari Hunaidah bin Khalid dan istrinya, dari istri-istri Nabi, mereka berkata “Rasulullah biasa berpuasa sembilan hari di bulan Dzulhijjah, berpuasa di hari Asyura, berpuasa tiga hari di setiap bulannya, puasa senin pertama dan hari Kamis setiap bulannya,” (HR Abu Dawud).

 

Imam an-Nawawi mengatakan, “Dan di antara puasa sunnah adalah puasa sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah.” Selain puasa sembilan hari, ada juga puasa Tarwiyah. Hari Tarwiyah adalah tanggal 8 Dzulhijjah. 

Istilah ini berasal dari kata tarawwa yang artinya membawa bekal air. Hal ini karena pada hari itu, jamaah haji membawa banyak bekal air zamzam untuk persiapan Arafah dan menuju Mina. Mereka minum, memberi minum untanya, dan membawanya dalam wadah.

Terakhir, ada puasa Arafah. Bagi mereka yang tidak bisa puasa saat sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah, mereka bisa puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah atau yang lebih dikenal puasa Arafah. 

Puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan sehari sebelum Idul Adha. Puasa ini mempunyai keutamaan besar dibandingkan puasa sunnah sembilan hari pertama Dzulhijjah.

Dari Abu Qatadah, Rasulullah bersabda, “…Puasa hari Arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya…” (HR Muslim).

 

Qurban

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Sutomo Abu Nash mengatakan dalam bukunya Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah, ibadah qurban disyariatkan pada umat Nabi Muhammad SAW. Jamaah haji juga disunnahkan berqurban. Imam Nawawi mengutip Imam Syafi’i dalam kitab Al-Majmu’ yang menyatakan ibadah qurban merupakan ibadah sunnah bagi yang mampu, baik orang kota, desa, musafir, muqim, termasuk haji.

Salah satu pemahaman masyarakat yang perlu diluruskan adalah tidak perlunya qurban setiap tahun jika sudah berqurban. Meski begitu, bukan berarti cukup melaksanakan sekali saja.

Jika mampu melakukan berulang-ulang setiap tahun, tentu itu akan lebih baik. Sebagaimana Nabi juga melakkan setiap tahun selama selama sembilan tahun berturut-turut.

 

Berdzikir

Berdzikir adalah salah satu aktivitas paling penting yang dilakukan umat Islam. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 28:

لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”

Berdasarkan penafsiran Ibnu Abbas dan Imam Syafi’i serta ulama lain, hari-hari yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah bersabda “Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan lebih dicintai oleh Allah amal-amalnya dari hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah. Maka perbanyaklah di hari-hari itu membaca tahlil, takbir, dan tahmid,” (HR Ahmad).

 

Takbir

Dalam mazhab Hanbali, takbir disunnahkan sejak tanggal 1 Dzulhijjah. Takbir ini adalah takbir mutlak, yaitu takbir yang pembacaannya tidak mengikuti waktu-waktu sholat wajib. 

Sementara itu, dalam mazhab Syafi’i, takbir mutlak atau takbir mursal baru dimulai sejak terbenamnya matahari 9 Arafah atau tepat di maghrib malam hari raya. Sedangkan waktu akhir dari takbir mutlak adalah sebelum maghrib tanggal 13 Dzulhijjah. 

Untuk takbir muqayyad bisa dimulai sejak habis maghrib malam hari raya hingga habis ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Hendaknya takbir muqayyad dibaca dulu sebelum berzikir rutin setelah sholat fardhu.

 
Berita Terpopuler