POGI: Ibu Hamil Boleh Divaksinasi Covid-19

Tidak ada KIPI yang bermakna pada ibu hamil yang mendapatkan vaksin Covid-19.

Republika/Prayogi
Ibu hamil (ilustrasi). Setelah mendapatkan vaksin Covid-19, lebih dari setengah kasus ibu hamil positif Covid-19 terpantau asimtomatik.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Prof Dr dr Budi Wiweko, SpOG(K) mengatakan, ibu hamil bisa mendapatkan vaksinasi Covid-19. Terlebih, manfaat perlindungannya jauh lebih besar daripada risikonya.

Menurut Budi, datanya mengenai vaksinasi Covid-19 pada ibu hamil memang belum begitu banyak. Ia mengatakan, studi terbaru dilakukan pada ibu hamil usia 16 sampai 54 tahun di Amerika dilakukan mulai dari Desember 2020 sampai Februari 2021.

Studi observasional dilakukan pada pasien yang mendapatkan vaksin Covid-19 dari Pfizer dan Moderna dan kemudian diketahui hamil. Studi dilakukan murni dari registrasi.

Baca Juga

Mereka diteliti sejak hamil sampai melahirkan. Penelitian melihat apakah ada kejadian abortus atau kematian intrauterine atau intrauterine fetal death (IUFD). Yang dipantau ialah apakah ada persalinan prematur, kelainan kongenital atau bawaan, pertumbuhan bayi yang terganggu, dan kematian bayi setelah bayi melahirkan.

Totalnya sekitar 35 ribu ibu hamil yang diobservasi yang mendapatkan dua vaksin, yaitu Pfizer (16 ribu) dan Moderna (14 ribu). Pasien tidak diketahui hamil saat disuntik alias baru hamil setelah mendapatkan vaksin.

Gejala atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) juga diamati. Keluhan paling banyak adalah nyeri pada lokasi injeksi.

Pada dosis kedua, keluhan nyeri relatif berkurang jauh dibanding dosis pertama. Keluhan lain, seperti demam, tidak signifikan, serupa dengan kelompok non ibu hamil.

Budi menjelaskan, sekitar 70 persen penyuntikan dilakukan pada ibu hamil dengan usia kandungan di atas tiga bulan. Sisanya kurang dari tiga bulan.

Data menunjukkan, sebanyak 97 persen peserta tidak terinfeksi Covid-19 setelah penyuntikan, selebihnya ada yang terinfeksi Covid-19 sebelum hamil. Setelah vaksinasi, kematian janin di bawah usia lima bulan hanya 0,1 persen. Ini setara dengan literatur.

Kelainan pada bayi, seperti kelahiran prematur, bayi kecil, kelainan bawaan, dan kematian bayi angaknya juga kecil.

"Jadi kalau melihat data ini sangat comparable dengan jumlah pasien yang sangat besar. Hanya memang ini hanya follow up registrasi."

Selain itu, The Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG), merekomendasikan ibu hamil harus mendapatkan vaksin. Di samping itu, perempuan tidak boleh menunda kehamilan walaupun belum mendapatkan vaksin.

"Ibu hamil yang difokuskan mendapatkan vaksin adalah ibu hamil yang berisiko tinggi, seperti ibu hamil dengan diabetes, ibu hamil dengan obesitas," jelas Budi.

Inggris juga merujuk pada penelitian tersebut. Menurut Budi, tidak ada isu yang mengkhawatirkan dari vaksinasi terhadap ibu hamil.

Vaksin yang ada tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kehamilan. Tidak ada kejadian ikutan pasca imunisasi yang bermakna dari vaksinasi terhadap ibu hamil.

"Ibu hamil tidak boleh dapat vaksin hidup yang dilemahkan," ujarnya.

Setelah mendapatkan vaksin Covid-19, lebih dari setengah kasus ibu hamil positif Covid-19 terpantau asimtomatik. Ibu hamil juga terhindar dari risiko komobiditas, kematian bayi, prematuritas, dan transmisi ke bayi.

Rekomendasi lain dari The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) juga telah memberikan izin penggunaan vaksin Covid-19 bagi ibu hamil.

"Ibu hamil yang hendak divaksin tidak perlu test pack atau tes kehamilan karena hamil atau tidak tidak ada masalah," jelas Budi.

WHO menegaskan bahwa ibu hamil yang terinfeksi Covid 19 itu berisiko tinggi. Kelompok yang harus mendapat prioritas untuk divaksinasi adalah ibu hamil yang berusia di atas 35 tahun, indeks massa tubuh (IMT) tinggi, ada komorbid, seperti diabetes dan hipertensi.

"WHO merekomendasikan penggunaan Sinovac pada wanita hamil ketika benefit melebihi risiko," ujar Budi.

Manfaat vaksin, menurut Budi, tergantung pada situasi epidemi di negara tersebut, bagaimana, dan seberapa bahayanya, serta prevalensi seperti apa. Ini menjadi pertimbangan merekomendasikan vaksin di negara tersebut.

Untuk vaksin berbasis RNA, menurut BUdi, studi pada hewan menunjukkan penggunannya aman. Selain itu, studi terbatas pada 35 ribu ibu hamil yang dapat vaksin Moderna dan Pfizer juga memperlihatkan mereka aman mendapatkan vaksin.

 
Berita Terpopuler