Ekonomi Mulai Pulih, OJK: Downside Risk Masih Diwaspadai 

OJK menyebut downside risk seperti kenaikan kasus harian bisa pengaruhi ekonomi

Antara/Hendra Nurdiyansyah
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan beberapa downside risks masih perlu diwaspadai antara lain potensi kenaikan laju kasus harian karena varian baru di tengah kelangkaan stok vaksin, tekanan inflasi dari sisi penawaran, dan ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR) yang lebih dini.
Rep: Novita Intan Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini data perekonomian domestik masih menunjukkan pemulihan yang terus berlanjut. Hal ini sejalan dengan perbaikan ekonomi global terutama di negara-negara ekonomi utama dunia seiring dengan laju vaksinasi dan penanganan pandemi. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan beberapa downside risks masih perlu diwaspadai antara lain potensi kenaikan laju kasus harian karena varian baru di tengah kelangkaan stok vaksin, tekanan inflasi dari sisi penawaran, dan ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR) yang lebih dini.

“Di tengah perkembangan tersebut, pasar keuangan domestik dilaporkan tetap terjaga stabil,” ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Kamis (23/6).

Wimboh merinci indeks harga saham gabungan (IHSG) per 18 Juni 2021 tercatat ke level 6.007 atau menguat satu persen month-to-date. Hal ini sejalan dengan perkembangan pasar saham negara berkembang lainnya dan pasar SBN terpantau menguat dengan rerata yield SBN turun 12 bps di seluruh tenor.

"Investor nonresiden juga mencatatkan net buy sebesar Rp3,89 triliun di pasar saham dan Rp 21,09 triliun di pasar SBN," ucapnya.

Tercatat kredit perbankan pada Mei 2021 meningkat sebesar Rp 32,23 triliun namun secara tahunan masih terkontraksi sebesar minus 1,23 persen year-on-year (yoy) dengan nilai kontraksi yang semakin kecil. Adapun perbaikan ini meneruskan tren positif selama empat bulan ke belakang seiring berjalannya stimulus pemerintah, OJK, dan otoritas terkait lainnya. 

Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 10,73 persen yoy. Dari sisi suku bunga, transmisi kebijakan penurunan suku bunga telah diteruskan pada penurunan suku bunga kredit yang cukup kompetitif, khususnya untuk kredit korporasi. 

Kemudian rata-rata tertimbang suku bunga modal kerja korporasi menurun dari 8,66 persen menjadi 8,52 persen dengan pengenaan premi risiko yang konsisten dengan rating masing-masing korporasi, bahkan sejumlah korporasi mendapatkan suku bunga kredit yang lebih rendah dibandingkan yield surat utang korporasi yang diterbitkan untuk durasi yang proporsional.

 

Sektor asuransi mencatatkan penghimpunan premi pada Mei 2021 sebesar Rp 12,5 triliun dengan rincian asuransi jiwa sebesar Rp 7,8 triliun, asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp 4,7 triliun.

Selanjutnya, fintech P2P lending pada periode yang sama mencatatkan pertumbuhan baki debet pembiayaan cukup signifikan sebesar 69,1 persen yoy menjadi Rp 21,75 triliun, piutang perusahaan pembiayaan masih berada di zona kontraksi dan mencatatkan pertumbuhan negatif 13,7 persen pada Mei 2021.

Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Mei 2021 masih relatif terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,35 persen (NPL net: 1,09 persen) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan Mei 2021 meningkat menjadi empat persen (April 2021: 3,9 persen). Selain itu, posisi devisa neto Mei 2021 sebesar 1,88 persen atau jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.

Likuiditas industri perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per Mei 2021 terpantau masing-masing pada level 150,96 persen dan 32,71 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,38 persen, jauh di atas threshold. Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 651 persen dan 336 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,01x, jauh di bawah batas maksimum 10x.

 

"OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap sektor jasa keuangan dan perekonomian guna menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional serta terus memperkuat sinergi dengan para stakeholder dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan," kata Wimboh.

 
Berita Terpopuler