PBB: Warga Libya Harus Berpartisipasi Bebas dalam Pemilu

Guterres mengatakan kemajuan politik dan militer harus berjalan seiring di Libya

Sekjen PBB Antonio Guterres pada Rabu (23/6) mengatakan semua warga Libya, termasuk kaum perempuan dan pengungsi lokal, harus dapat berpartisipasi secara bebas dalam pemilihan yang dijadwalkan diadakan pada 24 Desember
Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Sekjen PBB Antonio Guterres pada Rabu (23/6) mengatakan semua warga Libya, termasuk kaum perempuan dan pengungsi lokal, harus dapat berpartisipasi secara bebas dalam pemilihan yang dijadwalkan diadakan pada 24 Desember

Baca Juga

“Hasutan untuk melakukan kekerasan, atau pelecehan atau ujaran kebencian, tidak memiliki tempat dalam proses pemilihan di negara,” kata Guterres dalam sambutan pembukaan Konferensi Berlin kedua.

Guterres mengatakan kemajuan politik dan militer harus berjalan seiring dengan upaya untuk mengatasi akar penyebab ketidakstabilan di Libya.

“Konferensi ini menyerukan proses rekonsiliasi nasional yang inklusif dan berbasis hak, mulai dari tingkat masyarakat, dengan fokus pada perempuan dan kaum muda,” ujarnya.

Dia meminta pemerintah sementara di negara itu untuk memberikan dukungan kepada Komisi Pemilihan Umum Nasional dan meminta Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengklarifikasi dasar konstitusional untuk pemilihan, dan mengadopsi undang-undang yang diperlukan.

"Kita harus mengakhiri semua campur tangan asing, termasuk penarikan penuh semua pasukan asing dan tentara bayaran dari Libya," kata Guterres.

"Saya mendesak pihak Libya dan eksternal untuk menyetujui rencana komprehensif dengan jadwal yang jelas untuk mencapai tujuan ini, yang siap didukung oleh UNSMIL," imbuh dia.

Guterres mengatakan PBB berkomitmen untuk mendukung mekanisme pemantauan gencatan senjata Libya dan kelompok pertama pemantau gencatan senjata PBB akan segera dikerahkan ke Tripoli.

Berbicara pada konferensi tersebut, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, “Setelah beberapa dekade kediktatoran, dan konflik bertahun-tahun, rakyat Libya ingin membuat suara mereka didengar.”

"Karena itu kita harus berkomitmen kembali untuk memastikan bahwa pemilihan umum yang bebas dan adil berlangsung pada tanggal yang disepakati," ujar dia.

“Pesan yang dikirim dalam Konferensi Berlin kedua ini adalah campur tangan asing di Libya harus diakhiri, dan embargo senjata harus dihormati,” ujarnya.

Libya mencari dukungan internasional

 

Sementara itu, Perdana Menteri Libya Abdul Hamid Dbeibeh mencari dukungan internasional untuk memastikan pemilihan digelar tepat waktu di negara itu.

"Hari ini kita dapat berbicara dengan suara yang bersatu dan mengatakan kita tidak akan kembali berperang," kata Dbeibeh, seraya menambahkan bahwa konferensi tersebut bertujuan untuk menilai kemajuan komitmen yang dibuat sejak Konferensi Berlin pertama yang menurutnya "belum cukup."

"Jalan kami menuju stabilitas dan persatuan negara kami dalam bahaya, kami masih ingin menjadi negara yang demokratis dan berdaulat," kata Perdana Menteri Libya.

Dbeibeh mengatakan setelah Konferensi Berlin pertama, Libya, dengan bantuan PBB, berhasil mengamankan gencatan senjata dan mengambil langkah menuju jalan persatuan terutama berkaitan dengan pencabutan blokade minyak.

PM Libya berjanji untuk melakukan segala upaya untuk mengadakan pemilihan tepat waktu dan meminta dukungan dari para peserta konferensi untuk memungkinkan meskipun "banyak hambatan."

Dbeibeh menekankan bahwa beberapa masalah tetap belum terpecahkan termasuk persetujuan parlemen atas anggaran dan masalah keamanan karena kelompok tentara bayaran masih ada di beberapa wilayah negara itu.

"Kami memiliki rencana keamanan yang komprehensif untuk mengamankan pemilu, dan kami mengharapkan adopsi undang-undang pemilu," sebut dia.

"Dengan bantuan kalian, kami berharap dapat melihat penarikan penuh tentara bayaran asing dan petarung asing untuk juga menerapkan resolusi Dewan Keamanan yang relevan. Rencana ini membutuhkan dana dan peralatan," tukas perdana menteri Libya itu.

 

 
Berita Terpopuler