Adakah Rapid Test untuk Deteksi Dini Tuberkolusis?

Indonesia ada di posisi kedua setelah India untuk kasus tuberkulosis terbanyak.

EPA
Pasien Tuberkulosis melihat hasil ronsen dadanya. Indonesia, India, China, menjadi tiga negara penderita TBC terbesar dunia.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuberkolusis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini memberikan dampak besar terhadap pasien serta keluarganya.

Ada banyak tantangan mengenai penanggulangan penyakit ini. Salah satunya ialah pemahaman yang salah di masyarakat, yakni keyakinan bahwa tuberkolusis tidak bisa disembuhkan.

Selain itu, hambatan ekonomi dapat membuat pasien memilih untuk tidak berobat atau malas kontrol. Stigma dan diskriminasi yang dialami pasien juga menjadi hambatan penanggulangan tuberkulosis.

Baca Juga

Melihat dampak yang besar dari penyakit ini, apakah ada cara deteksi dini tuberkulosis seperti rapid test yang sekarang diterapkan untuk mendeteksi Covid-19 di era pandemi?

"Teorinya bisa, tapi belum direkomendasikan oleh WHO karena tingkat akurasinya belum bagus," kata Kepala Subdit Tuberkulosis Kementerian Kesehatan Imran Pambudi dalam webinar, Rabu.

Indonesia masuk dalam delapan negara di dunia yang menyumbang dua pertiga kasus tuberkulosis global. Indonesia ada di posisi kedua setelah India dengan estimasi kasus 845 ribu dengan kematian 98 ribu per tahun.

Dari estimasi kasus tersebut, sebagian belum diketahui karena tidak ternotifikasi maupun tidak terdeteksi. Pasien yang tidak ternotifikasi adalah mereka yang sudah mengakses layanan kesehatan, namun belum masuk ke dalam sistem catatan pelaporan.

"Sebagian besar di swasta, maka kita harus tegakkan aturan pelaporan," kata Imran.

Pada kasus-kasus yang belum terdeteksi, akan ada investigasi bila ada laporan mengenai kasus tuberkolusis. Akan ada kunjungan ke rumah pasien dan anamnesis serta pemeriksaan menyeluruh bila ada gejala-gejala TBC.

Sementara itu, Pandemi Covid-19 menjadi tantangan dalam penanggulangan TBC. Studi yang dilakukan oleh Stop TB Partnership bersama dengan Imperial College London, Avenir Health, Johns Hopkins University, dan USAID menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan kemunduran capaian program TBC di seluruh dunia ke tingkatan lima hingga delapan tahun ke belakang.

 
Berita Terpopuler