Kematian Anak karena Covid Naik, PTM Wajib Ditunda

Jumlah kematian anak Indonesia karena Covid-19 tertinggi di dunia.

Edi Yusuf/Republika
Tingginya kasus kematian anak karena Covid-19 di Indonesia, membuat sejumlah pihak merekomendasikan rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) ditunda. Foto suasana Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di SMAN 8 Jalan Solontongan, Kota Bandung, Selasa (15/6).
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melonjaknya kasus Covid-19 membuat rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang rencananya digelar Juli 2021 terancam batal. Sejumlah kalangan mendesak pemerintah lewat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi (Kemendikbud-Ristek) menunda PTM demi menekan tingginya kasus Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir. Apalagi angka kematian anak di Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan melonjaknya kasus Covid-19 seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera menghentikan uji coba PTM di sejumlah daerah yang positivity ratenya di atas 5 persen. Menurut Heru, penghentian harus segera dilakukan agar jumlah anak yang berpotensi terinfeksi Covid-19 dapat ditekan, termasuk para guru wajib juga dilindungi dari penularan Covid-19.

Heru mengatakan, jika kasus terus melonjak dan sulit dikendalikan, maka pemerintah daerah wajib menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021, mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate di sejumlah daerah di atas 5 persen, bahkan ada yang mencapai 17 persen. "Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka," ujar Heru kepada Republika.co.id, Selasa (22/6).

Melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia pascalibur Lebaran diduga akibat varian Delta mutasi India, membuat kasus penularan terjadi begitu cepat. Satgas Covid-19 mencatat kasus konfirmasi positif secara nasional bertambah 14.536 pada Senin (21/6). Total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 2.004.445 kasus.

Dari angka tersebut, 12,5 persen yang terinfeksi covid 19 adalah usia anak. Adapun angka kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia sudah tertinggi di dunia, yaitu 3-5 persen, di mana 8 kasus yang positif Covid-19 di Indonesia, 1 kasus adalah usia anak.

Baca Juga

Pelajar mengenakan pelindung wajah sebelum mengikuti simulasi pembelajaran tatap muka (PTM) di SMP Negeri 07 Medan, Sumatera Utara, Kamis (17/06/2021). - (ANTARA/Fransisco Carolio)



Wakil Sekjen FSGI, Mansur, menuturkan, data faktual tentang kesiapan sekolah harus tersedia dengan benar. Jika data lokasi atau zona sekolah serta kondisi geografis lingkungan sekolah sudah diperoleh, menurut Mansur, barulah pemerintah dapat memberi izin sekolah untuk tatap muka terbatas. Dengan uji coba 25 persen atau 50 persen jumlah siswa.

"Untuk wilayah dengan positivity rate di bawah 5 persen, pemerintah daerah dapat membuka sekolah apabila mereka memiliki mekanisme kontrol yang langsung ke sekolah. Selama pelaksanaan uji coba itulah dilakukan pemantauan langsung untuk dapat melanjutkan PTM," ujar Mansur.

Mengingat situasi saat ini, FSGI pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Pertama FSGI mendorong Pemerintah menuntaskan program vaksinasi bagi seluruh guru dan dosen. Karena sebagai kelompok prioritas vaksin, ternyata banyak pendidik yang belum mendapatkan kesempatan divaksinnasi. Alasannya karena ada yang belum ada kesempatan, tetapi ada juga kelompok guru yang tidak bisa divaksinasi karena alasan medis; misalnya sedang hamil atau sedang menjalani pengobatan kanker.

"Namun ada juga yang tidak mau (menolak) divaksin karena khawatir efek dari vaksin," kata Heru.

Sejumlah pelejar SD mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) dengan penerapan protokol kesehatan (Prokes) di salah satu sekolah, di Kota Bandung. - (Edi Yusuf/Republika)



Kedua, FSGI mendorong dinas kesehatan daerah dengan dinas pendidikan untuk bekerja sama mensosialisasikan manfaat vaksin di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan. Terutama untuk kelompok yang tidak mau (menolak) divaksinasi.

Ketiga, FSGI mendorong Satgas Covid Daerah dapat bertindak tegas untuk menghentikan PTM, termasuk uji coba PTM di daerahnya ketika positivity rate di atas lima persen. Namun, kebijakan PTM tidak perlu diseragamkan. "Misalnya, untuk daerah-daerah dengan positivity rate-nya di bawah 5 persen, FSGI mendorong sekolah tatap muka bisa dibuka dengan pemberlakuan prokes/SOP yang ketat," ujar Heru.

Keempat, FSGI mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai Konvensi Hak Anak (KHA) harus mengutamakan hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan nomor 3. Kalau anaknya masih sehat dan hidup maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa diberikan nantinya ketika pandemi terkendali. "Selain peserta didik, Pemerintah juga wajib melindungi pendidik dan tenaga kependidikan di masa pandemi," imbuh Heru.

Rencana PTM memang menjadi dilematis. Seperti pendapat Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha yang menyebut terlalu sulit untuk orang tua menggantikan peran guru sehingga PTM dinilai sudah sangat mendesak. Namun, PTM juga memiliki risiko yang besar dalam penyebaran Covid-19.

"Ini dilematis. Terlalu susah bagi orang tua untuk menggantikan peran guru, materi pun sebatas menempel di kepala murid sesaat saja," kata Abdul Thaha saat berbincang dengan Republika.co.id, Senin (21/6).

Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga dinilai Abdul Rachman juga membuat tingkat stres belajar sangat tinggi. "Tapi kita juga tahu risiko penyebaran Covid-19 lewat PTM. Kalau anak-anak sakit Covid gara-gara PTM, apalagi sampai menjalani rawat inap, bakal susah hidup kita," ujar Abdul Thaha.

Karena itu, ia pun mengajak untuk istikharah demi mencari jalan terbaik. Selain itu juga berharap anak-anak terhindar dari Covid-19. "Siapa yang paling kita sayang, kalau bukan darah daging sendiri. Ketika mereka sakit, rasanya mau bertukar badan," ucap senator kelahiran Palu itu.

Dukungan agar kegiatan belajar mengajar diterapkan secara daring juga datang dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Ketua Umum IDAI, Prof Aman Pulungan mengungkapkan kasus Covid-19 pada anak usia 0 hingga 18 tahun di Indonesia mencapai 12,5 persen, yang artinya satu dari delapan kasus Covid-19 yang terkonfirmasi adalah anak. Lalu, case fatality rate Covid-19 pada anak juga tertinggi di dunia, mencapai tiga sampai lima persen.

“Jadi kita itu adalah negara yang kematiannya paling banyak di dunia," kata Prof Aman, dalam konferensi pers virtual yang digelar lima perhimpunan profesi dokter indonesia, disimak di Jakarta, Jumat (18/6).

Bisa dibayangkan, kata Prof Aman, satu dari delapan kasus yang terkonfirmasi Covid-19 itu adalah anak, dan tiga sampai lima persen di antaranya meninggal. "Dan saya sering katakan, dari seluruh anak yang meninggal itu, 50 persennya balita,” kata Prof Aman.

Murid Madrasah Ibtidaiyah (MI) Hidayatul Athfal Serang mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) secara mandiri di rumah orang tua mereka di Kampung Kubang, Serang, Banten, Sabtu (5/12/2020). Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Aman Bhakti Pulungan menyatakan, pemerintah bersama Komite Sekolah serta pihak orang tua sebaiknya mengkaji ulang kebijakan untuk memulai kembali sekolah tatap muka karena kesadaran anak untuk mematuhi protokol kesehatan belum sepenuhnya baik serta potensi penularan antar anak sangat tinggi sehingga beresiko memicu lonjakan kasus COVID-19 di kalangan anak yang penangananya juga lebih sulit dibanding orang dewasa. - (Antara/Asep Fathulrahman)

Prof Aman juga menyoroti minimnya fasilitas kesehatan khusus anak, misalnya sebagian besar rumah sakit di Indonesia tidak menyediakan ruang ICU khusus anak. Ketika saat ini terjadi lonjakan kasus Covid-19, sumber daya manusia, termasuk dokter dan perawat di berbagai rumah sakit juga sudah mulai menurun.

Atas dasar itulah, untuk saat ini, IDAI mengimbau agar semua kegiatan yang melibatkan anak usia 0-18 tahun diselenggarakan secara daring. Orang tua ataupun pengasuh juga harus mendampingi anak saat beraktivitas daring maupun luring.

Ia juga meminta orang tua tidak membawa anak ke luar rumah kecuali saat mendesak. "Änak itu hanya harus di rumah. Jika mendesak dan harus keluar rumah, hindari berkegiatan di area berventilasi tertutup, kepadatan, dan risiko kontak tinggi,” kata Prof Aman.

Untuk melindungi anak dari penyakit lain, Prof Aman juga mengimbau orang tua agar tetap melakukan imunisasi-imunisasi rutin terhadap anak. Selanjutnya, pemerintah dan masyarakat juga diimbau bekerja sama melakukan pendampingan protokol kesehatan di tempat umum.

“Mari kita jaga anak Indonesia yang jumlahnya hampir 90 juta ini, yang lahir setiap tahun berjuta-juta. Penuhi hak anak untuk hidup, sehat fisik maupun mental, demi masa depan lebih baik. Jaga anak kita, jangan sampai anak kita ada yang sakit,” kata Prof Aman.

 
Berita Terpopuler