Juneteenth Jadi Pengingat Sejarah Kelam Amerika Serikat

Joe Biden menetapkan tanggal 19 Juni atau yang dikenal Juneteenth sebagai hari libur

AP / Evan Vucci
Presiden AS Joe Biden
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menandatangani legislasi yang menetapkan tanggal 19 Juni atau yang dikenal Juneteenth sebagai hari libur federal. Artinya, semua negara bagian libur di hari itu untuk memperingati berakhirnya perbudakan di Negeri Paman Sam.

Baca Juga

"Saya harus katakan pada kalian, saya baru menjabat beberapa bulan tapi ini akan terlaksana, bagi saya ini salah satu kehormatan terbesar saya sebagai presiden," kata Biden usai menandatangani undang-undang tersebut seperti dikutip CNN, Kamis (18/6) kemarin.

"Saya menyesal cucu-cucu saya tidak di sini, karena ini momen yang sangat bersejarah, menetapkan Juneteenth sebagai hari libur federal, semua rakyat Amerika dapat merasakan kuatnya hari ini dan belajar dari sejarah kami merayakan kemajuan dan perjuangan yang telah kami capai (dan) jauhnya perjalanan yang harus kami tempuh," tambahnya.

Lalu apa itu Juneteenth?  

Penulis dan sejarawan Edna Bonhomme menulis di Aljazirah, Juneteenth adalah gabungan June dan 19th. Hari di mana masyarakat kulit hitam AS merayakan berakhirnya perbudakan berdasarkan Proklamasi Emansipasi Presiden Abraham Lincoln tahun 1863. Tapi seorang jenderal tentara pasukan pemberontak Union terlambat mengumumkannya pada 19 Juni 1865.

Juneteenth juga dikenal sebagai Freedom Day, Jubilee Day, dan Liberation Day. Peringatan berakhirnya perbudakan di AS ini sudah dirayakan selama lebih dari satu abad. Banyak masyarakat Afrika-Amerika terutama di Texas menggelar pawai, parade dan berpiknik atau membaca puisi untuk merayakannya.  

"Pada tahun 1980 Texas resmi menetapkan Juneteenth sebagai hari libur dan langkah ini diikuti Distric of Columbia dan 46 negara bagian lainnya. Tapi di banyak negara bagian seperti kampung halaman saya di Florida,  Juneteenth hanya baru-baru ini mendapat perhatian," tulis Bonhomme.

 

Penulis yang kini menetap di Berlin, Jerman itu menambahkan pembunuhan brutal pria kulit hitam George Floyd yang dilakukan polisi kulit putih pada 20 Mei 2020 lalu memicu gelombang unjuk rasa dan kesadaran rasial di seluruh dunia. Hal ini mendorong Juneteenth menjadi sorotan di Amerika.

Semakin banyak pihak yang mendorong agar tanggal itu menjadi hari libur federal. Kesadaran rasial beberapa bulan terakhir, kata Bonhomme tidak hanya membuat Juneteenth menjadi tanggal merah. Tapi juga mendorong banyak aktivis dan pakar mulai mendiskusikan bagaimana sejarah diajarakan.  

"Orang-orang mulai vokal menuntut diakhirnya dominasi orang kulit putih di sejarah Amerika dan merayakan dengan kasual rasialisme di negara ini. Patung-patung pemilik budak, pendukung segregasi dan kolonialis sudah dirubuhkan. Baru-baru ini Dewan Penamaan Geografi AS memilih menghapus kata 'Negro' dari 20 lokasi geografi di Texas," kata Bonhomme.  

"Nama-nama ini tidak hanya sangat kurang ajar dan ofensif bagi masyarakat kulit hitam, tetapi juga merupakan bukti bagaimana rasisme masih diukir di lanskap Texas, dan AS yang lebih luas," tambahnya.

Ia menambahkan sejak mencuatnya gerakan Black Lives Matter dan pembunuhan Floyd semakin kuat dukungan agar sejarah masyarakat kulit hitam AS juga didiskusikan dan dihormati sepatutnya. Menurutnya para aktivis tidak hanya menuntut AS mengakui warisan perbudakaan dan kerusakan psikologis, materi dan fisik yang dialami masyarakat kulit hitam AS atas rasisme yang sistematis.  

"Tapi juga ingin negara bertanggung jawab atas perampasan sistematik masyarakat kulit hitam AS sejak 1619, ketika perbudakan pertama kali tiba di Koloni Virginia," kata Bonhomme. 

 
Berita Terpopuler